KUNINGAN (KASTV) - Pemerintah melalui Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal telah mereformasi sistem perizinan berusaha agar lebih mudah guna mempercepat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Untuk itu para pelaku usaha diingatkan agar mengantongi izin
usaha terlebih dahulu bila ingin memulai usahanya. Pasalnya, ancaman pidana
bisa menanti apabila ada perusahaan yang telah beroperasi tanpa memiliki izin
lengkap yang diterbitkan instansi terkait.
Dewan Pimpinan Cabang (DPC) LPK RI bersama Tim Reaksi Cepat
Sahabat Bhayangkara Indonesia (SBI) Kabupaten Kuningan menerima informasi dari
masyarakat Desa Randusari bahwa adanya sebuah kegiatan usaha ditengah pemukiman
penduduk yang telah beroperasi cukup lama namun diduga membuang limbah
produksi ke sungai atau media lingkungan
hidup secara langsung. Laporan diterima pada Kamis (22/6).
Ketua DPC LPK-RI Kabupaten Kuningan Dadan mengatakan berawal
dari informasi masyarakat terkait industri rumahan/ kegiatan usaha yang diduga
membuang limbahnya ke sungai.
“Menurut narasumber kami, usahanya belum ada izin, untuk itu DPC LPK RI
bersama Tim SBI melakukan investigasi dan konfirmasi langsung pada pelaku usaha
guna memperoleh penjelasan," kata Dadan.
Di lapangan Dadan bersama tim mendapati lokasi usaha memang
berada dalam pemukiman penduduk, dengan akses jalan yang hanya bisa dilalui
oleh roda dua dan pejalan kaki. Ditambah pepohonan rimbun di area halaman depan membuat sulit untuk dapat melihat
secara jelas bahkan tidak nampak papan nama perusahaan yang memuat informasi
izin yang telah diperoleh.
Tak tampak juga Nomor Induk Berusaha (NIB), Izin Lokasi,
Izin Lingkungan, NPWP badan usaha, maupun nomor telepon yang dapat dihubungi,
seolah agar tidak diketahui adanya kegiatan usaha didalam rumah bertingkat
tersebut.
"Saat kami berhasil masuk, tim mencoba mencari pemilik
tempat usaha namun pegawai disana mengatakan bahwa si bos pergi antar istrinya
yang sedang sakit," ungkap Dadan.
Saat dikonfirmasi pekerja disana, diketahui bahwa pemilik
tempat usaha tersebut bernama Warli. Mayoritas pekerja adalah orang dari luar
daerah Kabupaten Kuningan, tepatnya berasal dari Kabupaten Pemalang Jawa
Tengah.
"Pegawai mengaku itu merupakan tempat memproduksi tapal
gigi dan atau gigi tiruan (gigi palsu), hasil produksi per hari menurutnya bisa
mencapai 50 set dengan 8 orang pekerja yang melakukan kegiatan mengolah bahan
baku merupakan campuran bahan kimia,” katanya.
“Sebelumnya mereka beroperasi di Jakarta Pusat, dan saat
pandemi Covid-19 mewabah tinggi, pemilik usaha memutuskan pindah ke Kabupaten
Kuningan dan telah beroperasi selama kurang dari 2 tahun," tuturnya sambil
mendokumentasikan kegiatan produksi.
Kemudian, seorang pekerja wanita mencoba menghubungi sosok
yang disebut orang kepercayaan dari pemilik usaha, bernama Dani untuk datang
agar bisa dikonfirmasi karena pekerja lain nampak segan untuk menjawab
pertanyaan dari tim LPK RI bersama SBI.
Setibanya Dani, tim lalu mengkonfirmasi mengenai izin usaha.
Ia pun menyampaikan untuk perizinan masih dalam proses, dan dokumennya bukti
sedang dalam proses dipegang langsung oleh bos (Warli-red).
“Jadi Saya tidak pernah melihat dokumen perizinan. Saya
hanya diamanatkan untuk mengelola pemesanan dan kegiatan para pekerja," ucap
Dani.
Namun yang mengejutkan, saat disinggung mengenai dan pembuangan
limbah Dani menjelaskan, dari proses produksi ada 2 jenis limbah.
“Pertama yaitu limbah padat, itu biasanya kita tabur saja
ditanah milik bos yang lokasinya dekat dari sini, dan kedua itu ada limbah
cair, pembuangannya melalui saluran pipa, sambungan pipa itu sampai ke
sungai," jelas Dani seolah tidak ada masalah terkait pembuangan limbah
produksinya ke sungai.
Tak hanya itu, Dani yang mengaku telah lama bekerja dan
dipercaya sejak dari kegiatan produksi di Jakarta nampak lupa nama dari
perusahaan tempatnya bekerja bahkan Ia tidak memiliki nomor kontak handphone
dari bos perusahaan tersebut.
"Nama usahanya saya lupa, sebentar diingat-ingat dulu,
CV. Ababil kayaknya, nah kalau untuk nomor kontak handphone bos Warli saya juga
nggak punya karena sudah ganti nomor baru," terangnya tersirat adanya yang
ditutupi.
Perlu diketahui, harga jual untuk harga 1 set gigi palsu berkisar
antara Rp1 Juta hingga Rp4 Juta, Dani tidak menampik informasi tersebut.
Dadan menuturkan pendapat saya sangat jelas dan konkret
bahwa pemerintah melalui perangkatnya sudah memberikan regulasi sebagai
sandaran hukum bagi para pelaku usaha. Karenanya pengusaha harus tunduk pada
regulasi yang ada.
“Artinya, izin usaha tersebut sebagai kewajiban, maka
pemilik usaha harusnya menghadirkan izin tersebut sebelum usahanya berjalan,”
katanya.
"Sebab jika ketentuan tentang izin usaha dimaksud tidak
dijalankan, maka ada sanksi pidana yang dikenakan kepada pemilik usaha, merujuk
Pasal 60 dan Pasal 104 UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup,” jelasnya.
Pasal itu berbunyi, “Setiap orang yang melakukan dumping
limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebgaimana dimaksud
dalam pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”.
“Kami telah mempersiapkan membuat laporan resmi agar ada
ditindakan hukum," pungkasnya.
Reporter: Ahmad