ARB, Didukung Rakyat, Dihalangi Aparat dan Pejabat

ARB, Didukung Rakyat, Dihalangi Aparat dan Pejabat

              
                                                          Opini: Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI


Upaya menjegal Anies sebagai presiden, berbanding lurus dengan upaya rezim kekuasaan menyiapkan presiden 3 periode atau perpanjangan jabatan dan bahkan penundaan pemilu 2024. Semakin Anies didukung rakyat, semakin kejahatan dan teroris konstitusi menguat. Tinggal rakyat memilih, mengikuti mekanisme konstitusional atau people power?



SAAT demokrasi terus dibungkam dan upaya penegakan hukum semakin lemah, maka negara hanya akan mempertontonkan perilaku kekuasaan yang menindas rakyat. Tak sekadar merampas hak ekonomi dan politik, rezim juga memperlakukan kehidupan  rakyat tak ubahnya seperti korban  perbudakan di zaman modern.


Tak ada lagi nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan. Rakyat bagaikan populasi manusia kelas rendah yang hanya ada  untuk dieksploitasi dan melayani kepentingan rezim pemerintahan. Korporasi dan partai politik mewujud oligarki, menjadi predator ganas memangsa rakyat yang miskin dan lemah.


Kegagalan negara dalam membangun sistem dan kepemimipinan yang perform, membuat Indonesia dalam realitas yang jauh dari landasan Pancasila dan UUD 1945. Politik memisahkan agama dari negara, semakin mengokohkan kehidupan yang kapitalis liberalis dan sekuler. 


Keinginan menumpuk harta dan mengejar jabatan pada sebagian besar aparat birokrasi, membuat rakyat terus menjadi korban dari perangai tuna susila dan kebiadaban  penyelenggaraan negara. Konstitusi yang diselewengkan yang diikuti perilaku para pejabat dan politisi yang hipokrit, hedonis dan materialis, membuat rakyat semakin berjarak dengan negara. Rakyat seperti hidup tanpa negara, tak ada kemakmuran dan tak ada keadilan. Berjuang dan berkorban segalanya demi mengusir kolonialisme bangsa asing di masa lalu, kini harus mengalami penjajahan oleh bangsanya sendiri.


Seiring kegagalan pemerintah mengurus negara dan ditengah  krisis multidimensi yang mengarah kepada resesi ekonomi. Rezim kekuasaan harus berhadapan dengan arus tuntutan perubahan dari rakyat. Sikap skeptis, apriori dan antipati publik semakin hari semakin menggelinding menjadi gelombang aksi protes dan perlawanan. Sikap difensif kekuasaan terhadap tuntutan gerakan perubahan dari rakyat, dihadapi dengan upaya keras pemerintahan menyiapkan presiden 3 periode atau perpanjangan jabatan dan bahkan mulai mengarah pada meniadakan atau penundaan pemilu 2024. Bukan tanpa sebab dan alasan pemerintah ingin melakukan semua yang penuh kontroversi dan polemik tersebut. 


Ada beberapa faktor yang disinyalir menjadi motif dari pembajakan konstitusi yang terorganisir, terstruktur dan masif itu. Selain masih banyaknya proyek mangkrak dan beberapa program pembangunan yang berbasis utang dan investasi yang menyertakan perjanjian atau kontrak kerjasama internasional yang harus dipertanggungjawabkan. Defisit APBN belakangan ini yang berimplikasi membuat negara tidak punya uang untuk menyelenggarakan pemilu 2024 terus mengemuka. Satu hal lagi yang tak kalah penting dan cenderung menjadi mainstream pemikiran rezim, ketika fenomena Anies yang berlimpah dukungan rakyat mulai dominan dan menguasai panggung politik pilpres 2024.


Bagaimana rezim dengan segala cara mempertahankan dan terus melanggengkan kekuasaannya, harus menghadapi realitas seorang Anies sebagai capres potensial  yang berasal dari luar domain dan irisan oligarki. Anies jelas dan nyata telah menjadi musuh bagi kepentingan   pemerintahan yang menjadi boneka oligarki.


Kebencian, permusuhan dan upaya menjegal Anies sebagai capres yang didukung rakyat, telah menjadi menu sehari-hari yang dilakukan ternak-ternak oligarki termasuk para buzzer, politisi busuk dan birokrat bermental penghianat. Boleh jadi Anies sebagai capres yang mengusung harapan perubahan yang lebih baik untuk kehidupan rakyat, negara dan bangsa. 

Telah menjadi ancaman sekaligus figur pemimpin berbahaya bagi agenda politik dan ekonomi oligarki. Baik dalam soal mega proyek maupun  investasi skala besar lainnya yang harus dilanjutkan, Anies divonis menjadi musuh dari kepentingan- kepentingan rezim yang harus disingkirkan. Sama halnya dengan prinsip asal bukan Anies, melalui ungkapan " to be kil or tobe killed" yang terlontar dari LBP terhadap asumsi gangguan kesinambungan kepentingan ekonomi politik pemerintah. Upaya menjegal Anies yang intens, menjadi berbanding lurus dengan agenda presiden 3 periode atau perpanjangan jabatan dan bahkan dengan penundaan pemilu 2024.


Biar bagaimanapun, ada rasa kekhawatiran, kecemasan dan ketakutan dari rezim menghadapi transisi kekuasaan yang akan diambil dari figur pemimpin dari luar lingkar kekuasaannya. Rezim seperti mengalami paranoid, terjangkit "post power syndrom" dini dan akut.


Pemerintahan gagal selama ini seperti terserang virus yang mematikan terhadap kesadaran akal sehat, nurani dan moralitas. Sadar akan ketidakmampuan bertahan dan meneruskan kekuasaan untuk selama-lamanya. Syahwat presiden 3 periode atau perpanjangan jabatan  dan atau penundaan pemilu 2024, membuat pemerintah seperti sedang melakukan masturbasi politik. Memuaskan libido politik sendiri, sambil melakukan pelecehan terhadap rakyat. 


Menjadi psikopat dan teroris konstitusi, secara telanjang menampilkan adegan tak senonoh dan pelbagai skandal kejahatan politik yang tak ada habis-habisnya. Termasuk menjegal  Anies menjadi presiden dalam pilpres 2024 mendatang,  betapapun mahal ongkos sosial politiknya dan betapapun besar resikonya terhadap bangunan kebangsaan yang ada. Demi kesinambungan dan keselamatan rezim kekuasaan nantinya, segala  cara harus tetap dilakukan. Termasuk fenomena Anies didukung rakyat, Anies dibendung aparat.


Dari pinggiran catatan labirin kritis dan relung kesadaran perlawanan.


Bekasi Kota Patriot, 15 Desember 2022

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال