OLEH: Dr Memet Hakim, Ketua Umum APIB & Pengamat Sosial
Banyak yang bertanya kenapa TNI sekarang berbeda sikapnya dengan TNI yang lama ? Rasanya perlu reposisi atau ganti nama lagi. Ada apa sebenarnya ? Kita lihat sejarahnya dulu ya.
Dari catatan sejarah Wikipedia, 2022, Sejarah Tentara Nasional Indonesia (TNI) dibentuk melalui perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dari ancaman Belanda. TNI pada awalnya merupakan organisasi yang bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR). Kemudian pada tanggal 5 Oktober 1945 menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), dan selanjutnya diubah kembali menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Tahun 1985 namanya Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)
Pada masa perjuangan kemerdekaan, rakyat Indonesia membentuk laskar-laskar perjuangan sendiri atau badan perjuangan rakyat. Selanjutnya pemerintah Indonesia untuk menyempurnakan tentara kebangsaan, dengan menyatukan dua kekuatan bersenjata yaitu TRI dan badan-badan perjuangan rakyat, maka pada tanggal 3 Juni 1947 Presiden Soekarno mengesahkan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI) secara resmi. Artinya TNI itu merupakan persatuan tentara reguler dan tentara rakyat. Pantas saja ada slogan TNI manunggal dengan Rakyat.
Setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) pada bulan Desember 1949, Indonesia berubah menjadi negara federasi dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). Sejalan dengan itu maka dibentuk pula Angkatan Perang RIS (APRIS) yang merupakan gabungan antara TNI dan KNIL.
Pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS dibubarkan dan Indonesia kembali menjadi negera kesatuan, sehingga APRIS berganti nama menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI). Satuan ini terdiri dari tentara reguler, laskar dan KNIL.
Pada tahun 1962, dilakukan upaya penyatuan antara angkatan perang dengan kepolisian negara menjadi sebuah organisasi yang bernama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Tujuannya untuk mencapai tingkat efektivitas dan efisiensi serta menjauhkan pengaruh dari kelompok politik tertentu.
Pada tahun 1998 terjadi perubahan situasi politik di Indonesia. Perubahan tersebut berpengaruh juga terhadap keberadaan ABRI. Pada tanggal 1 April 1999 TNI dan Polri secara resmi dipisah menjadi institusi yang berdiri sendiri.
Setelah itu sebutan ABRI sebagai tentara dikembalikan menjadi TNI, sehingga Panglima ABRI menjadi Panglima TNI. Tidak heran jika di TNI ada 8 wajib TNI yang harus dekat dengan rakyat yakni :
1. Bersikap ramah tamah terhadap rakyat.
2. Bersikap sopan santun terhadap rakyat.
3. Menjunjung tinggi kehormatan wanita.
4. Menjaga kehormatan diri di muka umum.
5. Senantiasa menjadi contoh dalam sikap dan kesederhanaanya.
6. Tidak sekali-kali merugikan rakyat.
7. Tidak sekali menakuti dan menyakiti hati rakyat.
8. Menjadi contoh dan mempelopori usaha-usaha untuk mengatasi kesulitan rakyat sekelilingnya.
Nah masalahnya sekarang TNI sudah menjadi TNP (Tentara Nasional Pemerintah) dan pembatu Polisi. Para petinggi TNI sudah melupakan sejarah dan mulai begeser fungsinya menjadi pelindung konglomerat dan penguasa. Lupa darimana dia berasal. Saat tentara miskin, seragam saja tidak punya, hijrah dan perang bersama rakyat, bersatu bersama rakyat. Setelah kaya, punya senjata modern, seragam yang bagus terus kenal konglomerat non pri dan dipengaruhi oleh paham neo komunis yang menganut Islamphobia, para petingginya lupa akan sumpahnya, lupa pada jati dirinya. Mereka mulai menjauh dari rakyat. Sumpah prajurit dan 8 wajib TNI dilanggar. Mungkin istilah militer desersi yang tepat
Sejarah membuktikan bawa Cina belum pernah menang lawan Indonesia sejak jaman Kertanegara, namun sekarang TNI berpihak pada Cina dan Presiden semuanya telah berubah. Ada baiknya tentara reguler dan laskar-laskar dipisah kembali, supaya jelas seperti masa perjuangan. Rakyat Indonesia harus kembali berjuang dari dominasi aseng, merebut kembali kedaulatan rakyat yang telah dibajak oleh partai. TNI harus kembali menjadi Tentara Rakyat Indonesia, tentara pejuang…..
Saya masih ingat pesan kakek alm, jika ingin kehormatan dan kemulyaan jadilah tentara, kalau mau kaya jadilah pengusaha, kalo mau pahala jadilah guru atau ustad. Sekarang banyak jendral tentara kaya, makanya menjadi takut kenyamanannya terganggu. Mungkin pesan kakek alm isinya dalam sekali.
TNI yang terkenal jiwa korsanya paling kuat, sekarang menyedihkan sekali. Melihat teman2nya dibunuh di Papua, melihat Purnawirawannya dibantai dan dikeroyok peranakan cina, TNI aktifnya malah diem saja, bahkan aparat setempat cenderung untuk tidak berbuat apa2, padahal tentara aktif ini akhirnya akan pensiun juga.
Beruntunglah masih ada para purnawirawan yang tergabung dalam organisasi pejuang, mereka yang membela dan mendampingi. Apa karena para purnawirawan ini termasuk anggota TNI jaman dulu yang sempat ditugaskan di daerah pertempuran, sehingga masih kuat jiwa korsanya.
Slogan TNI manunggal dengan Rakyat itu sekarang sudah terkubur. TNI semakin lemah berada diketiak penguasa dan konglomerat aseng. Giliran harus perang nanti bingung, harus gerilya berlindung dimana, logistik kurang, minta ke rakyat malu, lahanpun sudah dikuasai oligarki jadi mau gerilya andalan tentara juga makin sulit.
Perubahan TNI manunggal dengan penguasa itu yang membuat TNI lemah, walau alutsista dan personalmya hebat. Lihat contohnya di Papua, kasus2 peranakan Cina yg meremehkan tentara, seolah semua tentara bisa dibayar.
Perlu perubahan dan kembali ke Tupoksi TNI yakni “bidang Pertahanan Negara” jangan diartikan sempit, hanya Pertahanan terhadap terhadap Invasi atau serangan dari luar.
Tupoksi TNi haruslah menjadi sbb :
1. Pengawal pencapaian tujuan Nasional sesuai UUD 1945.
2. Pengawal Konstitisi & Dasar Negara.
3. Pertahanan dan Keamanan Negara dalam rangka menegakkan Kedaulatan Negara terhadap segala ancaman.
Jika tidak bisa berani kembali ke tupoksinya ganti nama aja dari TNI menjadi Tentara Rakyat Indonesia (TRI), supaya tetap setia pada rakyat dan negara, selalu ingat jati dirinya. TRI pasti anti komunis dan tidak menganut Islamphobia. Semoga Panglima TNI yang baru menjabat dapat membaca dan merenungkan kembali posisi TNI.
Bandung, 16 Desember, 2022