Negara dalam keadaan bahaya. Bila pemerintahan kehilangan kepercayaan publik. Terlebih, pihak pemerintah yang memicu distrust.
Menko Polhukam, Mahfud MD membuat heboh. Bak artis merilis single album yang bakal laris di pasaran. Mahfud bukan vokalis, tapi belakangan vokal. Lagi doyan pernyataan. Sejumlah peristiwa ditandai komentar sang menko. Tak cukup dimaknai tupoksi, malah mengesankan intervensi.
Kali ini, aksi Mahfud tak sebatas berita. Tingkat news value tinggi. Bila diumpama intensitas suara, melebihi 60 db. Mendekati maksimal kebisingan telinga. Betapa tidak, soal “transaksi janggal Rp 349 Trilyun”.
Penulis meyakini, Mahfud tidak sedang canda. Apalagi “iseng-iseng berhadiah”. Tak juga terkait “tahun politik”. Toh, ada juga pendapat sedang “cari panggung”. Apa pun, ini soal dana “tak bertuan” bernilai fantastis. Dia dalam kapasitas menko polhukam.
Kabar bau busuk itu bermula dari deteksi PPATK. Pusat Pelaporan & Analisis Transaksi Keuangan itu menyusur aliran ke sejumlah oknum di Kemenkeu dan Ditjen Pajak. Lantas, Mahfud MD menendang “bola liar”. Karuan, Menkeu Sri Mulyani gusar. Mendatangi kantor Mahfud. Duet menteri pun gelar konpers. Nah, dari sini perkembangan berita tak senada. Tak mengerucut sesuai harapan publik. Alih-alih langkah pengembangan. Berupa penyelidikan hingga penyidikan.
Cuma dalam hitungan hari, kabar heboh itu bergeser mengecoh. Dugaan tindak pidana korupsi, ditegaskan bukan korupsi. Kali ini, mengarah pada tindak pidana pencucian uang (TPPU). Sang menteri Sri Mulyani yang sempat emosi, seolah beroleh solusi.
Kronologi kabar tadi sejatinya mendistorsi tingkat kepercayaan publik. Tak seharusnya sang vokalis ber tralala. Tanpa lanjut trilili. Sajian “separuh matang” yang seharusnya berlanjut dihidangkan. Aparat penegak hukum (APH) tak cukup menunggu giliran. Kepolisian, kejaksaan dan KPK wajib menjemput bola liar itu.
Sekadar teriak, tanpa gerak — bukanlah watak. Sebuah pertaruhan kepercayaan atau sebaliknya. Ayo, mas Mahfud..!*
– imam wahyudi (iW)
jurnalis senior di bandung