Opini: Andaikan Prabowo- Gibran dan Ganjar- Mahfud Pro Syariat Islam

Opini: Andaikan Prabowo- Gibran dan Ganjar- Mahfud Pro Syariat Islam



Opini oleh  Ahmad Khozinudin- Sastrawan Politik 

Ada yang kurang dalam perhelatan Pilpres 2024 kali ini, juga pada sejumlah Pilpres pada tahun-tahun sebelumnya. Yakni, Pilpres yang diselenggarakan di negeri yang mayoritas pendudukan Islam, tapi tak ada satupun Paslon yang menawarkan atau berkampanye untuk menegakkan syariah Islam.


Padahal, bagi seorang Muslim, memilih Pemimpin itu bukan hanya berkonsekuensi 5 tahun kedepan. Memilih Pemimpin itu berkonsekuensi hingga akhirat.


Sementara Islam, telah menetapkan fungsi kekuasaan itu untuk menegakkan syariat, mengatur manusia dengan hukum Allah SWT. Bukan sekedar untuk tujuan berkuasa, mengumpulkan harta dan kebanggaan, atau sekedar menjual narasi adil dan sejahtera.


Dalam pandangan Islam, Singapura bukanlah negeri yang diberkahi. Kendati rakyatnya secara zahir makmur, keadilan terpenuhi, tapi bukan itu tujuan kekuasaan dalam Islam.


Andaikan seluruh penduduk bumi makmur, kaya raya, tidak ada kelaparan. Tetap saja dalam pandangan Islam, bumi belum diberkahi sepanjang tidak menerapkan syariat Islam.


Kejayaan dalam aspek harta dan kemegahan, telah diraih oleh sejumlah imperium sebelum Islam datang, baik Romawi maupun Persia. Kekayaan dan kemegahan harta, juga diraih oleh sejumlah negeri yang saat ini menerapkan kapitalisme sekuler dengan sistem demokrasi.


Islam datang untuk mengatur manusia, Islam  datang untuk menerapkan hukum Allah SWT. Konsekuensi penerapan hukum Allah SWT adalah keberkahan, yang wujudnya diantaranya ketentraman, keadilan, kesejahteraan. Dibalik itu semua, Islam datang dan diterapkan agar Allah SWT ridlo pada hamba-Nya.


Hari ini, andaikan saja Prabowo Gibran berkampanye akan menerapkan syariat Islam. Andai saja, keduanya ingin menerapkan hukum Allah SWT agar negeri dengan penduduk mayoritas muslim ini menjadi negeri yang baldatun, thayyibatun, warobbun Ghafur. Pastilah, umat Islam akan berbondong-bondong memberikan dukungan.


Faktanya, tidak demikian. Prabowo Gibran tidak pernah berkampanye untuk Islam. Tidak ada satu kalimat pun, yang berwujud janji akan menerapkan syariah Islam.


Sehingga, secara syar'i tidak ada alasan bagi umat Islam untuk mendukung Prabowo Gibran. Tapi, kalau urusannya kepentingan, kemaslahatan, ya bisa saja banyak yang mengerubuti dan memberikan dukungan.


Namun, secara syar'i tidak ada kewajiban memilih pemimpin yang tidak menerapkan syariat Islam. Syara' mewajibkan kaum muslimin mengangkat pemimpin (nasbul imam), itu dalam rangka menerapkan syariat Islam. Bukan untuk tujuan yang lain.


Perintah Nasbul Imam, ini berlaku pada dua keadaan:

Pertama, keadaan yang mewajibkan memilih pemimpin yang komitmen terbuka untuk menerapkan kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya. Hal ini terjadi seperti era sahabat, contohnya ketika kaum muslimin saat itu sibuk memilih calon Pemimpin antara Ustman bin Affan dendam Ali RA.


Umat Islam kala itu wajib memilih, antara Ustman bin Affan RA atau Ali Bin Abi Thalib RA, karena keduanya komitmen untuk menerapkan kitabullah dan Sunnah Rasulullah, komitmen menerapkan syariat Islam. Dan akhirnya, mayoritas memilih Utsman RA, hingga akhirnya Ustman RA dibaiat menjadi Khalifah.


Kedua, keadaan yang mewajibkan untuk memperjuangkan sistem kepemimpinan Islam yang akan menerapkan kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya. Hal ini terjadi seperti era saat ini, dimana tidak ada calon pemimpin yang komitmen pada syariat Islam.


Al hasil, saat ini keadaanya justru mewajibkan kaum muslimin untuk berjuang menegakkan sistem Islam (Khilafah). Kelak, ketika Khilafah tegak maka otomatis semua calon khalifahnya akan komitmen pada syariat Islam. Karena akad baiat Khilafah, adalah untuk menerapkan kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.


Hanya saja, seandainya hari ini Prabowo Gibran komitmen pada syariat Islam, terbuka berkampanye untuk penerapan Islam, meskipun Khilafah belum tegak, masih ada alasan untuk memilih keduanya. Akan tetapi, karena keduanya tidak ada yang komitmen pada syariat Islam, lalu apa landasan syar'i nya umat Islam harus memilih keduanya? [].


ANDAIKAN GANJAR MAHFUD PRO SYARIAT ISLAM

Ada yang kurang dalam perhelatan Pilpres 2024 kali ini, juga pada sejumlah Pilpres pada tahun-tahun sebelumnya. Yakni, Pilpres yang diselenggarakan di negeri yang mayoritas pendudukan Islam, tapi tak ada satupun Paslon yang menawarkan atau berkampanye untuk menegakkan syariah Islam.


Padahal, bagi seorang Muslim, memilih Pemimpin itu bukan hanya berkonsekuensi 5 tahun kedepan. Memilih Pemimpin itu berkonsekuensi hingga akhirat.


Sementara Islam, telah menetapkan fungsi kekuasaan itu untuk menegakkan syariat, mengatur manusia dengan hukum Allah SWT. Bukan sekedar untuk tujuan berkuasa, mengumpulkan harta dan kebanggaan, atau sekedar menjual narasi adil dan sejahtera.


Dalam pandangan Islam, Singapura bukanlah negeri yang diberkahi. Kendati rakyatnya secara zahir makmur, keadilan terpenuhi, tapi bukan itu tujuan kekuasaan dalam Islam.


Andaikan seluruh penduduk bumi makmur, kaya raya, tidak ada kelaparan. Tetap saja dalam pandangan Islam, bumi belum diberkahi sepanjang tidak menerapkan syariat Islam.


Kejayaan dalam aspek harta dan kemegahan, telah diraih oleh sejumlah imperium sebelum Islam datang, baik Romawi maupun Persia. Kekayaan dan kemegahan harta, juga diraih oleh sejumlah negeri yang saat ini menerapkan kapitalisme sekuler dengan sistem demokrasi.


Islam datang untuk mengatur manusia, Islam  datang untuk menerapkan hukum Allah SWT. Konsekuensi penerapan hukum Allah SWT adalah keberkahan, yang wujudnya diantaranya ketentraman, keadilan, kesejahteraan. Dibalik itu semua, Islam datang dan diterapkan agar Allah SWT ridlo pada hamba-Nya.


Hari ini, andaikan saja Ganjar Mahfud berkampanye akan menerapkan syariat Islam. Andai saja, keduanya ingin menerapkan hukum Allah SWT agar negeri dengan penduduk mayoritas muslim ini menjadi negeri yang baldatun, thayyibatun, warobbun Ghafur. Pastilah, umat Islam akan berbondong-bondong memberikan dukungan.


Faktanya, tidak demikian. Ganjar Mahfud tidak pernah berkampanye untuk Islam. Tidak ada satu kalimat pun, yang berwujud janji akan menerapkan syariah Islam.


Sehingga, secara syar'i tidak ada alasan bagi umat Islam untuk mendukung Ganjar Mahfud. Tapi, kalau urusannya kepentingan, kemaslahatan, ya bisa saja banyak yang mengerubuti dan memberikan dukungan.


Namun, secara syar'i tidak ada kewajiban memilih pemimpin yang tidak menerapkan syariat Islam. Syara' mewajibkan kaum muslimin mengangkat pemimpin (nasbul imam), itu dalam rangka menerapkan syariat Islam. Bukan untuk tujuan yang lain.


Perintah Nasbul Imam, ini berlaku pada dua keadaan:


Pertama, keadaan yang mewajibkan memilih pemimpin yang komitmen terbuka untuk menerapkan kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya. Hal ini terjadi seperti era sahabat, contohnya ketika kaum muslimin saat itu sibuk memilih calon Pemimpin antara Ustman bin Affan dendam Ali RA.


Umat Islam kala itu wajib memilih, antara Ustman bin Affan RA atau Ali Bin Abi Thalib RA, karena keduanya komitmen untuk menerapkan kitabullah dan Sunnah Rasulullah, komitmen menerapkan syariat Islam. Dan akhirnya, mayoritas memilih Utsman RA, hingga akhirnya Ustman RA dibaiat menjadi Khalifah.


Kedua, keadaan yang mewajibkan untuk memperjuangkan sistem kepemimpinan Islam yang akan menerapkan kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya. Hal ini terjadi seperti era saat ini, dimana tidak ada calon pemimpin yang komitmen pada syariat Islam.


Al hasil, saat ini keadaanya justru mewajibkan kaum muslimin untuk berjuang menegakkan sistem Islam (Khilafah). Kelak, ketika Khilafah tegak maka otomatis semua calon khalifahnya akan komitmen pada syariat Islam. Karena akad baiat Khilafah, adalah untuk menerapkan kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.


Hanya saja, seandainya hari ini Ganjar Mahfud komitmen pada syariat Islam, terbuka berkampanye untuk penerapan Islam, meskipun Khilafah belum tegak, masih ada alasan untuk memilih keduanya. Akan tetapi, karena keduanya tidak ada yang komitmen pada syariat Islam, lalu apa landasan syar'i nya umat Islam harus memilih keduanya? [].

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال