People Power, Mungkinkah?

People Power, Mungkinkah?



Opini oleh Eddy Junaidi - Nusantara Institute

 

“Percaya atau tidak, belum pernah ada sikap dan perilaku Presiden Republik Indonesia seperti Joko Widodo, termasuk Soekarno dan Soeharto sekalipun. Satu-satunya yang ingin sekeluarga berkuasa, mulai dari putranya, Gibran Rakabuming Raka yang menjadi Wakil Presiden; Kaesang Pangarep (Ketua Partai Solidaritas Indonesia yang akan dijadikan Gubernur Daerah Khusus Jakarta dengan mengubah Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta, dimana Gubernur DKJ ditunjuk langsung oleh Presiden).

 

Jadwal Pilkada yang semula dijadwalkan November 2024, karena Joko Widodo harus lengser pada Oktober 2024, maka Pilkada DKI dipercepat menjadi September 2024. Bersyukur, PDI
Perjuangan menolak revisi Undang-Undang DKJ, dan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak atas percepatan Pilkada pada September 2024. Operasi Sayang Anak gagal!”

 

Alasan Pemakzulan Joko Widodo

Politik Dinasti tidak saja untuk anak kandung, tetapi juga untuk sang menantu, Bobby Nasution (suami dari Kahiyang Ayu) dan Erina Gudono (istri dari Kaesang Pangarep). Sungguh sangat memalukan, dan masuk dalam kategori perbuatan tercela. Pencalonan ini lebih menjijikan ketika muncul nama Sendi Fardiansyah (Sekretaris Pribadi Ibu Iriana Joko Widodo) yang menjadi calon Bupati Bogor; dan Kahiyang Ayu menjadi calon Wali Kota Solo. Luar biasa bak seorang Raja di
negara demokrasi.


Banyak kalangan menganggap kategori pelanggaran etika menjurus perbuatan tercela (Pasal 7 UUD 1945). Lebih jelas, pasal 7 UUD 1945 berisi:
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya
apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa:
1) Pengkhianatan terhadap negara
2) Korupsi
3) Penyuapan
4) Tindak pidana berat lainnya

5) Perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

 

Jika pemakzulan berdasarkan konstitusi (hukum) secara kasat mata, Joko Widodo selama lebih dari sembilan tahun ini sudah melanggar salah satu dari pasal 7 UUD 1945. Analisis ini perlu pembuktian, karena pasti akan ditantang: “Ayo buktikan!” selayaknya hukum prosedural.

Secara konstitusional, apakah ada pengkhianatan negara dari sikap Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia? (ayat 1 pasal 7 UUD 1945). Kita fokus pada hubungan Joko Widodo dengan hukum politik yang condong ke Cina (Xi Jinping). Sejak Januari 2015, tiga bulan setelah dilantik menjadi President Republik Indonesia, Joko Widodo didampingi beberapa menteri, seperti Luhut
Binsar Pandjaitan, Rini Soemarno, dan Bambang Brodjonegoro, melakukan kunjungan ke Beijing, di antaranya mendeklarasikan bahwa Indonesia Poros Maritim Dunia, menjadi partner strategis Cina (nostalgia Jalur Sutera – Skema One Belt One Road).

 

Hasilnya, diperoleh komitmen (8 MOU) termasuk Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung, dan berbagai proyek untuk BUMN senilai USD 5 miliar dengan jaminan 3 bank BUMN (Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BRI). Belum lagi proyek strategis, seperti: reklamasi, Meikarta, bandara, pelabuhan, infrastruktur, yang bertujuan untuk kelancaran lalu lintas logistik Cina, eksploitasi aset strategis Indonesia.

Yang paling disorot adalah eksploitasi nikel dengan perusahaan Cina, dikawal oleh Luhut Binsar Pandjaitan secara khusus dengan komitmen Skema Turnkey Project, yang mana jika modal dari Cina, maka seluruh teknologi dan Sumber Daya Manusia (SDM) dari buruh sampai Direksi, didatangkan dari Cina.

Hal ini pasti sarat dengan korupsi (Pasal 7 UUD 1945). Untuk pembuktian perlu testimoni dari Luhut Binsar Pandjaitan, Basuki Hadimuljono (Menteri PUPR), Erick Thohir (Menteri BUMN), dan Bahlil Lahadalia (Menteri Investasi). Sedangkan Sri Mulyani Indrawati (Menteri Keuangan) mempunyai data tentang pelanggaran Undang-Undang Keuangan Republik Indonesia. Pengelolaan Keuangan Negara yang “ugal-ugalan” (akrobat) melanggar konstitusi. Disebut ugal-ugalan karena ambisi infrastruktur yang tidak selalu berdampak positif seperti tujuannya.

 

Sangat banyak potensi dugaan gratifikasi (penyuapan), seperti laporan dari Ubedilah Badrun tentang korupsi yang dilakukan oleh Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep terhadap Gandi Sulistiyanto (Sinar Mas) yang dijadikan Duta Besar Republik Indonesia untuk Korea Selatan, sementara eksekutif Sinar Mas lainnya dijadikan Project Officer pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

 

Berikutnya, pembangunan IKN dapat dikategorikan sebagai pengkhianatan negara dan perbuatan tercela, karena Joko Widodo gagal menjabat President selama 3 periode sesuai yang diultimatumkan oleh “saudara tua”, sehingga Xi Jinping akan menyita pulau Kalimantan jika Indonesia tidak dapat membayar utang terhadap Cina.

Utang sebesar Rp 349 triliun yang dilakukan Joko Widodo kepada Cina, adalah di luar prosedur (utang tersembunyi), karena tanpa seizin Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI). Penerimaan negara di luar APBN tidak lagi diperbolehkan oleh Undang-Undang Keuangan Republik Indonesia semenjak tahun 2017. Untuk kesaksian mengenai hal ini dapat ditanyakan kepada fraksi Partai Keadilan
Sejahtera (PKS), karena menjadi pertanyaan saat DKP (Dewan Kehormatan Perwira) dengan Sri Mulyani Indrawati (Menteri Keuangan). Kecurangan Pemilu sebagai perbuatan tercela Perbuatan tercela adalah seperti yang tercantum dalam Pasal 7 UUD 1945

 

Bisakah kecurangan Pemilu dikategorikan sebagai perbuatan tercela seorang Presiden dan/atau Wakil Presiden Republik Indonesia? Jawabannya: bisa banget.


Selain melanggar Undang-Undang Pemilu (aspek hukum) juga melanggar pasal 7 UUD 1945. Pasal Perbuatan Tercela dilanggar secara terbuka akan cawe-cawe pada Pilpres 2024. Melanggar etika yang menjurus “tidak pantas”, jika dibuktikan akan memenuhi persyaratan perbuatan tercela. Namun siapa yang mampu membuktikan? Paslon 01 kah? Atau Paslon 03 yang bersemangat
membuktikan dengan Hak Angket di DPR-RI (oposisi parlemen)?.

Jika secara prosedural hukum, kecil kemungkinannya, karena syarat kuantitatif mendekati selisih margin (Paslon 02 sebanyak 58%, sementara Paslon 01 hanya sebesar 24%), jadi selisih 34% dengan jumlah DPT (Daftar Pemilih Tetap) sebanyak 204 juta. Jadi hampir 67 juta suara yang harus dibuktikan kecurangannya. Suatu hal yang mustahil untuk dibuktikan oleh Paslon 01 dan Paslon 03 yang mempunyai legal standing (kedudukan hukum). Bawaslu (Badan Pengawas Pemilihan Umum) akan follow-up, bisa dipastikan untuk seterusnya akan ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK), walau tetap bersidang.

 

Kita mengetahui bagaimana peran “paman” dalam meloloskan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden. Jika terbukti pidana memenuhi pasal perbuatan tercela.

Selanjutnya, PDI Perjuangan mengancam akan bersaksi kepada Kapolda (jika di daerah–level provinsi) bahwa terdapat pelanggaran secara Terstruktur, Sistematis, dan Masif (kualitatif), yang melanggar Undang-Undang Pemilu. Hal ini akan diangkat di DPR dengan skema Hak Angket, interpelasi, dan berujung pemakzulan Joko Widodo, sehingga ada Pemilu ulang tanpa Joko Widodo.

Dalam perspektif hukum, banyak “dosa” pelanggaran pidana berat lainnya selain kecurangan Pilpres 2024. Dari segi hukum perlu testimoni (baca: khianat) dari orang-orang terdekat Joko Widodo, seperti: Luhut Binsar Pandjaitan, Sri Mulyani Indrawati, Pratikno, Basuki Hadimuljono, Bahlil Lahadalia, Erick Thohir, Budi Karya Sumadi, Airlangga Hartarto. Mereka juga perlu melakukan seperti
yang dilakukan oleh Ginandjar Kartasasmita, Akbar Tandjung, dkk yaitu mengundurkan diri dari Kabinet di akhir April 1998, yang memukul telak Soeharto.


Apakah “die hard” Joko Widodo berani berkhianat. Sikap Luhut Binsar Pandjaitan yang menjaga jarak (tidak all-out seperti sebelumnya) dengan alasan sakit, bisa menjadi sinyal. Sri Mulyani curhat kepada Megawati Soekarnoputri, itu juga sinyal. Budi Karya Sumadi sakit, itu juga sinyal.

Terancam bangkrutnya BUMN di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), seperti BUMN Karya, adalah sinyal bahwa Basuki Hadimuljono mulai ketakutan dan dekat dengan Megawati Soekarnoputri sebagai indikator.

Jika menteri-menteri dari PDI Perjuangan (5 orang), Partai Nasional Demokrat (2 orang), Partai Kebangkitan Bangsa (3 orang), Partai Persatuan Pembangunan (1 orang), total menjadi 11 orang mundur, Joko Widodo akan goyah (bisa delegitimasi dengan mosi tidak percaya!). Pembuktian secara parsial akan mubazir, ditindaklanjuti oleh Bawaslu sebagai “basa-basi”, dan nantinya (pasti)
akan ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK).


Jadi protes secara hukum oleh PDI Perjuangan, Nasdem, PKB, PPP akan berpeluang 50 : 50. Namun proses pemakzulan pasca pengumuman oleh Komisi Pemilihan Umum (yang dinilai tidak kredibel) tentang Kemenangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, yang akan memicu people power sangat dimungkinkan.

 

Jalan satu-satunya harus dibuktikan secara AI (Artificial Intelligence), karena kecurangan pada Pilpres 2024 bersifat “Algoritma Digital”, harus dibuktikan dengan audit forensik server KPU, yang kemungkinan juga akan ditolak oleh Joko Widodo, dan bisa-bisa memakai server dummy (palsu).

 

Siapa yang paling tepat membuktikan? Jawaban satu-satunya adalah “Paman Sam – sang Hitman!” Kenapa bisa? Karena Amerika Serikat (AS) adalah satu-satunya negara yang mempunyai Pegasus (software dan hardware) buatan AS dan teknologi Israel sebagai “mesin pencari data dan informasi” yang keamanannya di atas Google.

Aplikasi dan mesinnya disebut Intel Us Zero-Click, yang hanya dimiliki Amerika Serikat (CIA-Central Intelligence Agency dan FBI-Federal Bureau of Investigation) dan Israel (Mossad). Badan Intelijen Pusat (CIA) AS jika sudah dikomersilkan pasti sudah mempunyai pengganti, seperti halnya Pegasus setelah “intel us zero- click” ditemukan.


Terjadi juga dengan Pegasus tempur dengan dikomersialkannya F-16 setelah AS memiliki F-35. Pertanyaan besarnya adalah, apakah AS mau, dan “mengebom” Joko Widodo dan Prabowo Subianto (yang sudah terpilih menjadi President Republik Indonesia ke-8)?


Dari tulisan “Jokowi Effect di Pilpres 2024, Memang Ada?” disajikan kronologi, latar belakang, skema dan pola, serta cipta kondisi melalui hasil “surepay” cara Joko Widodo memenangkan paslon 02. AS jelas “berseberangan” dengan rezim Joko Widodo yang pro Beijing. Posisi politik Indonesia sesuai konstitusi seharusnya: Non Blok dan ikut mendorong perdamaian dunia. AS mengambil sikap menjauh dari rezim Joko Widodo selama sembilan tahun. AS terlihat hanya melindungi Uranium di Papua (Freeport) yang harga mati bahan baku nuklir diserobot Cina.

 

AS sudah mengultimatum Cina bahwa harus selesai pada 2030 dengan skema Food Security (Ketahanan Pangan) dan Energy Security (Ketahanan Energi), karena akan langka pangan dan energi fosil pada tahun 2030. Cina mengantisipasi dengan Skema OBOR (One Belt One Road), dan Xi Jinping
langsung menjadi Presiden RRC seumur hidup untuk memimpin langsung Proxy War (pangan dan energi) di tahun 2030.


Dengan berbasis konteks AS versus Cina, tentu AS tidak mau paslon 02 akan meneruskan Poros Jakarta-Beijing. Apalagi dalam konteks Laut Cina Selatan, secara geografis (konteks geo-strategi) AS memerlukan Indonesia untuk logistik perang jika perang di Laut Cina Selatan terjadi. Jadi AS berpotensi cawe-cawe di Indonesia dari kecurangan Pilpres 2024.


Dengan catatan pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM) oleh Prabowo Subianto, mengakibatkan AS belum memberinya visa. Rasa nasionalisme Prabowo Subianto yang tinggi (lebih cerdas dari Joko Widodo), namun berwatak labil dan temperamental. Jebakan utang Cina dan proyek strategis yang berkelanjutan.

 

Disinyalir oleh AS bahwa Prabowo Subianto tidak bisa “dipegang” seperti halnya Susilo Bambang Yudhoyono. Dengan salah satu kapal induk AS di Laut Papua, dan sulit dilepaskannya pilot Susi Air berkebangsaan Selandia Baru dari penyanderaan, pasti ada AS di belakangnya (kaitannya dengan proteksi Uranium). Kelebihan geo-strategi Indonesia di Laut Cina Selatan (Kepulauan Natuna) adalah harga mati bagi AS untuk dimiliki Cina.


Banyak dari hasil operasi AS di Indonesia menyimpulkan bahwa Prabowo Subianto bukan sahabat yang diinginkan. Kecuali Prabowo Subianto merapat ke AS dan melobby khusus.


Disimpulkan dan diyakini bahwa AS mempunyai data “copy paste” dari kecurangan Pilpres 2024 oleh Joko Widodo dengan restu Prabowo Subianto. Apakah memenuhi syarat untuk dibongkar? Jawabannya, tergantung merapat atau tidaknya Prabowo Subianto dengan AS, dan berkomitmen untuk melepas proyek keberlanjutan dengan Cina dan Xi Jinping, baik dalam konteks Uranium ataupun Kepulauan Natuna. Tercatat bocoran dari CIA mengenai rencana Cina yang akan menjadikan Pulau Rempang sebagai pangkalan militer berkedok “judi” oleh Tomy Winata, menandakan AS siaga penuh memonitor Cina di Indonesia.


Besar kemungkinan AS akan cawe-cawe seperti halnya yang terjadi pada Bung Karno (1965), dimana Indonesia pro Komunis (Cina dan Uni Soviet). Juga Soeharto (1998) yang ingin mandiri, tidak bergantung dari Amerika Serikat, dalam hal ini, IMF (International Monetary Fund/Dana Moneter Internasional) dan WB (World Bank/Bank Dunia).

Apakah ini disadari oleh Prabowo Subianto (berkomitmen melanjutkan politik Joko Widodo)? Atau sebaliknya, dengan alasan Uranium di Papua, geo-strategi Laut Cina Selatan (Kepulauan Natuna), dan people power (ekses kecurangan Pilpres) AS akan mem-back-up perlawanan? Jika AS ikut cawe-cawe tentu tuntutan diskualifikasi paslon 02 dan diikuti pemakzulan Joko Widodo akan berhasil. AS langsung “mengebom” dengan membuka data kecurangan Pilpres 2024. Berkaitan dengan hal ini Anies Baswedan, Megawati Soekarnoputri, dan Surya Paloh, setelah proses Hak Angket di DPR-RI, melobby AS, dan Pilpres batal sehingga harus diulang tanpa Joko Widodo.

Mungkinkah people power terjadi?
Mengingat citra buruk keterlibatan AS ekses membongkar kecurangan hasil Pilpres 2024 sebagai “Pemilik Demokrasi” dan polisi dunia; belum lagi rekor AS menumbangkan berbagai rezim di belahan dunia, seperti Ferdinand Marcos (mantan Presiden Filipina), pecahnya Uni Soviet, Yugoslavia, dan beberapa negara di Amerika Latin. Sang Hitman (AS) jika punya kehendak, pasti terjadi.
Dan Indonesia dibuktikan dengan peristiwa Soekarno (1965) dan Soeharto
(1998) sebagai rezim anti demokrasi.

Dengan alasan demokrasi, AS akan bertindak apa pun jika kepentingan strateginya dengan Indonesia (Uranium dan kepentingan strategi) terganggu. Menurut analisis penulis, akan lebih mudah bagi AS untuk mencapai tujuannya dengan people power. Kenapa? Karena keterlibatan (partisipasi) masyarakat yang menginginkan diskualifikasi paslon 02 dan pemakzulan Joko Widodo
melalui Legislatif (DPR).

 

Sesuai konstitusi dan dapat berperan di balik layar seperti kejadian 1965 dan 1998.
Belum pernah terjadi di Indonesia, people power (oposisi non parlemen) berkolaborasi dengan oposisi parlemen secara simbiosis mutualistis, karena mereka (Megawati Soekarnoputri – PDI Perjuangan cs) berkhianat kepada Joko Widodo, mereka merasa sebelumnya dikhianati oleh petugas partainya.

PDI Perjuangan dan parpol yang mengamini kemunduran Soeharto adalah oposisi bersama PPP kala itu. Soeharto dengan legowo lengser atau people power dan operasi moneter Soros yang terjadi sejak tahun 1997. Akankah terulang pola Soeharto (1998)? Atau dipaksa mundur seperti Bung Karno (1965) oleh Soeharto (Angkatan Darat)?

Sepertinya terlihat Joko Widodo yang euforia karena Gibran Rakabuming Raka- sang anak menjadi Wakil Presiden. Begitu juga dengan Prabowo Subianto yang menjadi Presiden Republik Indonesia ke-8 (dan sudah memakai lencana Presiden), setelah empat kali mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden maupun Presiden pada empat kali Pemilu (2009, 2014, 2019, 2024). Prabowo Subianto
juga mendapat bonus Bintang 4 (Hor) dari Joko Widodo, untuk pengikat kesetiaan yang bersangkutan.

Mengingat hal di atas, pasti Joko Widodo berduet dengan Prabowo Subianto “merasa mengendalikan seluruh kekuatan untuk mempertahankan diri dari ancaman people power sejak 20 Maret s/d akhir September 2024”. Walau optimisme (arogan) duet Prabowo Subianto–Joko Widodo meremehkan kehadiran tujuh Jenderal TNI (Purnawirawan) Bintang 4 (mantan KASAD, KASAL,
dan KASAU), Sutiyoso (Bintang 3), dan puluhan Jenderal TNI (Purnawirawan) lainnya yang saat ini dipimpin oleh Jusuf Kalla sebagai koordinator kelompok yang disebut Petisi 100 Plus.


Di antara Jenderal TNI (Purnawirawan), tercatat nama-nama mantan KASAD (Subagyo Hadi Siswoyo, Tyasno Sudarto), Fachrul Razi (mantan Wakil Panglima TNI), dan Gatot Nurmantyo (mantan Panglima TNI), mantan KASAU (Agus Supriatna, Chappy Hakim), mantan KASAL (Slamet Soebijanto, Bernard Kent Sondakh, Tedjo Edhy Purdijatno). Berikutnya dari Komando ada Suharto (mantan Danjen Marinir), Soenarko (mantan Danjen Kopassus), Sutiyoso (mantan Gubernur DKI Jakarta dan Wakil
Danjen Kopassus).

 

Belum lagi kita mengetahui sikap Wiranto dan Agum Gumelar yang plinplan perihal DKP (Dewan Kehormatan Perwira) pada pemecatan Prabowo Subianto (1998) yang dikarenakan penculikan aktivis 1998, dan menjadi catatan khusus Amerika Serikat dan HAM PBB.

Selain itu juga ada keterlibatan Prof. Amien Rais (mantan Ketua Umum Muhammadiyah, pendiri Partai Amanat Nasional dan Partai Ummat) dan Prof. Din Syamsudin (tokoh Islam dunia), perlawanan dari NU (Nahdlatul Ulama) Kultural, seperti Gus Aam (cucu Wahab Chasbullah-pendiri NU), KH. Azaim Ibrahimy, As’ad Syamsul Arifin (tokoh NU), dan Gus Najih (putra dari KH. Maimun Zubair), Pondok Pesantren Gontor, dan KH. Thoifur Mawardi (Purworejo) alumni Mekkah yang sudah sepuh, dan berpengaruh terhadap 400-an Pesantren besar di Indonesia. Semua kyai NU pendukung Anies Baswedan berpotensi melawan kecurangan Pemilu yang bagian dari people power.

Diwaspadai LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) berbau AS yang berpusat di LBHI (Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), yang saat ini dikepung oleh Brimob. Mereka yang hadir dengan isu lingkungan hidup, antara lain: Walhi, Kephis, dan Green Peace; demokrasi dan HAM (YLBHI), PBHI, HAM PBB Perwakilan Indonesia, Haris Azhar (Lokataru), Usman Hamid (Human Rights Working
Group), Jaringan Advokasi Tambang (Jatam)-Uni eropa untuk lingkungan hidup, dan banyak lagi LSM afiliasi AS, saat ini dijaga ketat oleh Brimob dan diteror oleh preman.

Langkah represif Joko Widodo akan berujung chaos (Brimob yang main kayu), bukan tidak mungkin Prabowo akan menerjunkan TNI. Menurunkan Hercules, dkk, Laskar Merah Putih dan Laskar Preman hanya akan mengundang konflik horizontal, berujung dengan “berdarah” dan HAM PBB akan turun, diikuti operasi AS, beralasan demikrasi dan HAM.

Gejala krisis politik cross dengan krisis ekonomi. Krisis politik setelah 20 Maret 2024 sangat mungkin terjadi. KPU mengumumkan hasil rekapitulasi nasional Pemilu 2024. Paslon 02 dituduh oleh Paslon 01 dan Paslon 03, serta publik bahwa kecurangan Sirekap dengan Algoritma Digital,
adalah kecurangan yang diskenario dengan skema program: Anies Baswedan (24%), Prabowo Subianto (58%), dan Ganjar Pranowo (18%).

Dimulai dengan cipta kondisi hard quick count, penghitungan real digital dan manual dengan ulasan kecanggihan teknologi (kecurangan = Jokowi effect), Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka diumumkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029.

Isu kecurangan Pilpres 2024 adalah bak rumput kering dipantik api. Pasca 20 Maret 2024 protes civil society dan Hak Angket Legislatif akan eskalatif. Jika diantisipasi oleh Joko Widodo-Prabowo Subianto dengan “kasar” (main kayu/power) sangat potensial terjadi chaos. Pemicu lainnya adalah gejolak harga pra Ramadhan/Lebaran akibat ulah kartel yang dipelihara rezim Joko Widodo melalui kuota pangan Kementerian Perdagangan (Zulkifli Hasan) dan Kementerian Pertanian (Amran Sulaiman).

Negara Indonesia harus membayar utang sebesar lebih dari Rp500 triliun pada April-Mei 2024 ini. Tentu saat ini Menteri Keuangan (Sri Mulyani Indrawati) akan menahan laju pembayaran (konon senilai Rp800 triliun ada pada Bank Indonesia) untuk keselamatan Indonesia dan reputasi pribadinya sebagai raja utang.

 

Mukhamad Misbakhun (Fraksi Golkar di Komisi XI) mengatakan bahwa, utang Indonesia mencapai Rp20.750 triliun; dengan rincian Rp8.500 triliun utang Pemerintah, sebesar Rp6.900 triliun utang BUMN; dan hampir Rp5.000 triliun utang Pemerintah di dalam negeri, seperti: Taspen, BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji), Bhakti Telkom, BPJS Tenaga Kerja, dll; serta kewajiban dengan BUMN (subsidi) seperti: Pertamina, PLN, Bulog, dan PUPR. Jika menggunakan data ini ratio utang yang diperbolehkan konstitusi lebih dari 100%, padahal yang diperbolehkan berdasarkan Undang-Undang hanya 60%. Jika yang dihitung utang luar negeri pemerintah saja, hanya Rp8.500 triliun (38%).


Banyak sekali isu bahwa rezim Joko Widodo melanggar pasal 7 UUD 1945 perihal
pemakzulan. Joko Widodo adalah orang yang sangat visioner, berpikir ke depan. Ia adalah paket komplit sosok politisi dan pengusaha, dan meski sering terkesan grasa- grusu dalam mengambil kebijakan, ia adalah sosok langka dengan kalkulasi cermat dan matang, di atas rata-rata politisi Indonesia. Misalnya, ia tidak peduli dengan kritik pedas mega proyek infrastruktur, mulai dari jalan tol hingga Ibu Kota Nusantara, yang dibiayai dengan utang jumbo.

 

Benar, pilihan Joko Widodo berdampak buruk dalam jangka pendek pada kinerja perekonomian yang jauh di bawah pendahulunya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tetapi dari sudut pandang teoritis apa yang ia bangun memang baru akan berdampak positif bagi Indonesia setelah ia lengser. Indonesia memang butuh infrastruktur yang layak untuk menjadi negara maju.


Ia tidak bergeming dengan kebijakan hilirisasi produk tambang dan juga regulasi payung kontroversial Cipta Kerja, meskipun di kritik kanan kiri. Ia tahu, dalam visinya, suatu saat nanti ia akan dikenang sebagai peletak fondasi ekonomi Indonesia maju nan modern. Boleh dibilang, hampir semua kebijakan ekonominya itu memiliki dampak positif jangka panjang, sehingga yang ia pun menyiapkan skenario politik jangka panjang untuk memastikan semua kepentingan dan visinya tetap dijalankan oleh penggantinya.

 

Joko Widodo hanya tinggal memastikan, penerusnya adalah orang yang direstuinya. Untuk hal ini saya sudah menulisnya dalam seri analisis sebelumnya, bahwa Prabowo Subianto adalah pilihan kedua Joko Widodo untuk melawan Capres PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo, sehingga siapa pun pemenangnya, kecuali Anies Baswedan, adalah orang yang dapat ia percaya meneruskan kebijakan- kebijakannya.


Patut diduga, sudah ada semacam konsesi politik yang diberikan Joko Wdodo kepada Prabowo Subianto saat merayunya untuk bergabung menjadi Menteri Pertahanan saat menyusun kabinet 2019. Pertama, Prabowo ditempatkan di posisi strategis pada kementerian dengan anggaran jumbo tiap tahun, paling besar pada 2023 mencapai Rp131 triliun. Kedua, konsesi endorsement politik
untuk maju sebagai penggantinya di 2024. Dalam pidato pada acara HUT Partai Perindo di Jakarta Pusat, 7 November 2022 silam, Joko Widodo setengah berkelakar bilang begini. “Kelihatannya setelah ini jatahnya (Presiden) Pak Prabowo,” kata Joko Widodo. Prabowo Subianto yang hadir dalam acara itu langsung berdiri dari kursinya dan memberi hormat kepada Joko Widodo.

Mimikri Joko Widodo, Seperti tulisan opini Muhammad Maruf (CNBC Indonesia, 5 Juni 2023) di bawah ini. Dengan tingkat kepuasan kinerja hingga 85% berdasarkan survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada April 2023-tertinggi sejak Joko Widodo naik tahta pada 2014, sangat masuk akal semua capres ibarat ingin mimikri dengan Joko Widodo. Mimikri adalah kemampuan hewan untuk memakai bagian tubuhnya atau warna kulitnya agar dapat menyerupai sesuatu, bisa saja hewan lainnya, benda, perilaku atau bahkan suara. Mimikri tidak berarti hewan mengubah tubuhnya tetapi hanya menyesuaikan tubuhnya sesuai lingkungan atau hewan lain.

 

PENUTUP

Terjadikah diskualifikasi paslon 02 yang berbuntut pemakzulan Joko Widodo? Ibarat pemantik rumput kering, kecurangan Pilpres yang terbongkar dan gejolak harga-harga sebagai pemicu terjadinya krisis politik dan ekonomi. Jika itu terjadi pada April–September 2024, itu adalah rumput kering yang terbakar api.

 

Faktor-faktor berikut adalah pendorong percepatan membesarnya api:
1) Intervensi AS (sang Hitman);
2) Kecurangan pada Pilpres 2024 yang terbukti;
3) Pengkhianatan menteri-menteri yang dikenal memegang rahasia kejahatannya, seperti: Luhut Binsar Pandjaitan, Sri Mulyani Indrawati, Erick Thohir, Basuki Hadimuljono, Bahlil Lahadalia, Budi Karya Sumadi.

4) Berikutnya dengan mundurnya menteri-menteri koalisi PDI Perjuangan, PKB, Nasdem yang mencapai 11 orang (30% dari Kabinet Jokowi-Ma’ruf); 4) Hadirnya Jusuf Kalla sebagai operator sekaligus bohir bersama taipan yang dendam (kasus minyak goreng dan BTS (Base Transceiver Station/ stasiun pemancar-penerima dasar)-Kominfo) dimana orang- orang terkait dipenjara;

5) Cina dengan ultimatum sita pulau Kalimantan jika Indonesia tidak dapat membayar utang;


6) Peran Jusuf Kalla dibantu Jenderal TNI (Purnawirawan) serta LSM, mahasiswa-mahasiswa dari 214 Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Tinggi Swasta yang ingin memakzulkan Joko Widodo;

7) Secara legal formal: Megawati Soekarnoputri, Surya Paloh, dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) akan memproses Hak Angket di DPR RI, walaupun sampai medio Februari 2024 masih ragu-ragu. Wajar saja, karena beberapa Ketua Umum parpol tersandera dengan kasus di KPK.

Proses Hak Angket akan disambut oposisi non-parlemen dengan people power. Krisis politik akan eskalatik, di waktu bersamaan terjadi gejolak harga pangan di saat ekonomi slow-down (daya beli rendah). Penduduk yang rentan miskin, dan sudah miskin, mudah digerakkan turun ke jalan, sementara elemen civil society sudah pemanasan.

Penulis yakin pemakzulan Joko Widodo akan terjadi.


Tujuh faktor di atas akan ber……dengan situasi dan kondisi objektif ekonomi yang akan mengalami turbulensi jika cross dengan krisis politik.

 

Kesimpulannya, people power mungkin saja terjadi, jika melihat kondisi objektif perlawanan . Apakah sampai mendiskualifikasi paslon 02, apakah sekalian memakzulkan Joko Widodo??? Hanya Allah SWT yang tahu.

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال