HSH SEBAGAI MODUS AKHIR PENJUALAN/PRIVATISASI PLN !!
Oleh : Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST.
Dari Seminar yg diadakan oleh Serikat Pekerja di kalangan Anak Perusahaan PLN (yaitu PP IP dan SP PJB) dengan "Keynote Speech" Ir. Djiteng Marsudi (mantan DIRUT PLN 1995-1997) pada 22 Juli 2020, terungkap bahwa pembangkit PLN yang masih beroperasi di Jawa-Bali hanya sekitar 3.000 MW. Padahal kebutuhan perhari antara 25.000 MW - 30.000 MW. Artinya sekitar 20.000 MW lebih sudah dikuasai oleh pembangkit IPP Swasta Aseng/Asing seperti Senhua, Huadian, Chengda, Marubeni dll yang saat ini berkonspirasi dengan "Oligarkhi PengPeng" seperti JK, Luhut BP, Dahlan Iskan dan Erick Thohir. Padahal Ritail Jawa-Bali sudah dijual Dahlan Iskan saat ybs Dirut PLN dan Menteri BUMN mulai 2010 ke Tommy Winata, James Riady serta Taipan 9 Naga yang lain.
Berarti mulai awal 2020 kelistrikan Jawa-Bali sudah dalam keadaan Kompetisi Penuh atau "Multy Buyer and Multy Seller" (MBMS) System yang biaya operasinya sudah diluar kendali Negara (PLN), dan mengikuti saja berapa biaya operasi yang timbul dari Kartel Listrik Swasta itu yang ditagihkan lewat PLN ? Namun dalam hal ini PLN sudah tidak terlibat dalam penyusunan "operating cost" tersebut mengingat hanya menguasai kawat2 Transmisi dan Distribusi alias hanya menjadi "Kuli Panggul" stroom saja.
Maka pantas saja sejak PLN dibawah DIRUT Dahlan Iskan subsidi listrik mulai 2010 menjadi diatas Rp 100 triliun, padahal biasanya hanya sekitar Rp 50 - 70 triliun. Dan pada 2020 subsidi listrik sebenarnya sudah Rp 200,8 triliun (Repelita Online 8 Nopember 2020) namun PLN melaporkan dalam Laporan Keuangannya bahwa 2020 justru untung Rp 5,95 triliun. Dalam hal ini ditengarai PLN bermain "dua panggung" demi menjaga citra Pemerintah ! Sehingga makin kesini sebenarnya biaya operasi kelistrikan yang ditagihkan Kartel itu makin membesar !
Dengan kondisi beban subsidi listrik yang makin berat maka Pemerintah terpaksa mengikuti skenario "The Power Sector Restructuring Program" (PSRP) yg diterbitkan IFIs pada tgl 25 Agustus 1998. Yaitu setelah berhasil meng "Unbundling" secara Vertikal PLN Jawa-Bali, maka selanjutnya diterapkan HSH (Holding-Sub/Holding) PLN Jawa-Bali guna "mereduksi" peran Holding di bidang Pembangkit, Transmisi dan Distribusi. Dan setelah Holding tidak memiliki fungsi operasional kelistrikan lagi maka PLN Jawa-Bali di IPO kan, dan selanjutnya PLN dibubarkan. Sehingga urusan Kelistrikan Jawa-Bali dilakukan oleh Kartel Liswas dengan mekanisme MBMS dan saat yg demikian tidak ada lagi campur tangan Negara dalam bentuk apapun !
Namun demikian saat ini HSH Transmisi terlihat belum dibentuk ! Hal ini dikarenakan masih menunggu adanya UU "Power Wheeling System" serta melihat situasi, apakah kira kira mekanisme sudah waktunya dilepas ? Karena tarip listrik pasti akan naik berkali lipat dari saat ini ! Apakah rakyat tidak berontak ?
Sehingga kemungkinan besar dilepasnya kelistrikan Jawa-Bali dalam MBMS System dan diserahkannya PLN Luar Jawa-Bali ke PEMDA sesuai semangat OTTONOMI DAERAH, akan dilakukan pada akhir Pemerintahan Jokowi !!
KESIMPULAN :
Keluarga Besar PLN dan Rakyat di bohongi Menteri BUMN , ESDM, serta Direksi PLN bahwa dengan HSH akan menuju ke PLN yang lebih perkasa, effisien, untung besar sehingga tarip menjadi murah, gaji karyawan naik, pensiunan makin sejahtera !
Padahal yg akan terjadi sebaliknya ! Menyusul nasib NAPOCOR Philipina yang bubar tahun 2007 !
Innalillahi wa Inna ilaihi roojiuunn !!
MAGELANG, 13 DESEMBER 2022.