Bappeda Pesawaran Simpan Masalah Terindikasi Korupsi

Bappeda Pesawaran Simpan Masalah Terindikasi Korupsi

Pesawaran, Lampung (KASTV)- "Diam-diam Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Pesawaran menyimpan setidaknya dua masalah yang terindikasi masuk dalam tindak pidana korupsi.

"Yang pertama adalah adanya pemalsuan nota, stempel, tulisan, dan tandatangan dalam kuitansi yang dijadikan bukti laporan pertanggungjawaban belanja makan minum pada anggaran tahun 2022 dan pembentukan empat tim pelaksana yang menyalahi ketentuan perundang-undangan.

"Menurut LHP BPK RI Perwakilan Lampung atas Laporan Keuangan Pemkab Pesawaran Tahun 2022, nomor: 28B/LHP/XVIII.BLP/05/2023, tertanggal 15 Mei 2023, pada tahun 2022 OPD pimpinan Adhitya Hidayat itu mengantongi anggaran Rp 160.330.000 untuk belanja makan minum, dan yang digunakan sepanjang tahun sebanyak Rp 155.220.000. 

"Hasilpemeriksaan BPK 
membuktikan, bila bukti pertanggungjawaban yang diberikan bukan oleh AKBT yang disebut penyedia jasa makan minum.

"AKBT menegaskan bila nota, stempel, tulisan, dan tandatangan yang ada dalam bukti laporan pertanggungjawaban bukan dibuat oleh pihaknya. Alias dipalsukan. Walau ia juga mengakui, bahwa pihak Bappeda pernah memesan makanan dan minuman kepada pihaknya. Namun, tidak sebanyak yang tertera di dalam bukti pertanggungjawaban penggunaan anggaran.

"Lalu siapa pemalsu nota dan dokumen yang dijadikan bukti penggunaan anggaran makan minum tersebut? Berdasarkan wawancara dengan bendahara pengeluaran dan PPTK Kegiatan, demikian ditulis BPK, bukti pembelian makan minum ditulis oleh staf masing-masing bidang. Selain itu, BPK juga menemukan adanya pemesanan makanan dan minuman di tempat yang lain dengan bukti SPJ.

"Karena hingga batas akhir pemeriksaan, Bappeda tidak dapat menunjukkan bukti yang sebenarnya, BPK mengkalkulasi terdapat belanja makan minum yang terindikasi merugikan keuangan daerah sebesar Rp 89.618.850.

"Sementara, masalah lainnya adalah sikap petinggi Bappeda yang terkesan menyepelekan atau tidak mempedulikan temuan BPK RI Perwakilan Lampung, terkait adanya kelebihan pembayaran honorarium sebesar Rp 116.237.500. 

"Meski BPK merekomendasikan agar kelebihan honorarium tim pelaksana tersebut dikembalikan ke kas daerah, faktanya institusi pemerintah pimpinan Adhitya Hidayat tersebut hanya mengembalikan Rp 7.242.000.

"Dengan demikian, uang rakyat Pesawaran yang dikangkangi Bappeda atas nama tim pelaksana dan belum dikembalikan ke kas daerah masih sebanyak R 108.995.500.

"Bagaimana cara Kepala Bappeda, Adhitya Hidayat, menyelingkuhi uang rakyat dalam APBD Pesawaran tahun 2022 itu? Merunut pada LHP BPK RI Perwakilan Lampung atas Laporan Keuangan Pemkab Pesawaran Tahun 2022, semua berawal dari akal-akalan Kepala Bappeda dengan membentuk dan menandatangani sendiri empat tim pelaksana di tempat tugasnya.

"Tim pertama bertugas monitoring dan evaluasi penyusunan dokumen perencanaan pembangunan perangkat daerah bidang kewilayahan tahun 2022 dengan honorarium Rp 34.165.000.

"Tim kedua bertugas dalam hal kajian perencanaan kawasan dan pengembangan wilayah Kabupaten Pesawaran tahun 2022, menggunakan honorarium Rp 21.150.000.

"Tim ketiga bertugas monitoring dan evaluasi penyusunan dokumen perencanaan pembangunan perangkat daerah bidang infrastruktur tahun 2022, menikmati anggaran Rp 35.152.500.

"Dan tim keempat bertugas dalam penyusunan profil investasi Kabupaten Pesawaran tahun 2022 mendapat kucuran anggaran Rp 25.770.000.

"Dimana letak kesalahan tim bentukan Kepala Bappeda ini? Mulai dari melanggar Peraturan Bupati Pesawaran Nomor: 27 Tahun 2021 tentang Standar Biaya Masukan Kabupaten Pesawaran Tahun 2022. 

Hingga melanggar Peraturan Presiden Nomor: 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Regional.

Atas masalah makan minum, Bappeda telah mengembalikan dana sesuai rekomendasi BPK sebesar Rp 89.618.850 pada 8 Mei 2023. 

"Sedang pada masalah kedua dengan kewajiban mengembalikan ke kas daerah sebanyak Rp 116.237.500, baru dikembalikan Rp 7.242.000 pada 5 Mei 2023. Dengan demikian, masih ada uang rakyat Pesawaran sebanyak Rp 108.995.500 yang belum dikembalikan ke kas daerah.

Menurut praktisi hukum senior, Yulius Andesta, dua masalah yang melilit Bappeda ini memenuhi unsur tindak pidana korupsi. 

“Dari runtut masalahnya, jelas adanya penyalahgunaan wewenang, melanggar aturan tertulis yang menjadi dasar kewenangan, memiliki maksud yang menyimpang walaupun perbuatan sudah sesuai peraturan, dan berpotensi merugikan keuangan negara dalam hal ini Pemkab Pesawaran,” kata Yulius Andesta, Rabu (1/11/2023) pagi.

Menurut dia, unsur-unsur tersebut secara nyata terjadi di Bappeda Pesawaran dalam dua masalah tersebut. 

“Pemalsuan nota yang dijadikan dokumen bukti pertanggungjawaban itu jelas-jelas perbuatan pidana. Ancamannya enam tahun penjara. Dan karena yang dimainkan adalah anggaran pemerintah, masuklah unsur tindak pidana korupsinya,” urainya lagi.

"Yulius menambahkan, sesuai pasal 3 UU Nomor: 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU Nomor: 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dinyatakan: setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000. 

"Kalau Bappeda tidak masuk OPD yang diuji petik BPK, kan semua perbuatan terindikasi korupsi ini tidak akan diketahui. Artinya, memang ada skenario untuk mencari keuntungan pribadi dengan memanfaatkan jabatan. Menurut saya, APH di Pesawaran sudah waktunya melakukan penyelidikan atas temuan BPK ini. Ingat, pengembalian kerugian keuangan negara atau daerah, tidak menghentikan proses pemeriksaan tindak pidana korupsi,” pungkas Yulius Andesta. (Azir& Tim)
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال