JAKARTA (KASTV) - Kuasa Hukum Hadi Pandunata (HP) dan Victor Pandunata (VP), Saddan Sitorus dari LQ Indonesia Lawfirm mengingatkan Polda Sulut agar tidak melakukan teror serta intervensi terkait pemeriksaan saksi-saksi dalam kasus Laporan Yance Tanesia, karena selain menimbulkan kegaduhan juga menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum. Karena seharusnya penyidik taat dan tunduk pada Undang-undang yang berlaku
Saddan Sitorus selaku kuasa hukum menerangkan bentuk teror
dan intimidasi terlihat ketika kemarin (8 September 2022) sekitar pukul 13. 00
WIB puluhan Penyidik dari Kepolisan
Daerah Sulawesi Utara yang dipimpin Penyidik Agus dan J.R Gansalangi bersama tim
menyambangi kediaman HP dan VP secara mendadak, tidak diketahui apa tujuan atas
kunjungan, namun menurut Kuasa Hukum, tindakan itu ilegal dan diduga memiliki
kepentingan yang tidak mencerminkan sebagai penyidik sebagai penegak hukum.
“Abuse of power yang dilakukan penyidik Agus dan J.R
Gansalangi, datang tanpa konfirmasi, ini teror namanya. Klien kami kooperatif
dan menjunjung tinggi hukum sebagai panglima tertinggi, lalu mereka datang apa
kepentingannya? Terlihat seperti ada kepentingan besar dan titipan,“ tegas
Saddan, Jumat (9/9/2022).
Kekecewaan lain Saddan dengan tindakan penyidik sebagai
penegakan hukum yang terkesan asal dan tidak menunjukkan sikap presisi, karena
sebelumnya atas laporan polisi tersebut hanya mendasar kepada
pemberitaan-pemberitaan salah di media online lokal Manado.
“Wajar saja bila masyarakat tidak lagi respek melihat
kinerja polisi yang asal dan tidak mencerminkan penegakan hukum, Undang-undang
itu dasar polisi bertindak jadi jangan dilanggar dan tidak boleh asal, polisi
itu harus paham UU,” tambahnya.
Menurut LQ Indonesia Lawfirm, penanganan perkara Laporan
Polisi Yance Tanesia, sangat tendensius dan terkesan dipaksakan sehingga bisa
diperkirakan meruntuhkan kepercayaan masyarakat kepada kepolisian secara
seketika.
“Penyidik Polda Sulut terlalu arogan, kewenangan sebagai
penyidik sudah di salah artikan, ini bisa mempengaruhi kepercayaan publik,
bekerja saja sesuai prosedur lebih elegan, kontak dan surat kuasa jelas
diketahui penyidik kenapa tidak komunikatif, aneh sekali, “ jelasnya
Menambahkan penjelasan Saddan, Kuasa Hukum LQ Indonesia
Lawfirm lainnya, Nathaniel Hutagaol SH,MH menyebutkan perihal penanganan
perkara Yance Tanesia, penyidik terbukti gagal paham dan perlu dikoreksi dalam
memaknai Undang-undang No. 40 Tahun 1999 dan Nota Kesepahaman antara Dewan Pers
dan Kepolisian Republik Indonesia No. 03/DP/MOU/III/2022 dan No. NK/4/III/2022.
“Oknum Polisi Polda Sulut bertindak diluar kewenangan
melakukan Persekusi Pers Manado. Pers merupakan wadah bagi masyarakat untuk
menyampaikan informasi yang mana informasi tersebut dapat menjadi edukasi,
saran, serta kritik. Namun, yang paling terpenting ada fakta dalam berita
tersebut. Namun hari ini dimana negara Indonesia sudah masuk di era reformasi,
oknum Polda Sulut dengan arogansinya dengan menggunakan instrumen institusi
Kepolisan mempersekusi masyarakat dan pers,” Terang Nathaniel dengan lugas.
Menurutnya Nathaniel, dasar hukum Yance Tanesia telah membuat
Laporan Polisi di kantor Kepolisian Daerah Sulawesi utara, dalam perkara Tindak
Pidana Penghinaan dan atau Pencemaran Nama Baik sebagaimana diatur pada pasal
311 Sub Pasal 310 Jo Pasal 55 KUHPidana dengan nomor Laporan Polisi :
LP/B/195/IV/20222/SPKT/SULUT, sangat prematur, karena tidak menjalankan hak
jawab dan hak koreksi sebagaimana aturan UU Pers.
“Demi terciptanya demokrasi dan kebebasan pers yang elegan,
yang namanya penindakan laporan polisi akibat adanya pemberitaan suatu pers
harus dilakukan hak jawab dan hak koreksi dari masing-masing pihak dan
kesemuanya harus melalui Dewan Pers untuk menentukan sebuah pemberitaan yang
diberitakan pers masuk ranah pelanggaran kode etik atau pelanggaran tindak
pidana, pemahaman keliru penyidik harus kami luruskan, agar tidak menyalahi
Undang-undang,” terangnya.
“Intensitas kecepatan Laporan Polisi tersebut sangat
mengagumkan sehingga banyak melewati proses
termasuk tidak diselesaikan secara kelembagaan pers dengan tidak
memberikan hak koreksi terhadap pers yang memberitakan berita tersebut,”
jelasnya.
“Bahkan yang lebih mirisnya dalam penindakan tersebut klien
kami HP dan CV tidak pernah membaca BAI Pelapor yang menyebabkan kerancuhan
karena klien kami tidak tahu menahu landasan dari laporan Polisi tersebut.
Ajaibnya lagi dalam proses penyelidikan klien kami tidak pernah dipanggil oleh
pihak Polda Sulut namun Ketika sudah masuk ke Penyidikan barulah klien kami
dipanggil,” lanjutnya.
“Kami selaku kuasa hukum menilai penindakan laporan polisi
tersebut dari awal sudah cacat formil, sehingga atas tindakan tersebut kami
sudah melaporkan oknum Polda Sulut ke Propam Mabes Polri dalam Surat Penerimaan
Surat Pengaduan Propam Nomor : SPSP2/5010/VIII/2022/BAGYANDUAN tertanggal 31
Agustus 2022,”ungkapnya.
“ Harapan kami, aduan tesebut segera diproses agar
oknum-oknum polisi yang menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap
institusi Polri secara umum dan institusi Polda Sulut secara khusus
ditindaklanjutin dan kalau bisa diberhentikan saja karena sudah melanggar
sumpah jabatannya untuk menjadi pengayom masyarakat,” Jelas Nathaniel.
Menurut LQ Indonesia Lawfirm bahwa oknum yang bertindak
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan harusnya ditindak tegas bukan
hanya ditegur apalagi sampai dipelihara. ”Jangan jadikan institusi Kepolisian
menjadi senjata untuk menyerang masyarakat tapi institusi Polri harusnya jadi
pengayom bagi masyarakat serta cahaya dalam kebenaran,” tegasnya. Masyarakat
lainnya yang mengalami intimidasi atau masalah dengan oknum bisa menghubungi LQ
di 0818-0489-0999 (LQ Jakarta) atau 0818-0454-4489 (LQ Surabaya) untuk bantuan
hukum.