JAKARTA (KASTV) - Proses jual beli merupakan salah satu aspek penting dalam
kehidupan masyarakat modern. Akta
hukum yang terkait dengan transaksi ini dianggap sebagai landasan yang kokoh untuk melindungi hak dan kewajiban
pihak-pihak yang terlibat. Namun, ketika terjadi dugaan keterangan palsu dalam akta hukum, integritas proses jual beli
menjadi terguncang, dan implikasinya
dapat meluas ke dalam perkara hukum.
Episode ini, dipandu oleh host podcast Quotient TV, Alvin
Lim, memperkenalkan kisah yang rumit mengenai
kepemilikan tanah dan manipulasi hukum yang telah menjebak beberapa pihak.
Sebuah kasus kepemilikan tanah di pinggir Sungai Kahayan di
Palangkaraya. Kisah dimulai dengan Ari
Yunus Hendrawan, seorang kuasa hukum yang mewakili Hj. Bachtiar Rachman,
pemilik tanah seluas lebih dari 2
hektar di pinggir sungai. Tanah tersebut awalnya disewakan kepada sebuah perusahaan (PT) dengan kesepakatan sewa
selama 11 tahun, namun hanya dua tahun pembayaran
yang diterima oleh Hj. Bachtiar. Ia terjerat oleh utang yang cukup banyak, Hj. Bachtiar memutuskan untuk menjual
tanahnya kepada PT tersebut. Namun, setelah kasus perdata tersebut selesai, timbul gugatan atas dugaan keterangan
palsu dalam akta jual beli yang melibatkan
Hj. Bachtiar.
Alvin Lim menanggapi bahwa perjanjian memiliki unsur Pasal 1320
dan 1338 KUHP, yakni objek yang
halal, cakap, dan sebab yang halal, serta adanya kesepakatan. Lim menekankan
bahwa kata "sepakat"
menjadi dasar perikatan (Pasal 1338) yang dapat berujung pada pidana jika
melibatkan perbuatan yang
terlihat. Hal ini memerlukan penilaian apakah pihak-pihak yang terlibat memenuhi unsur tersebut atau tidak.
Dalam konteks hukum pidana, terdapat alat bukti yang mengindikasikan pelanggaran.
Menurut Pasal 266 KUHP, penegakan hukum jelas menunjukkan bahwa Hj. Bachtiar yang memberikan
keterangan tersebut.
“Pihak pertama Hj bachtiar menjamin pihak kedua, karena perjanjian
ini menjamin pihak kedua dan
ketiga. Dia menjamin bila pihak kedua terkena sengketa, berarti pihak kedua
rugi dong yang beli,
dia mengharapkan jadi miliknya namun digugat orang lain. Jadi dari sisi hukum, Jika benar pemberian keterangan palsu maka bisa
dipastikan pelakunya pihak pertama, pihak kedua korban,”
ucap Alvin Lim.
Dengan berbagai pertanyaan yang masih menggantung, Quotient
TV berusaha untuk menggali lebih
dalam dalam episode terbarunya. Bagaimana peristiwa ini dapat berubah dari
kasus perdata menjadi kasus
pidana? Apa implikasi dari dugaan keterangan palsu dalam proses hukum? Dan siapakah pihak-pihak yang terlibat
dalam kasus ini? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dan analisis mendalamnya akan disajikan dalam program
Quotient TV.
Bergabunglah dengan
Quotient TV: Jadilah Narasumber di Podcast Kami!
Quotient TV adalah media online yang menawarkan jasa publikasi
berita seputar dunia hukum melalui
program podcast. Quotient TV membuka pintu bagi Anda untuk berpartisipasi dalam pengkajian ulang isu-isu hukum yang
penting, dan Anda dapat berbicara tanpa filter, tanpa pengecualian. Kami memberikan panggung kepada semua pihak untuk
merobek tirai dan mengungkapkan
kebenaran yang tersembunyi.
Bagaimana Anda Dapat
Bergabung?
Sangat mudah! Jika Anda memiliki wawasan atau pengalaman
dalam bidang hukum dan ingin berkontribusi
dalam podcast kami, hubungi hotline kami di: 0811-164-489
Apa yang Anda
Dapatkan?
• Platform yang Luas: Jangkauan kami mencakup audiens yang
luas, memberikan kesempatan bagi
Anda untuk berbagi pandangan Anda dengan banyak orang.
• Pengakuan: Dalam podcast Quontient TV, Anda akan menemukan
ruang untuk bersuara tanpa dibatasi,
di mana pengalaman Anda dihargai dan pandangan Anda diakui.
• Berbagi Pengetahuan: Berkontribusi dalam diskusi bersama Alvin
Lim membuka peluang untuk berbagi
pengetahuan dan pengalaman Anda dengan profesional.
Jadi jangan ragu untuk bergabung dengan kami dan menjadi bagian
dari diskusi yang penting tentang
hukum! #QuotientTV #HukumYangSebenarnya #MengungkapKebenaran