Opini: Kembali Menuju Ibu Kota, Setelah Membela Gusnur Dalam Kasus Ijazah Palsu Jokowi

Opini: Kembali Menuju Ibu Kota, Setelah Membela Gusnur Dalam Kasus Ijazah Palsu Jokowi


Opini oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.

Tim Advokasi Gus Nur & Bambang Tri

Alhamdulillah, akhirnya kembali dalam perjalanan menuju ke ibukota setelah sejak Sabtu lalu melakukan safar ke Surabaya, Mojokerto, Gresik, dan langsung ke Solo untuk sidang Di PN Surakarta. Selasa (27/12) penulis bersama Tim Solo mendampingi sidang Gus Nur dan Bambang Tri.


Sidang kasus Ijazah palsu Jokowi yang mendudukkan Gus Nur dan Babang Tri dikursi Terdakwa menghadirkan Saksi Pelapor DODO BAIDLOWI, NASRUDIN, MUHAMMAD LUTFI, MUHAMAD RAHMAT SALEH SAGEY, FIKRIE FIRDAUZI dan IMAM RIZKY BAIHAKI. Ternyata,  semua saksi meyakini keaslian Ijazah Jokowi hanya berdasarkan asumsi.


Asumsinya kalau Ijazah Jokowi palsu, pastilah Jokowi tidak bisa ikut Pilkada Solo, Pilkada DKI Jakarta, hingga ikut dan menang Pilpres dua kali (Pilpres tahun 2014 dan 2019). Karenanya, mereka meyakini ijazah Jokowi asli.


Namun, begitu ditanya satu persatu, apakah sudah tabayun, klarifikasi atau bertanya langsung kepada Jokowi tentang keaslian Ijazahnya? Semua saksi menjawab tidak pernah. Saat ditanya satu per satu, apakah pernah melihat Ijazah SD, SMP, SMA dan S-1 Jokowi, kesemuanya kompak menjawab tidak pernah.


Sampai, Rekan Andhika mencoba bertanya dengan pertanyaan mudah, dimana SD, SMP, SMA dan tempat kuliah Jokowi? kesemuanya juga kompak menjawab tidak tahu.


Mereka meyakini ijazah Jokowi asli berdasarkan asumsi, bukan berdasarkan data dan fakta. Fakta bahwa Bupati Simalungun JR Saragih gagal Pilgub Sumatera Utara juga mereka tak tahu. Padahal, kalau menggunakan logika bisa ikut Pilbup dan menjadi Bupati Simalungun, kenapa kemudian baru diketahui jazahnya palsu dan gagal nyagub?


Yang lebih lucu lagi, saat Rekan Zaenal bertanya apakah keyakinan orang yang meyakini ijazah Jokowi palsu juga diperbolehkan sebagaimana mereka meyakini kepalsuan ijazah Jokowi, para saksi kompak menjawab boleh. Lalu, kenapa Gus Nur dan Bambang Tri dilaporkan ke polisi hanya karena meyakini ijazah Jokowi palsu?


Saksi kemudian menjawab, karena materi ijazah Jokowi dikemas dalam konten Mubahalah. Mubahalah yang dilakukan Gus Nur dan Bambang Tri tidak sesuai dengan ajaran Islam.


Saat kami kejar dengan pertanyaan apa ta'rif atau definisi mubahalah? Semua menjawab tidak tahu, padahal ada dua saksi yakni DODO BAIDLOWI dan NASRUDIN mengaku alumni Ponpes. Saksi hanye keukeuh mubahalah adalah sumpah saling melaknat, dan materi mubahalah Gus Nur dipersoalkan karena bukan terkait akidah.


Sampai ketika terdesak, tak dapat menunjukan dimana letak penodaan agama dari Mubahalah Gus Nur, karena Gus Nur dan Bambang Tri juga beragama Islam, para saksi hanya terdiam dan tidak menjawab. Ketika oleh salah satu Majelis Hakim menchalange Saksi, untuk melawan Mubahalah dengan Mubahalah, semua saksi hanya terdiam.


Padahal, kalau mereka para saksi ini yakin ijazah Jokowi asli, tinggal lakukan Mubahalah dan siap dilaknat Allah SWT kalau nantinya ternyata ijazah Jokowi palsu. Kenapa malah melaporkan Bambang Tri yang meyakini ijazah Jokowi palsu dan Gus Nur yang membimbing Bambang Tri Mubahalah terkait Ijazah palsu Jokowi?


Yang lebih lucu lagi, para saksi ini menafsirkan demonstrasi sebagai keonaran. Akibat Mubahalah Gus Nur dan Bambang Tri dianggap menimbulkan keonaran dengan adanya demo didepan Bareskrim.


Rekan Zaenal berulangkali menanyakan apakah demo dilarang? melanggar hukum? dijawab tidak. Lalu kenapa ada demo dianggap keonaran yang diakibatkan oleh Mubahalah Bambang Tri?


Kita semua paham, bahwa demonstrasi adalah salah satu sarana menyampaikan pendapat dimuka umum. Dalam UU No 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum, disebutkan bahwa diantara jenis penyampaian pendapat dimuka umum adalah demonstrasi.


Penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat umum, dan atau mimbar bebas. Bentuk kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum diantaranya adalah dengan unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat umum, dan atau mimbar bebas.


Unjuk rasa atau Demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum.


Lalu sejak kapan Demonstrasi atau unjuk rasa berubah menjadi keonaran? 


Demonstrasi adalah hak menyampaikan pendapat yang dijamin konstitusi. Dalam pasal 28 UUD 1945, hak dan kemerdekaan menyampaikan pendapat dijamin. Pasal 29 UUD 1945 menjamin kebebasan beribadat sesuai agama dan keyakinannya.


Entahlah, ini kasus yang lucu dan menggelikan. Orang menjalankan keyakinan Mubahalah kok dianggap menista agama. Ijazah asli Jokowi tidak ada kok yang punya pendapat dan kajian ijazah palsu diangap bohong. Ada demo dianggap keonaran. Lalu sebenarnya ini negara apa? Negara yang menjamin hak berpendapat dan beribadat atau negara fasis komunis? [].

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال