Ketua BEM: Jokowi Gunakan Pilpres dan Pemilu untuk Langgengkan Kekuasaan

Ketua BEM: Jokowi Gunakan Pilpres dan Pemilu untuk Langgengkan Kekuasaan



JAKARTA - Mantan Ketua BEM UI, Melki dan Ketua BEM Paramadina, Afiq Naufal: Mahasiswa akan turun demo besar-besaran desak Jokowi mundur.

“Terjadi pemilu curang pertama dari ketakutan dari kekuasaan. Orang takut terhadap kekuasaan dan kekuasaan hari ini sedang takut sehingga menggunakan semua daya guna operasinya untuk kemudian membuat masyarakat tidak bisa berbuat banyak,  tidak bisa menolak dan menggunakan segala cara untuk memperpanjang kekuasaan,” kata Mantan Ketua BEM UI, Melki di akun youtube Abraham SPEAK UP, Kamis 11/4) 2024.

“Bagi saya rezim yang baru terpilih tidak jauh beda.  Kalau selama ini mengang-agungkan tagline keberlanjutan, sepertinya pembungkaman akan terus berlanjut. Korupsi akan berlanjut, nepotisme akan berlanjut,  kemiskinan struktural akan berlanjut dan yang paling parah perusakan konstitisinyapun mungkin akan berlanjut karena selama proses rangkaian kampanye sudah terlaksana kecurangan secara masif dan itu dipertontonkan secara kasat mata tanpa merasa malu,” tambahnya.

Afiq Noval BEM Ketua BEM Univ Paramadina melihat ancaman terhadap demokrasi dari apa yang terjadi.

Menurutnya apa yang dilakukan Jokowi terkait demokrasi selama ini hanya sebatas pemilu. Padahal basis dari demokrasi ada hak azazi manusia, ada kesetaraan hakhak,  keadilan, kedaulatan rakyat.

Ketua BEM Universitas Paramadina ini menegaskan pembatasan terhadap persepsi demokrasi kita terdegradasi dengan semua yang dilakukan Presiden Jokowi  seolah-olah hanya pemilihan umum.

“Jokowi hanya menafsirkan demokrasi ini pada pemilu saja. Sehingga dia bisa melegitimasi dia bisa seenaknya pakai pilpres dengan pemilu untuk melegitimasi  asas demokrasi yang dia persepsikan,”  tegasnya.

“Azas pilpres dan pemilu ini untuk melanggengkan kekuasaan. Dan ini terkonfirmasi dengan melalui ketika dia mengintervensi MK untuk meloloskan Gibran anak kandungnya sebagai calon wakil presiden,” tandas Afiq Noval.

Sebagai anak muda kata Melki, ia tidak menilai Gibran sebagai representasi anak muda. Bahkan jauh dari representasi anak-anak muda karena dia tidak menghargai konstitusi tidak menghargai gak azasi manusia tidak melindungi demokrasi dari kerusakan.

Anak muda itu harusnya direpresentasikan oleh orang-orang yang setiap harinya menggunakan usahanya sendiri untuk mengubah keadaan tanoa mengubah konstitusi, tanpa mengacak-ngacak hukum.

Sementara Gibran ingin mendapatkan kekuasaan mela juta ayahnya dengan merusak konstitusi, melecehkan konsepsi hukum, merusak demokrasi.

“Bukan representasi anak muda dia, representasi anak Presiden,” tegasnya.

Afiq menambahkan di kalangan anak muda itu ada istilah first account dan second account. First account untuk yang terbuka umum, second account untuk yang privatenya.

“Nah Gibran itu second accountnya Jokowi,” tandasnya

Kita ini kata Afiq menghadapi kesulitan dengan sistem demokrasi yang dikuasai Jokowi. Yang paling kesulitan dalam kehudupan masyarakat yaitu kemiskinan yang didesign Jokowi.

Ia contohkan seperti bansos itu bukan dari rakyat tapi dari personal Jokowi sehingga seolah-olah rating Jokowi di mata masyarakat selalu naik.

“Demokrasi yang seutuhnya untuk menghadirkan kedaulatan rakyat terdegradasi sangat jauh . Pembodohan publiknya sistematis,” jelasnya.

Sekarang ini ada dua front, front MK dan front harapan rakyat .

Menurut Melki gugatan hasil pilpres ke MK jangan dipandang gugatan dari pihak yang kalah . Justru hak angket dan gugatan MM itu harus dipandang sebagai prosedur hukum yang syah dan konstitusional. Memperjuangkan gak Capres cawapres dan suara masyarakat yang mereka tampung.

Kalau kita berbicara tentang demokrasi memang sepertinya per hari ini kalau dulu turunkan Soeharto ya sekarang turunkan Pak Jokowi

Ketika dia melihat ke depan mahasiswa sedang berdemonstrasi ketika dia melihat ke kiri guru-guru besar sedang marah, ketika dia melihat ke kanan tokoh-tokoh politik oposan hari ini sedang marah, kalau melihat ke bawah rakyat kecil hari ini sedang terinjak-injak oleh kebijakan pemerintah

Yang tidak masuk akal kalau melihat ke atas Mungkin Tuhan juga sedang marah pak Jokowi sudah dalam posisi yang luar biasa terdesak ditekan dari mana-mana

“Tapi kayaknya kesadarannya belum muncul mungkin butuh tekanan dan amarah yang lebih besar lagi,” ungkap Melki.

Selanjutnya Afiq melihat bertemunya 01 dan 03 itu kalau diidentifikasi secara ideologis bertemuanya kubu kanan dan kubu kiri. Kalau gunakan pandangan Thomas Kuhn selalu ada paradigma yang bergeser.

Ketika ceruk dari kirisis semakin dalam nah disini ada pergeseran paradigma. Ibaratkan 01 dan 03 seperti itu. Ditambah dengan akademisi, LSM dan kelompok -kelompok lain. Kalau semua ini bergabung bisa kemungkinan revolusi.

“Saya ingin sampaikan revolusi itu jangan selalu berfikir bahwa revolusi berdarah-darah,” ucap Afiq dar sumber jakartasatu.

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال