Opini R. Kholis Majdi*)
Lurah dan kepala desa dikumpulin. Ada oknum yang sengaja
menjualnya. Tawarkan sana sini. Kumpulin, datangkan paslon A. Minta sekian.
Harga gak cocok. Kumpulin lagi, datangkan paslon B. Minta segini. Gak cocok
lagi. Kumpulin lagi, datangkan paslon C. Cari harga yang pas. Cocok, eksekusi.
Beberapa tokoh telp. Bicarakan oknum ini. Katanya, biasa
jualan. Cari duit dengan menjual lurah dan kepala desa. Janjikan dukungan
kepada paslon. Pastinya tidak semua lurah dan kepala desa datang. Kenapa masih
banyak yang mau datang? Aku mau nanya anda: kalau anda diundang seseorang, lalu
uang transport dan isi amplopnya menarik, apa anda gak mau datang? Bisa juga
buat nuruti rasa penasaran. Apa sih yang dimaui capres?
Gak bahaya tah? Ya bahaya banget. Kalau lurah dan kepala
desa itu dukung paslon tertentu. Resmi mereka dukung. Dukungan resmi. Ada
deklarasinya, ada tanda tangannya. Ada pakta integritasnya. Terus kalah,
bagaimana nasib mereka? Pastinya, paslon yang menang tahu siapa lurah dan
kepala desa yang menggunakan kewenangannya untuk dukung paslon yang kalah itu.
Ini sangat berisiko. Terutama risiko karis mereka.
Timses lawan pasti mencatat siapa lurah dan kepala desa yang
menggunakan jabatannya untuk mendukung paslon tertentu. Dicatat baik-baik
namanya. Lurah mana, atau penjabat kepala desa dimana. Mereka diprofiling satu
persatu. Identitasnya dicatat.
Bisa jadi lurah dan kepala desa dalam tekanan. Takut dicari
kesalahannya. Takut tidak dapat dana bantuan desa. Kalau statusnya seperti ini,
perlu cara cerdas mensikapinya. Diajak pertemuan tetap datang. Tapi tidak ikut
kampanye. Datang ya datang saja. Kasih transport dan isi amplop, terima saja.
Anggap saja rizki nomplok. Nikmati saja. Tapi hari-hari tetap netral.
Gerakan lurah dan kepala desa diawasi dan dipantau oleh
timses yang lain. Bukan bawaslu. Masyarakat gak begitu yakin bawaslu kerja
dengan baik. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap KPU dan Bawaslu yang lemah
ini, membuat mereka melakukan pengawasan sendiri. Khususnya pengawasan dari
timses dan para relawan. Mereka bawa hp. Potret semua gerakan lurah dan kepala
des. Mereka catat satu persatu. Kalau lurah dan kepala desa dukung paslon
tertentu dan kalah, ini jadi berabe. Nasib karir mereka terancam, karena mereka
melanggar aturan. Ada sanksi yang mereka akan hadapi setelah pemilu selesai.
Berlaku juga buat Pj gubernur, bupati dan wali kota. Mereka
dipilih, konon katanya ada tugas tertentu. Kalau tugas itu melampui kewenangan,
seperti ikut memenangkan paslon tertentu, ini bisa jadi gali lubang kubur
sendiri. Iya kalau paslon yang didukung menang. Kalau kalah, ya bahaya sekali.
Bahaya buat karir mereka, para Pj kepala daerah. Ada 271 Pj kepala daerah.
Harus netral. Jangan bunuh diri. Karir anda masih panjang.
Anda netral, ada dua keuntungan. Pertama anda akan aman.
Aman sampai selesai pilpres. Kedua, anda gak repot. Mendingan anda urus rakyat
dengan otoritas di tangan anda. Layani sebaik mungkin. Rakyat simpati, anda
bisa nyalon kepala daerah di pilkada 2024.
Lurah, kepala desa dan Pj kepala daerah, jangan terjebak dan
menjebakkan diri ke pilpres 2024. Sangat berbahaya buat kalian. Kalian aman
kalau netral.
*) Pengamat sosial tinggal di Tangsel,
22/11/2023