Opini oleh Dr. Syahganda Nainggolan- Sabang Merauke Circle
Ketika Anies podcast, kepada Ahmad Ali, wakil ketua NasDem,
yang datang terlambat, saya jelaskan kembali posisi keinginan kaum oposisi
untuk mengusung Gatot Nurmantyo sebagai calon ketua Timses AMIN.
Saat ini masyarakat pendukung AMIN sedang bersyukur telah
melewati etape pertama perjuangan, yakni pendaftaran. Beberapa waktu lalu
berbagai tantangan bak gelombang tinggi serta badai terus menerus menghantam
AMIN. Baik rencana kriminalisasi Anies dan Muhaimin maupun tebang pilih dalam
pentersangkaan menteri-menteri NasDem oleh rezim penguasa. Namun, pendaftaran
adalah baru babak pertama. Meskipun perlu disyukuri, tantangan berikutnya tidak
kalah besarnya.
Tiga tantangan utama yang akan dihadapi AMIN kedepan adalah
sebagai berikut: 1) AMIN harus konsisten menunjukan arah perubahan dalam
perjuangannya. Konsistensi ini akan terlihat dari visi misi yang disampaikan,
pembentukan tim sukses dan positioning yang asymetric dengan rezim yang ingin
di rubah.
Visi Misi AMIN yang beredar cukup lah mantap. Penuh pesan
perubahan. Sehingga mewakili aspirasi keinginan rakyat untuk perubahan. Tidak
kalah dengan Nawacita Jokowi tentunya. Alhamdulillah saya dan tim oposisi
berkesempatan memberikan masukan dalam visi misi tersebut di Jl. Brawijaya VII,
Kamis, 13 Oktober lalu.
2. Langkah kedua adalah menyusun timses. Ketika suatu hari
Sudirman Said menawarkan saya menjadi dewan pakar di Timses, saya men
"challange" relevansi keterlibatan saya, sebagai apa?, baik sebagai
representasi kelompok maupun representasi pemikiran. Dalam pembentukan timses
umumnya terjadi tarik menarik kepentingan, yang bisa jadi mendegradasi AMIN
dalam dua hal, yakni perasaan representasi dan bias atau melemahkan isu/simbol
perubahan.
Jika representasi orang dalam Timses hanya menunjukkan massa
pendukungnya, maka resikonya adalah kehilangan representasi isu. Apa itu?
Representasi isu menurut Jusuf Kalla (dalam berbagai
pertemuan dengan kaum oposisi), yakni isu perubahan, mempunyai "captive
market" sedikitnya 30% total suara pemilih. Hal ini menurut Kalla dimiliki
oleh orang-orang oposisi. Parpol pendukung AMIN, diluar PKS, tentu kesulitan
masuk dalam isu dan tema-tema perubahan. Sebab, mereka adalah bagian dari
kekuasaan Jokowi. Sebuah contoh misalnya di pasangan lain, yakni ketika Mahfud
MD menghujat habis sistem hukum dan politik era Jokowi, beberapa waktu lalu,
nitizen langsung mem bully Mahfud dengan judul "Wapres Ganjar Mengkritik
Menkopolhukam".
Dengan demikian maka komposisi timses AMIN harus seimbang
antara kelompok oposisi dan parpol pendukung. Kecuali AMIN berani mengambil
resiko kehilangan suara rakyat yang ingin perubahan.
Tentu saja timses harus diisi juga oleh berbagai perwakilan
golongan yang ada di Indonesia. Sebab, warna keberagaman AMIN harus mencapai
wawasan nusantara. Jika terlalu Jawa Centris, rakyat luar Jawa akan menggerutu.
3) Ketua Timses adalah hal ketiga yang vital. Ketua tim
harus juga merepresentasikan sosok pemimpin perang yang kokoh. Sebagai pemimpin
dia harus mengerti strategi perang, mampu mengkonsolidasikan kekuatan dalam
waktu 100 an hari lagi dan banyak jaringan untuk mendapatkan dukungan, baik
material maupun non material. Kekuatan yang harus dikonsolidasikan tentu
terkait dengan visi misi perubahan.
Mengapa Gatot Nurmantyo?
Gatot Nurmantyo adalah sosok Jenderal oposisi yang lima tahun belakangan ini
mengemban isu perang global, yakni anti Komunisme. Isu ini mengena pada 50 juta
lebih masyarakat Indonesia usia di atas 50 tahun. Secara strategis isu ini
diametral dengan Jokowi dan rezimnya yang mengusung rehabilitasi sepihak pada
korban/pelaku G30S PKI melalui Kepres 17/2022.
Jumlah suara pendukung Gibran, jika diasumsikan paralel
dengan isu Kepres 17/2022 tersebut berjumlah sekitar 15 juta jiwa dan itu akan
mendung Prabowo-Gibran. Sebaliknya, jika Gatot menjadi ketua timses Anies,
sedikitnya jumlah yang sama akan mendukung AMIN, sebuah jumlah korban kekejaman
G30S dulu.
Kedua, Gatot Nurmantyo merupakan Jenderal penuh dengan
kedekatan luar biasa pada Islam. Guru ngaji Gatot dan Muhaimin Iskandar, salah
satunya adalah K. H. Thoyifur di Purworejo. Namun, Gatot yang gandrung berguru
ke Kyai-kyai dan ulama, mempunyai jaringan yang kuat dengan tokoh masyarakat.
Sebagai orang Solo asli (bukan Tegal) maupun mantan Danrem Bogor dan Panglima
di Jawa Timur, Gatot memiliki pengetahuan bagaimana mengorganisir kekuatan di
sana.
Ketiga, Gatot dipersepsikan dekat dengan Tommy Winata. Tommy
Winata kabarnya adalah salah satu dari 9 naga yang paling disegani di
Indonesia. Namun, bagi Gatot, Tommy adalah sosok nasionalis yang kerjanya hanya
menjadi supporter seumur hidup bagi eksistensi tentara nasional. Gatot tidak
pernah menjadi anak buah Tommy. Kepada saya, Gatot pernah mengatakan bahwa dia
mengenal Tommy ketika Tommy masih naik sepeda motor dan antri untuk ketemu
Jenderal Edi Sudrajat. Sekali lagi Gatot bukan anak buah Tommy. Bahkan, Gatot
mendukung ide negara di atas kekuatan dan kepentingan konglomerat.
Sosok yang demikian kokoh pada Gatot Nurmantyo adalah
pilihan utama bagi AMIN jika mau menang. Hal ini pun saya ungkap di publik
karena beberapa hari lalu saya membaca di media, Gatot bersedia mundur dari
KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) jika dilamar AMIN sebagai timses.
Tentu saja banyak kekhawatiran bahwa rezim akan memblokade
AMIN jika bergandengan dengan Gatot. Namun, sebagai ahli strategi, saya
meyakini "perang segitiga" capres-cawapres bukan era lalu lagi. Sejak
pendaftaran capres-cawapres ke KPU, maka situasi berubah. Kekuatan rezim
terbelah. Fokus semua adalah masing-masing memenangkan calonnya.
Demikianlah pikiran saya ini.
Salam Perubahan dari Danau Toba.