OPINI: RUU PRT MENDESAK SEGERA DISAHKAN

OPINI: RUU PRT MENDESAK SEGERA DISAHKAN

Sumber: sindonews


 Oleh: Sobirin Malian*

Pekerja rumah tangga merupakan suatu pekerjaan yang memberikan jasa kepada suatu keluargauntuk mengerjakan suatu pekerjaan rumah sepertimemasak, membersihakan rumah, mencuci baju dan yang lainnya. Namun karena sering terjadiperbedaan derajat antara majikan dan pekerja dantidak adanya perlindungan hukum yang jelasterhadap pekerja rumah tangga, maka banyakterjadi kekerasan terhadap pekerja rumah tangga.

Secara sosiologis, ada dua faktor utama yang melatarbelakangi kehadiran PRT yaitukemiskinan dan kebutuhan tenaga di sektordomestik yang selama ini dibebankan kepadaperempuan (Saparinah Sadli, 1999). Masalah ketenagakerjaan dari waktu ke waktu semakin luas dan kompleks menuntut banyak perubahan dan penyempurnaan secara signifikan sehingga perlu perhatian secara serius terutama stakeholder yaitu majikan, masyarakat danpemerintah.

Dalam kaitan pekerjaan merupakan tuntutan yang harus dipenuhi oleh setiap orang dalammempertahankan kehidupannya. Di sisi lain bagi pemerintah, semakin sedikitnya peluang bekerja di sektor formal dan kesediaan lapangan kerja sangat terbatas sehingga tidak semua orang mendapatkan keberuntungan yang sama dalammendapatkan pekerjaan terutama di bidang pekerjaan formal seperti ASN, buruh pabrik, karyawan kantoran, penyandang pekerjaan profesi dan lain-lain.

Sulitnya mendapatkan pekerjaan yang lebih baik menyebabkan sebagian orang walaupun dengan berat hati berkecimpung di bidang pekerjaan informal yang salah satunya menjadi PRT.Pekerjaan ini tidak memerlukan modal dan keahlian khusus seperti halnya pekerjaan lain. Keberadaan PRT atau yang lebih dikenal sebagai pembantu rumah tangga sudah tidak asing lagi dalam kehidupan masyarakat Indonesia baik dikota- kota maupun di desa-desa. Selain itu, tidak jarang keterpaksaan tuntutan ekonomi dijadikan alasan yang menyebabkan orang menjadi PRT.

Kehadiran pekerja rumah tangga di zaman modern saat ini sangat dibutuhkan banyakkalangan terutama bagi masyarakat perkotaan.Oleh karena masyarakat menganggap kehadiranPRT dapat meringankan dan mempermudahdalam mengerjakan berbagai urusan yangberkaitan dengan kegiatan rumah tangga. PRT harus mampu mengerjakan sendiri semuapekerjaan yang menyangkut urusan rumah tangga yang ada.

Dalam melakukan pekerjaan, PRT tidak mengenal waktu, karena setiap saat harus siap melakukan pekerjaan. Akan tetapi, menjadi hal yang sangat disayangkan, apa yang telahdiperbuat oleh PRT terkadang tidak mendapatkan perlakuan yang sewajarnya dari majikan,pekerjaan ini sangat rentan terhadap pelanggaran hak-hak, bahkan penyiksaan termasuk pelecehan seksual. Sering diperlakuan yang tidak wajar, sering terjadi pelanggaran hukum ketenagakerjaan kepada PRT, adanya penyalahgunaan perjanjian kerja (misalnya secara lisan dipekerjakan sebagai pekerja rumah tangga namun ternyata dijadikan sebagai pekerja seks, tidak ada mekanisme dan sistem kerja yang jelas(upah, jam kerja, dan lain-lain), upah yang tidak dibayar, upah yang rendah, jam kerja yangpanjang serta adanya kondisi kerja yang membahayakan tanpa perlindungan, tidak adanyajaminan kesehatan, kematian, kecelakaan ditempat kerja, jaminan hari tua.

(http//keadilan social.wordpress. com/2008/05/03hak-hak-prt-atau-pembantu-rumah-tangga-tidak-dihor-mati, diakses 12 Februari 2023).

Masalah lain secara sosial, PRT tidak dianggapsebagai suatu profesi sehingga pemenuhan hak-haknya seringkali hanya berdasarkan belas kasihan atau kemurahan hati majikan bahkansecara normatif PRT juga belum dianggap sebagai suatu profesi karena aktivitas PRT dianggap jauh dari aktivitas produksi. Dalam menjalankan pekerjaannya, PRT masuk dalam situasi pekerjaan yang tidak memiliki norma-norma hukum selayaknya pekerja formal,pengawasan dari instansi yang berwewenang maupun belum adanya perjanjian kerja. Dengan adanya kondisi tersebut maka beberapa masalahbiasanya dihadapi PRT dan membutuhkan perlindungan antara lain masalah upah yangrendah atau tidak dibayar, jam kerja yang tidakmemiliki batasan, fasilitas yang menunjang bagi PRT untuk keamanan, kesehatan dan keselamatan belum memadai, hak libur atau cuti, beban kerja yang tidak dibatasi dan rentan terhadap kekerasan fisik dan pelanggaran hak asasi manusia.

Pernyataan Pers Institut Perempuan (JALA PRT) menyatakan kinerja perlindungan negara terhadap pekerja rumah tangga masih jauh darimemuaskan. Terhitung sejak tahun 2007 hingga tahun 2011, tercatat 726 kasus kekerasan berat terhadap pekerja rumah tangga di Indonesia, terdiri dari 536 kasus upah tidak dibayar, 348 kasus di antaranya terjadi pada pekerja rumahtangga anak, 617 kasus penyekapan, penganiayaan hingga luka berat, dan bahkan meninggal dunia.

(http://www.institutperempuan. or.id/?p=182).

Tidak ada Undang-Undang yang secara khusus diIndonesia yang melindungi PRT. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, menetapkan hak-hak standarbagi pekerja di Indonesia  yang didefinisikan  sebagai  “Seseorang yang bekerja dan mendapatkan upah dan atau bentuk upah lainnya”. Ini semestinya mencakup PRT namunundang-undang tersebut mengecualikan PRT dari cakupannyayang berarti PRT tidak diberi perlindungan di bawah UUK. Tindakan-tindakan yang dialami pekerja rumah tangga sebagaimana tersebut di atas, disebabkan lemahnya kondisi PRT, terutama dalam hal posisi tawar (bargaining power), para pekerja tidak memiliki kekuatanketika berhadapan dengan majikan karena keahlian dan tingkat pendidikan yang rendah dan tidak adanya organisasi pekerja yang menaungi, menampung dan memperjuangkan kepentingan mereka. Lebih dari itu kebijakan pemerintah tidak responsif dan akomodatif terhadap perubahan- perubahan yang terjadi dalammasyarakat (Andrian Sutedi, 2019).

Kedudukan yang tidak sederajat tersebut, mengakibatkan pekerja hanya mengandalkan tenaga yang melekat pada dirinya untukmelakukan pekerjaan. Bahkan majikan sering menganggap bahwa pekerja hanyalah sebagai objek dalam hubungan kerja. Keadaan inimenimbulkan adanya kecenderungan majikan melakukan perbuatan sewenang-wenang kepada pekerja rumah tangga. Hubungan antara Pekerja Rumah Tangga dengan pengguna jasa banyak dikondisikan dalam hubungan kekeluargaan yangdalam banyak hal mengaburkan hubungan kerjayang berakibat pada hak-hak pekerja tidak terukur.

Pekerja dari Sudut Yuridis dan Sosial Ekonomis

Kedudukan pekerja pada hakikatnya dapat ditinjau dari dua aspek, yakni aspek yuridis dan aspek sosialekonomis. Dari segi yuridis kedudukan pekerjasama dengan majikan. Namun, secara sosial ekonomis kedudukan pekerja adalah tidak sama (terutama yang unskilled labour), sebagai orang yang tidak mempunyai bekal hidup lain terpaksa bekerja pada orang lain. Pemberi kerjalah pada dasarnya memberikan syarat-syarat kerja. Pekerja membutuhkan perlindungan hukum dari negara atas kemungkinan adanya tindakan sewenang- wenang dari majikan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa masalah ketenagakerjaan adalah bagian integral dari masalah ekonomi, sehingga masalah pembangunan ketenagakerjaan juga merupakan bagian dari masalah pembangunan ekonomi. Seiring dengan perkembangan teknologi yang ada sekarang,persoalan PRT sering tampak ke permukaan dari berbagai daerah di Indonesia. Hal ini yang mencerminkan tanda-tanda banyaknyapermasalahan yang dialami PRT. Namun, sampaisaat ini belum ada perlindungan hukum yang memadai terhadap PRT tersebut.

Situasi hidup dan kerja PRT sama sekali tidak mencerminkan pekerja. Pekerja rumah tanggadalam menjalankan pekerjaannya termasuk dalampekerjaan yang tidak memiliki norma-norma hukum selayaknya pekerja formal yang diatur dalam UUK sehingga hak-hak sebagai pekerja terabaikan. Tidak adanya peraturan khusus tentang pekerja rumah tangga sehingga dianggap perluuntuk melindungi PRT dan membuat aturan tentangperlindungan PRT sebagai dasar PermenakerNomor 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan secara Internasional KonvensiILO Nomor 189 Tahun 2011 tentang Kerja Layak Bagi Pekerja Rumah Tangga. Berdasarkan latarbelakang yang telah diuraikan di atas, bagaimanakebijakan perlindungan hukum bagi pekerja rumahtangga melalui asas kepastian hukum.

Penting Adanya Perlindungan Hukum

Dari persoalan diatas, jelas diperlukan adanyaperaturan perlindungan terhadap pekerja rumahtangga. Peraturan terhadap pekerja rumah tanggaini diberikan dengan mengingat asas penghormatan hak asasi manusia dan keadilan serta kesetaraan.Perlindungan tersebut bertujuan untuk memberikan pengakuan secara hukum atas jenis pekerjaan PRT,pengakuan bahwa pekerjaan kerumahtanggaanmemiliki nilai ekonomis, mencegah segala bentukdiskriminasi, pelecehan dan kekerasan terhadap PRT, dalam mewujudkan kesejahteraan, mengatur hubungan kerja yang menjunjung tinggi nilai-nilaikemanusiaan, keadilan dan kesetaraan (TurratmiyahSri, Annalisa Y,2013).

Dalam kaitan itu, ILO (International LabourOrganization) telah melahirkan sebuah konvensiyaitu ILO Convention 189 Decent Work for Domestic Workers pada tahun 2011 yang mengingatbahwa pekerjaan rumah tangga masih terusdiremehken dan tidak terlihat dan utamanya dikerjakan oleh perempuan dan anak perempuan,yang sebagian besar merupakan migran atauanggota masyarakat yang secara historis tidak beruntung dan oleh karena itu sangat rentan terhadap diskriminasi dalam hal kondisi kerja dan pekerjaan, dan terhadap pelecehan hak asasi lain, dan mengingat juga bahwa, pekerja rumah tangga merupakan salah satu angkatan kerja yangterpinggirkan.

Untuk itu mendesak adanya sebuah peraturan untukmelengkapi standar umum dan standar khusus bagipekerja rumah tangga, yang memungkinkan merekauntuk menikmati hak-hak mereka secara penuh.

ILO telah mengadopsi sebuah Konvensi dan Rekomendasi bagi pekerja rumah tangga, yaitu Konvensi No. 189 dan Rekomendasi No. 201 tentang Decent Work for Domestic Workers”. Konvensi ini telah diresmikan pada saat KonferensiPerburuhan Internasional ke-100 pada tanggal 11Juni 2011.

Alasan yuridis mengenai perlindungan PRTsebenarnya sudah tertuang dalam Pasal 27 UUD 1945, dinyatakan bahwa tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, UU No. 39 Tahun 1999 tentangHak Asasi Manusia, Pasal 1 poin 12 UU No. 23Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan Hak Anak adalah bagian dari HAM yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi olehorang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah danNegara, serta Pasal 4 UU No. 23 Tahun 2004tentang Penghapusan Kekerasan dalam RumahTangga yaitu: mencegah segala bentuk kekerasandalam rumah tangga, melindungi korban kekerasandalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasandalam rumah tangga, dan memelihara keutuhanrumah tangga yang harmonis dan sejahtera.

ILO menghasilkan konvensi ILO No.189 mengenaiKerja Layak Pembantu Rumah Tangga merupakan suatu konvensi untuk melindungi Pekerja RumahTangga di seluruh dunia dan menjadi landasanuntuk memberikan pengakuan dan menjamin PRTmendapatkan kondisi kerja yang layak.

Permenaker Nomor 2 tahun 2015 ini mengutamakan perlindungan dengan menggunakan skema pelaksanaan hak-hak normatif sebagai pekerja namun tetap menghormati kebiasaan,budaya dan adat istiadat yang berlaku dimasyarakat setempat. Mengenai sanksi bagi LPPRT(Lembaga Penyalur Pekerja Rumah Tangga) yangmelakukan pelanggaran, aturan Permenaker No.2tahun 2015 mengancam memberikan sanksi tegas. Mulai dari sanksi ringan berupa peringatan tertulis,pemberhentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha LPPRT hingga pencabutan izin olehgubernur. Termasuk soal pemberian izin,perpanjangan dan pencabutan serta pengawasannyadiserahkan kepada gubernur.

Kelemahan Permenaker Nomor 2 tahun 2015 tidak merinci hak-hak sebagai pekerja, sepertistandarisasi, upah, pengaturan jam kerja dan waktuistirahat, cuti mingguan dan cuti tahunan, hak untukberkomunikasi dan berserikat, serta perjanjiantertulis dan bukan lisan. Permenaker Nomor 2 tahun2015 ini tidak mengacu pada UU No.13 tahun 2003 Bab X tentang waktu kerja, Pasal 78 waktu lembur, Pasal 79 tentang waktu istirahat dan cuti, Pasal 86tentang keselamatan dan kesehatan kerja, Pasal 88 tentang pengupahan, Pasal 89 tentang jaminan sosial tenaga kerja.

Jadi sesungguhnya Permenaker No.2 tahun 2015 inibelum mampu menjangkau UU No.13 tahun 2003 dalam hubungan kerja. Karena Pekerja RumahTangga dianggap tidak dipekerjakan pengusaha”,Pekerja Rumah Tangga tidak mendapatkanperlindungan yang diberikan undang-undangterhadap pekerja lainnya. Jadi berdasarkan penafsiran substansi UU nomor 13 tahun 2003, secara hukum Pekerja Rumah Tangga belummendapatkan perlindungan hukum.

RUU Mendesak Disahkan

Di Indonesia, Rancangan Undang-Undang (RUU)tentang Hak Pekerja dan Kondisi Kerja PRT sudahdisusun sejak tahun 2004, dengan bantuan teknisdari ILO. Pada tahun 2023 ini, desakan agar RUU tersebut segera disahkan menguat. Bahkan Menkopolhukam, Mahfud MD, mendesak DPR untuk serius segera mengsahkannya. Alasan Mahfud MD, disamping posisi hukum lemah juga menjadi hutang pemerintah jika dikaitkan dengan “konsep” Nawacita yang dulu dicanangkanPresiden Jokowi.

Tidak segera disahkannya RUU Perlindungan PRTmaupun ratifikasi Konvensi 189 ILO, jelas makin memperpanjang penderitaan kaum PRT. Atas dasar itu, saatnya pemerintah dan DPR memberi martabat pada mereka dengan disahkannya RUU ini menjadi undang-undang.

*)Penulis adalah Dosen FH UAD, Yogyakarta

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال