TNI Alat Negara Bukan Lato-lato Kepentingan, Save TNI dari Mafia Pertambangan

TNI Alat Negara Bukan Lato-lato Kepentingan, Save TNI dari Mafia Pertambangan

Kendari (KASTV) - TNI adalah alat keamanan negara yang peran fungsi dan tugasnya telah diatur berdasarkan UU RI Nomor 34 tahun 2004. Salah satu fungsi yang paling menonjol dalam peran TNI berdasarkan pasal 6 adalah melakukan antisipasi atau penangkalan terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan kesalamatan bangsa.


Menurut Ketua Umum Himasultra Egi Setiawan, Keterlibatannya dalam pengamanan keamanan nasional memberikan pengaruh terhadap eksistensi negara. Tentu itu harus dilakukan berdasarkan tuntunan yang telah diatur berdasarkan sistem perundang-undangan.


Jati diri TNI selain sebagai Tentara Rakyat, Tentara Pejuang dan Tentara Nasional adalah Tentara Profesional. Hal ini ditegaskan dalam pasal 2 poin (d) bahwa TNI adalah tentara yang terlatih, terdidik, dan diperlengkapi secara baik. 


"Selain itu TNI dilarang untuk melakukan manuver- manuver politik dan berbisnis karena telah dijamin kesejahteraannya," tegas Egi, Senin (29/5/2023)


TNI dituntut untuk mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi.


Egi Menambahkan, Dengan melihat peranan TNI yang telah diatur berdasarkan sistem perundang-undangan yang ada maka secara kebijakan amat disayangkan ketika mengacu pada penutupan 9 Jetty di Marombo, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) yang kemudian diduga diambil oleh Dandim Konawe Utara atas perintah Danrem HO 143.


"Kebijakan ini dinilai merugikan dan memperhambat ekonomi nasional melalui Izin Operasional yang diberikan negara melalui perusahan-peusahan yang beroperasi. Tentu, secara peran dapat dinilai bahwa TNI telah melakukan penyalahgunaan kewenangan (abouse of power) yang diluar kewenangannya yang telah diatur berdasarkan UU." jelasnya


"Selain memperhambat ekonomi melalui aktivitas penambangan perusahan, kebijakan TNI ini pun dinilai tidak mempertimbangan ribuan pekerja yang menaruh nasib di bawah 5 perusahan, adapun nama nama perusahaanya sebagai berikut, CV. UBP, PT. Bososi, Apolo, Bosowa dan Tristaco." terangnya


Masih Egi, Konsekuensi hukum tentu telah diketahui oleh pihak TNI berdasar ketentuan pasal 162 UU Nomor 3 tahun 2020 yang kemudian dirampingkan kedalam UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Hal ini menjadi momok memalukan bagi institusi negara sekelas TNI yang memiliki peran andil dalam integritas negara.


Tentu kebijakan ini telah mereduksi peran dan kekuatan TNI yang menjadi gambaran kekuatan negara. Kebijakan menutup aktivitas penambangan perusahan yang diambil Dandim dan Danrem ini selain menyalahi kewenangan, pun memberi citra buruk terhadap TNI yang dibekali jati diri yang profesional.


Olehnya, tindakan yang merugikan negara dan mereduksi kekuatan negara ini jangan dibiarkan kembali lagi terjadi. Harus disudahi dengan meminta pertanggungjawaban hukum Danrem Kendari dan Dandim Konawe Utara.


Selain itu egi mengungkapkan, Diduga aktor intelektual yang mendorong TNI melalui Danrem Kendari dan Dandim Konawe Utara untuk melakukan tindakan melawan hukum dengan menabrak kewenangan.


 "Ini harus ditelusuri dan diproses hukum. TNI harus dipertahankan Jati Dirinya sesuai amanat perundang- undangan. TNI harus dihindari dari kepentingan-kepentingan politik praktis dan manuver- manuver mafia pertambangan." tutupnya

Rep : Roby Anggara

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال