Opini oleh Chazali H Situmorang / Pemerhati Kebijakan Publik
Menjelang akhir tahun 2022, tepatnya 30 Desember 2022,
Presiden menerbitkan PERPPU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Beleid tersebut membuat inkonstitusional bersyarat yang
ditetapkan Mahkamah Konstitusi pada Undang-Undang No. 11-2020 tentang Cipta
Kerja menjadi gugur.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan,
Mahfud MD mengatakan Perppu No. 2-2022 diterbitkan atas dua dasar, yakni
kebutuhan mendesak presiden dan kekosongan hukum. "Menurut ilmu hukum di
manapun, hampir seluruh ahli hukum sependapat bahwa keadaan mendesak itu adalah
hak subjektif presiden. Itu adalah kunci utama untuk dikeluarkannya
Perppu," kata Mahfud di Kantor Kepresidenan, Jumat (30/12).
Bagaimana pendapat Prof. Denny Indrayana? Beliau menyatakan,
PERPPU ini memanfaatkan konsep “kegentingan yang memaksa.” Hal ini pada
akhirnya menegasikan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menguji formal dan
memutuskan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
Denny menilai jika ada anggapan seperti diberbagai
pemberitaan bahwa " PERPPU No 2/2022 ini menggugurkan Putusan MK” maka hal
ini yang menjadi kesalahan besar.
Sebab ini berarti presiden telah melakukan pelecehan atas
putusan sekaligus kelembagaan Mahkamah Konstitusi. Presiden tidak menghormati
MK. "Presiden telah melakukan Contempt of the Constitutional Court,"
ungkapnya.
Sebab Mahkamah Konstitusi diberikan kewenangan oleh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk menguji
konstitusionalitas undang-undang.
Ketika MK menyatakan satu UU tidak konstitusional, maka
pembuat undang-undang harus patuh dan melaksanakan putusan MK. "Bukan
dengan menggugurkannya melalui PERPPU," kata Denny.
Perlu diketahui,
putusan MK tegas menyatakan secara formal UU No 11/2020 tentang Cipta
Kerja bertentangan dengan UUD 1945.
Tetapi MK masih berbaik hati pada pembuat Undang-Undang,
walaupun UU Nomor 11/2020 inkonstitusional, tidak final, tetapi bersyarat.
Syaratnya apa? Diperbaiki UU tersebut, dari aspek metode Omnibus Law dan
partisipasi publik yang signifikan,dalam jangka waktu 2 tahun. Jika tidak, UU
Cipta Kerja tidak konstitusional secara final.
Kita masih ingat, walaupun Presiden Jokowi kecewa dengan
putusan MK itu, tetapi secara tegas menyatakan bahwa Pak Jokowi patuh pada
keputusan MK. Jejak digital/dokumen atas
sikap Presiden tersebut,dapat kita baca
dari berbagai media elektronik dan media cetak.
Sebagai bentuk kepatuhan Pemerintah dan DPR terhadap
Keputusan MK, maka UU Nomor 12/2011 Tentang Pemebentukan Peraturan
Perundang-undangan diperbaiki dengan memasukkan metode Omnibus Law dalam proses
perencanaan penyusunan perundang-undangan. Terbitlah perubahan kedua UU P3 itu
Nomor 13/2022.
Produk pertama dari UU Nomor 13/2022, lahirnya UU Tentang
Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), yang juga masih menimbulkan
persoalan dimasukkannya dana JHT yang berasal dari UU SJSN.
Mungkin yang menjadi kesulitan Pemerintah dan DPR yang
menyepakati UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja, adalah perintah MK untuk
melibatkan partisipasi aktif masyarakat secara bermakna, dalam penyempurnaan UU Cipta Kerja dengan
jangka waktu yang semakin sempit.
Jika UU Cipta Kerja itu gugur, maka pengusaha akan kecewa
berat. Investasi akan seret. Pemerintah rupanya lebih takut pada pengusaha yang
katanya akan membawa modal untuk pembangunan dari pada berlarut larut
melibatkan partisipasi masyarakat terutama para buruh yang sangat keras
menentang.
Dicarilah celah hukum. Eh ketemu. Seperti apa yang
dikatakan Menteri Koordinator Bidang
Politik, Hukum, dan Keamanan, Prof. Mahfud MD. "Menurut ilmu hukum di
manapun, hampir seluruh ahli hukum sependapat bahwa keadaan mendesak itu adalah
hak subjektif presiden. Itu adalah kunci utama untuk dikeluarkannya
Perppu," kata Mahfud di Kantor Kepresidenan, Jumat (30/12).
Lebih seru lagi yang dikatakan Menko Perekonomian Airlangga
Hartarto, yang terkesan menakut-nakuti. Menko ini mengatakan keadaan mendesak yang dimaksud
adalah percepatan antisipasi negara terhadap kondisi global, baik terkait
ekonomi maupun konflik geopolitik.
Saat ini sebanyak 30 negara telah menjadi penerima dana
bantuan International Monetary Fund atau IMF. Sementara itu, Airlangga
mengatakan 30 negara lainnya terancam menjadi penerima bantuan IMF ( tidak
dijelaskan apakah termasuk Indonesia).
Adapun, 60 negara
tersebut merupakan negara berkembang yang rentan akan krisis yang timbul dari
instabilitas perekonomian global dan konflik geopolitik. "Kondisi krisis
ini menjadi sangat riil. Semua negara menghadapi krisis pangan, energi,
keuangan, dan perubahan iklim," ujar Airlangga.
Maka beralasan jika Perppu No. 2-2022 dibutuhkan, agar
kondisi tersebut tidak mempengaruhi perilaku dunia usaha di dalam negeri.
Pasalnya, aturan tersebut dinilai akan memberikan kepastian hukum bagi para
investor.
Perlu dicatat, Airlangga menyampaikan target investasi pada
2023 naik Rp 200 triliun dari target tahun ini mencapai Rp 1.400 triliun.
Selain itu, target defisit anggaran pada tahun depan di bawah 3% atau hanya
2,8%.
Alasan keadaan mendesak dan kekosongan hukum dimaksud, tidak
dijelaskan secara detail. Kondisi- kondisi yang disebut Airlangga itu, tidak
diuraikan secara rinci dalam indikator – indikator makro ekonomi Indonesia yang
katanya sudah pada kegentingan mendesak, sehingga memerlukan daya ungkit
pengusaha.
Padahal selama ini para elite politik dan pejabat keuangan
pemerintah membanggakan pertumbuhan
ekonomi kita luar biasa bertahan pada angka 5,2%. Mana yang benar? Tolonglah jujur pada rakyat.
Janganlah mengelola negara ini “serampangan” dengan narasi yang absurd.
Pendapat Prof Mahfud diatas seorang pakar hukum yang sedang berada di
pemerintahan, berbeda dengan Pendapat Prof Denny yang juga pakar hukum tetapi
sudah tidak lagi dipemerintahan. Denny menyebut, PERPPU ini memanfaatkan konsep
“kegentingan yang memaksa.” Dan seterusnya
sebagaimana telah saya kutip pada awal tulisan ini.
Partai Buruh Terjebak
Said Iqbal, Presiden Partai Buruh bersemangat berapi-api
mendukung PERPPU 2/2022, dengan alasan yang sangat fundamental yakni tidak
percaya lagi dengan DPR. Karena dibohongi dalam proses pembahasan UU 11/2020
tentang Cipta Kerja.
Partai Buruh mengajukan 9 poin rekomendasi kepada Tim
Penyusun PERPPU, bersma-sama dengan Kadin. Partai Buruh juga tidak percaya lagi
dengan Apindo dan memilih kawan berjuang dengan Kadin. Suatu langkah taktis
yang luar biasa untuk memperjuangkan kepentingan buruh soal pengupahan dan
outsourcing.
Setelah substansi Perpu No.2/2022 Tentang Cipta Kerja dengan
ribuan pasal itu diterima dan dipelajari oleh Partai Buruh, Presiden Partai Buruh Said Iqbal kecewa berat. Apa
yang dijanjikan ke 9 poin perbaikan yang diinginkan jauh dari harapan.
"Sikap Partai Buruh, KSPI (Kuasa Hukum Konfederasi
Serikat Pekerja Indonesia), dan organisasi serikat buruh dan petani menolak
atau tidak setuju dengan isi PERPPU setelah mempelajari, membaca, menelaah, dan
mengkaji salinan PERPPU Nomor 2 Tahun 2022 yang beredar di media sosial,"
kata Said dalam konferensi pers secara virtual pada Ahad, 1 Januari 2023.
Buruh dibohongi lagi. Kali ini oleh Tim Penyusun Rancangan PERPPU.
Jika kita menyimak penjelasan Menko Perekonomian Airlangga pada pengumuman PERPPU
2/2022, sepertinya menyerap aspirasi keinginan buruh. Ternyata isinya berbeda.
Khusus terhadap 9 pint usulan yang disampaikan partai buruh.
Kalau dalam penyusunan UU Cipta Kerja, buruh dibohongi DPR
sehingga Said Iqbal tidak lagi percaya pada DPR. Sekarang dibohongi oleh siapa?
Partai Buruh dan KSPI menggandeng Kadin dan meninggalkan
Apindo dengan harapan ada teman seiring untuk berjuang. Kadin juga merangkul
Buruh. Tapi jangan lupa bahwa Kadin dan Apindo itu serumpun.
Demikian juga Buruh mendekati Pemerintah dan mendukung PERPPU
supaya aspirasi buruh dipenuhi, dengan mengatakan tidak percaya pada DPR. Tapi
buruh lupa bahwa DPR dan Pemerintah itu serumpun, bahkan saudara kandung.
Partai Buruh masih harus belajar banyak soal politik. Tidak ada teman seiring
yang sejati. Yang sejati itu adalah kepentingan.
Kita harus menyadari dalam geopolitik Indonesia sekarang
ini. Alasan kegentingan yang mendesak dan kekosongan hukum itu kalimat sakral
yang ampuh untuk menebas rintangan hukum yang sedang dihadapi. Kita dipertontonkan
“kekosongan hukum dan penyusunan UU yang memerlukan waktu lama” itu dengan
kenyatan sebaliknya bahwa jika Presiden berkehendak DPR dapat membuat UU dalam
waktu 40 hari, UU IKN.
Tetapi UU Cipta Kerja Nomor 11/2020, pemerintah memang
berhadapan dengan tembok tebal para buruh yang kencang menolak. Akhirnya
berbagai siasat dilakukan. Buruh rupanya tidak bisa bersiasat? Perjuangan buruh
masih panjang dan tanpa henti.
Cibubur, 2 Januari 2023
Sumber:
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/212810/uu-no-13-tahun-2022
https://bisnis.tempo.co/read/1674588/tolak-isi-perpu-cipta-kerja-soal-penentuan-upah-partai-buruh-soroti-4-poin#:~:
https://nasional.kontan.co.id/news/pakar-hukum-denny-indrayana-terbitkan-perpu-no-22022-presiden-lecehkan-putusan-mk
https://katadata.co.id/intannirmala/berita/63aea44948d71/pemerintah-terbitkan-perppu-cipta-kerja-ini-dua-alasannya#:~: