Ironi Pribumi di Kota Industri, 'Tikus Mati di Lumbung Padi'

Ironi Pribumi di Kota Industri, 'Tikus Mati di Lumbung Padi'


KARAWANG (KASTV) - Sebagai kabupaten yang sering disebut-sebut 'Kota Industri Terbesar' se-Asia Tenggara setelah Kabupaten Bekasi, faktanya masyarakat Kabupaten Karawang malah masuk dalam daftar salah satu kabupaten yang 'miskin ekstrim' di Provinsi Jawa Barat.


Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diterima Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karawang, pada tahun 2020 angka kemiskinan di Karawang mencapai 195.410 jiwa atau 8,26 persen dari jumlah penduduk Karawang yang mencapai 2,3 juta.


Dari angka kemiskinan yang mencapai 195.410 jiwa tersebut, sekitar 4,51 persennya atau sebanyak 106.780 jiwa dikatagorikan miskin ekstrem.


Kondisi masyarakat Karawang ini khususnya, semakin terhimpit di tengah pemulihan kondisi ekonomi pasca pandemi covid-19. Ditambah lagi, tiba-tiba pemerintah menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang semakin membuat masyarakat Karawang menjerit.


Sebagai Kota Lumbung Padi yang juga sering disebut-sebut sebagai Kota Industri, seharusnya kondisi perekonomian masyarakat Karawang bisa sejahtera. Tetapi kenapa justru sebaliknya?. 


Ingin fokus menjadi petani, tetapi setiap musim panen harga gabah selalu anjlok. Lahan pertanian pun banyak yang beralih fungsi menjadi pabrik atau perumahan. Ingin beralih menjadi masyarakat industri, tetapi warga pribumi Karawang pun masih sulit mencari pekerjaan di industri yang konon jumlahnya mencapai 1.500 pabrik lebih.


Kondisi ironi masyarakat pribumi di Kota Industri yang 'bak' tikus mati di lumbung padi ini kemudian disorot oleh Aliansi Ormas-LSM di Kabupaten Karawang yang terdiri dari Laskar NKRI, Gerakan Masyarakat Patriot Indonesia (GMPI), Laskar Merah Putih (LMP), PPBNI, Kompak, Gibas Jaya dan Gibas Cinta Damai.


Dalam kesempatan aksi damai demonstrasi ke pabrik PT. Topy Palingda Manufacturing Indonesia di Kawasan Sutra Cipta pada Rabu (7/9/2022), setidaknya Aliansi Ormas-LSM Karawang menyebut ada beberapa faktor yang membuat masyarakat Karawang masuk dalam kategori miskin ekstream.


Pertama, belum adanya keseriusan pemerintah yang dalam hal ini Pemkab Karawang dalam menangani persoalan kemiskinan di Kota Pangkal Perjuangan.


Kedua, berkaitan dengan Perda Nomor 1 Tahun 2011 tentang Ketenagakerjaan. Yaitu dimana pabrik/industri Karawang belum sepenuhnya mempekerjakan warga pribumi Karawang. Yaitu dimana aturan rekrutmen 60% tenaga kerja industri untuk pribumi dan 40% tenaga kerja dari luar Karawang, belum sepenuhnya dijalankan setiap industri di Kabupaten Karawang.


Ketiga, keterlibatan warga pribumi dalam mengelola limbah ekonomis industri masih minim. Yaitu dimana pengelolaan limbah industri masih banyak dimonopoli oleh warga di luar Karawang. Padahal faktanya, masih banyak kelompok masyarakat Karawang yang mampu mengelola limbah industri secara profesional.


Jika kondisinya terus seperti ini, mau sampai kapan perekonomian masyarakat Karawang akan mandiri. Padahal ada sekitar 17.000 hektar lahan Karawang yang dikuasai industri. Tetapi faktanya, tidak ada asas kemanfaatan keberadaan industri untuk masyarakat Karawang itu sendiri.


Lantas, apa perannya Otonomi Daerah?. Mau sampai kapan pribumi Karawang seperti tikus mati di lumbung padi?.


Saat aksi damai di PT. Topy Palingda Manufacturing Indonesia ini, Ketua Aliansi Ormas-LSM Karawang, H. ME. Suparno menyampaikan, ke depan aliansi berharap adanya intervensi dari Pemkab Karawang untuk ikut mendorong para pengusaha lokal, agar bisa ikut berkompetisi dalam pengelolaan limbah ekonomis di industri.


Pasalnya, hari ini para pengusaha lokal Karawang sudah profesional dan siap bersaing dengan pengusaha luar Karawang. "Dari dulu ini yang kita harapkan adanya intervensi dari pemkab. Jangan sampai pabrikannya ada di Karawang, tapi urang Karawang sendiri cuma jadi penonton," tuturnya.


Disampaikannya, hari ini semangat gerakan Aliansi Ormas-LSM Karawang adalah bagaimana caranya warga pribumi bisa berdikari secara ekonomi di tanah kelahirannya sendiri. Ditegaskannya, sudah terlalu lama warga Karawang berdiam diri dan terus mengalah.


Padahal sejatinya keberadaan industri di Karawang harus mampu mensejahterakan masyarakatnya. "Ini bukan hanya dalam hal pengelolaan limbah ekonomis, tetapi juga dalam bidang rekrutmen tenaga kerja lokal di industri. Makanya akan kita dukung gerakan dari kelompok masyarakat Karawang manapun yang memperjuangkan dua hal itu," tutupnya. (red)

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال