"PENYELUNDUPAN" PASAL DI RUU EBT, GUNA TUNTASKAN "LEGO" PLN ??

"PENYELUNDUPAN" PASAL DI RUU EBT, GUNA TUNTASKAN "LEGO" PLN ??


Oleh : Ahmad Daryoko

Koordinator INVEST.


Dalam pembahasan RUU EBT (Energi Baru Terbarukan) yg diadakan lewat zoom oleh IRRES (sebuah NGO yg dipimpin DR. Marwan Batubara) beberapa hari yang lalu , seorang pembicara dari Anggota DPR RI Komisi VII menyampaikan bahwa ada pasal dalam konteks  "Power Wheeling System" yg di "selundupkan" oleh pihak  PEMERINTAH  lewat RUU EBT ini. 


Dikatakan bahwa "Power Wheeling" adalah pemanfaatan bersama  jaringan Transmisi dan Distribusi oleh entitas pembangkit dan ritail. Atau dengan kata lain sebagai usaha "privatisasi" Transmisi dan Distribusi PLN (sebagaimana sudah terjadi di sisi pembangkit dan ritail). Namun dikatakan oleh Anggota DPR tersebut bahwa usulan Pemerintah itu ditolak. Yang dikatakan sebagai pihak Pemerintah disini tentunya kelompok Kementerian ESDM, BUMN dan PLN sendiri. 


Perlu diketahui sesuai konsep "The Power Sector Restructuring Program" (PSRP), bahwa PLN Jawa-Bali di privatisasi/dijual, sedang PLN Luar Jawa-Bali kelak akan diserahkan ke PEMDA ! 


Sehingga untuk Jawa-Bali saat ini sudah terjadi privatisasi/penjualan PLN  dimana di sisi pembangkit sudah dikuasai oleh Shenhua, Huadian, Chengda, GE, Mitshui, Marubeni, Jerra, Mitsubishi, Itechu dll (yang diantaranya didalam nya ada saham JK, Luhut, Dahlan Iskan, Erick Tohir dkk). Sedangkan pada sisi ritail Dahlan Iskan telah menjualnya ke Taipan 9 Naga mulai 2010. Dengan demikian PLN  kawasan Jawa-Bali sudah terjadi "Unbundling Vertikal" secara total dan PLN hanya mengoperasikan Transmisi dan Distribusi saja, serta hanya dipinjam namanya saja terlebih saat dipakai untuk menagih subsidi listrik ke Pemerintah (atau sebagai "Debt Colector" dari Kartel Listrik Swasta). 


Dengan kondisi seperti diatas mestinya Jawa-Bali sudah dalam kondisi mekanisme kompetisi penuh atau "Multy Buyer and Multy Seller" (MBMS) System. Namun Pemerintah ber inisiatif untuk menebus MBMS tersebut dengan subsidi sebesar rata2 Rp 200 triliun per tahun (Repelita Online, 8 Nopember 2020), namun PLN selalu mengatakan dalam Laporan Keuangannya bahwa masih untung antara Rp 5 triliun - Rp 14 triliun tiap tahunnya. 


Selanjutnya mulai awal 2022 PLN gencar terapkan program HSH (Holding - Subholding). Yang menurut konsep aslinya (yaitu PSRP) program ini dimaksudkan untuk "mereduksi" peran (administrasi) PLN Holding dalam pengelolaan pembangkit, transmisi, dan distribusi. Setelah tidak ada lagi peran Holding dalam operasional harian , maka selanjutnya HSH Jawa-Bali di IPO kan (setelah gol 450 VA dan 900 VA dihapus) dan selanjutnya Jawa-Bali diterapkan MBMS System. Dan setelah itu subsidi listrik yang biasanya ditanggung Pemerintah sekitar Rp 200 triliun pertahun, dengan MBMS System  tersebut akhirnya dibebankan ke Konsumen/Rakyat secara langsung ! Makanya di Negara2 yang telah menerapkan MBMS (terakhir spt Philipina dan Kamerun, sebagaimana di bicarakan di Sidang MK 2003) , tarip listrik akan melonjak minimal 5x lipat. Bahkan di Kamerun pernah terjadi lonjakan tarip sampai 10x lipat saat "peak load" atau beban puncak pada jam 17.00 - 22.00 malam. Dan akhirnya timbul revolusi sosial pada 1999.


KESIMPULAN :


Dengan adanya fakta bahwa Pemerintah telah berusaha "menyelundupkan" pasal pasal "Power Wheeling System" (guna penerapan MBMS) kedalam RUU EBT diatas, maka terbukti bahwa selama ini Menteri BUMN dan Manajemen PLN telah berbohong dengan mengatakan bahwa HSH adalah strategi untuk digitalisasi pembangkit, transmisi,distribusi sampai ke system penjualan (Ritail), sehingga PLN akan untung besar dan rakyat sejahtera !


Ternyata itu semua bohong ! Karena yang sebenarnya adalah untuk penerapan liberalisasi kelistrikan sehingga Pemerintah tidak terbebani subsidi lagi !


UNTUK ITU RAKYAT HARUS TOLAK HSH YANG SAAT INI DI GENCARKAN PEMERINTAH DAN PLN !! 


ALLOHUAKBAR !!

MERDEKA !!


MAGELANG, 30 DESEMBER 2022.

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال