Opini oleh KRMT Roy Suryo Notodiprodjo
Apa yang
disampaikan oleh Mas
Julius Ibrani (Ketua PBHI), Gufron Mabruri (Imparsial), Usman Hamid (Amnesty
Internasional Indonesia), Citra R (Direktur LBH Jakarta), M. Isnur (YLBHI),
Dimas Bagus Arya (KontraS), Al Araf (Centra Initiative) dkk dari "Koalisi
Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan.
"Ini
memang benar, tidak hanya 100% tetapi bisa sampai 111% (kalau menggunakan
Analogi salah satu capres dalam acara debatebat
kemarin). Bagaimana tidak, dengan menggunakan relasi kuasa para "Tukang Lapor" dari paslon tertentu tersebutb secara membabi-buta
melaporkan siapa saja,
bahkan capres lawan, ke
pihak2 terkait seperti Kepolisian, Bawaslu & DKPP dan serta-merta pihak2 yang dilapori tsb tampak
langsung ‘gercep’ (gerak cepat – red) memprosesnya,
dimana hal yg sangat berbeda dirasakan bila kondisi sebaliknya,” ujarnya.
Padahal dulu (katanya) Pemilu ini adalah Pesta Demokrasi yang riang gembira, santuy,
Kalau ada yang kritik di-joget-in saja, senyumin saja, Namun kenyataannya sangat
berbalik 180°, Ironis.
Kritik Teknis yang terbukti benar (dan sudah dikoreksi pelaksanaannya sendiri
oleh KPU-pun, misalnya Jumlah Microphone saat debat), malah dgn mudah di-stempel dgn
"HoaX", padahal hoax-hoax lain yang disampaikan dari pihak pelapor
sebenarnya jauh lebih nyata dan masif, namun justru dianggap "fakta".
Misalnya soal Data2 Kunjungan Pariwisata yg salah, Adanya
"OrDal" dalam Perusahaan didalam Institusi yg saat Debat tidak berani
diakui (Padahal fakta-nya ada, namun dianggap itu adalah "Hal yg harus
dirahasiakan" ?), dsb.
Sebagaimana disampaikan dalam Release sebelumnya Per awal
Januari 2024, tercatat terdapat 6 (enam) laporan polisi yang dilakukan oleh
pendukung Paslon tertentu tersebut yg sangat tampak didukung oleh Pemerintah yg
berkuasa.
Beberapa kasus di antaranya adalah kasus kriminalisasi
terhadap Aiman Wicaksono, lalu kasus pelaporan terhadap Ketua dan Anggota
Bawaslu yang memutus bersalah pembagian susu di CFD, kasus pelaporan terhadap
Bawaslu Batam dan Kepri terkait pencopotan baliho, kasus pelaporan terhadap
saya sendiri (Roy Suryo) dengan tuduhan ujaran kebencian padahal hal tersebut fakta dan sudah dikoreksi oleh KPU, dsb.
Lucunya sebenarnya jelas2 para pelapor tidak memiliki legal
standing (kedudukan hukum) yang tepat sebagai korban atau mengalami kerugian,
namun tetap diproses oleh Aparat hingga naik status Penyidikan seperti Kasus
Aiman.
Kemudian baik dari indikator pelapor, terlapor maupun materi
yang dilaporkan jelas menimbulkan masalah obyektivitas dan independensi Aparat
yang menerima dan memeriksa laporan. Para pelapor rata-rata merupakan pendukung
Paslon tertentu yg terafiliasi dengan kekuasaan.
Kuat sekali nuansa politiknya dan berpotensi dipolitisasi
proses hukumnya. Inilah yg disebut dgn Relasi Kuasa, dimana Pihak Pelapor
merasa "diatas angin" karena merasa terjamin Laporan2nya akan bisa
diproses, meski syarat Formil apalagi Materiilnya sebenarnya tidak memadai.
Oleh karena itu saya selaku Pribadi maupun Pengamat
Telematika dan Multimedia sebagai bagian dari Masyarakat Independen yang tidak berafiliasi dgn
Paslon manapun, karena apa-
apa yg selama ini ditulis Insyaa Allah
tetap murni dan obyektif menyatakan terima kasih dan salut
kepada Koalisi Masyarakat Sipil untuk reformasi sektor
keamanan yang terdiri atas Perhimpunan
Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), IMPARSIAL, KontraS, YLBHI, WALHI,
ELSAM, Amnesty Internasional, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, LBH Pers, ICJR, LBH
Pos Malang, Centra Initiative, Setara Institute, ICW, HRWG, Public Virtue dkk yang masih berani & tegar
bersuara untuk
memperbaiki Republik ini.
Gusti Allah SWT tidak
Sare
Jakarta, 11 Januari 2024
*)Pemerhati
Telematika & Multimedia Independen