Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Ketua Umum LBH LESPASS (Lex Sharia Pacta Sunt Servanda)
Saat penulis menulis artikel dengan judul 'TUNDA PEMILU, MODUS MEMPERPANJANG USIA KEKUASAAN PRESIDEN JOKO WIDODO', salah satu netizen di GWA Tokoh Nasional berkomentar:
_"Manusia hti kepanasan. Tdk mengakui demokrasi, hdpnya di sibuk repotkan oleh demokrasi 🤣"_
Komentar yang sebenarnya mengkonfirmasi penulisnya gelisah, cemas, khawatir narasi tunda Pemilu mendapatkan perlawanan rakyat. Karena umumnya, yang setuju tunda Pemilu adalah gerombolan antek Jokowi.
Entahlah, apakah masalah kegentingan berbangsa karena ada upaya ngotot mempertahankan kekuasaan dengan modus tunda Pemilu hanya dianggap kegelisahan segelintir orang atau kelompok masyarakat, dan bukan merupakan kegelisahan segenap elemen anak bangsa.
Padahal, sejumlah tokoh nasional juga banyak yang khawatir dan risau dengan wacana ini. Terlebih lagi, setelah membaca indikasi kuat penundaan Pemilu bukanlah gosip politik biasa, melainkan sebuah gerakan politik yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan massif.
Gaung tunda Pemilu bukan hanya disuarakan oleh buzzer, melainkan juga oleh sejumlah pejabat elit negeri. Sebut saja Airlangga Hartarto, Cak Imin, Zulkifli Hasan, Bambang Soesatyo, La Nyalla Mataliti hingga Viva Ariyoga juga bersuara dengan tendensi mendukung penundaan Pemilu.
Para pejabat dan elit ini merasa diuntungkan dengan tunda Pemilu. Mereka dapat terus berkuasa, tanpa perlu berkeringat.
Penulis sendiri masih melihat, potensi tunda Pemilu masih mungkin dieksekusi hingga benar-benar terjadi pemungutan suara. Kritik terhadap wacana penundaan Pemilu adalah ikhtiar, agar rencana ini dapat dipastikan hanya berakhir sebagai wacana.
Kenapa segenap elemen anak bangsa gelisah dengan wacana tunda Pemilu?
Sederhana saja, karena mayoritas tidak ingin negeri ini terpuruk dan tambah dalam dibawah kepemimpinan Saudara Jokowi. Andai, dibawah Jokowi BBM murah, utang lunas, rakyat sejahtera, wacana tunda Pemilu juga tetap ilegal karena melanggar konstitusi.
Apalagi, wacana tunda Pemilu ini dugulirkan ditengah kegagalan Jokowi, rakyat susah, BBM mahal, listrik naik, utang menggunung, bangsa terbelah nenjadi cebong kampret dan kadrun, dan sebagainya. Jadi wajar, segenap elemen bangsa gelisah dan khawatir Jokowi terus berkuasa, karena akan menambah kerusakan yang terjadi di negeri ini.
Jadi, analisa dan kritik yang penulis sampaikan tidak hanya mewakili HTI. Tetapi, ini adalah suara batin dan konfirmasi kegelisahan segenap elemen anak bangsa.
Aneh saja jika ada yang menganggap Tunda Pemilu hanya wacana biasa dan terlena dengan narasi copras capres. Sebab, apa yang penulis tuliskan ini lebih sulit diingkari ketimbang untuk diyakini. [].