Wacana Penyesuaian Tarif KRL Jabodetabek dan Transjakarta

Wacana Penyesuaian Tarif KRL Jabodetabek dan Transjakarta



Opini oleh Djoko Setijowarno*)

Mengutip penelitian yang dilakukan oleh Dwi Ardianta, Hengki Purwoto dan Agunan Samosir dalam Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik Trisakti (Juli 2022), menyimpulkan pemberian public service obligation (PSO) KRL Jabodetabek tidak tepat sasaran karena sekitar 60 persen pengguna adalah kelompok mampu. 


Tarif Kereta Rel Listrik (KRL) Jabodetabek tidak mengalami penyesuaian atau kenaikan sejak tahun 2016. Sementara tarif Bus Trans Jakarta sejak tahun 2005

Selain integrasi fisik, jaringan dan informasi, masih diperlukan integrasi pembayaran. Pembayaran tiket terpadu untuk perjalanan single moda ataupun multimoda. Integrasi semua moda transportasi dalam platform yang terhubung dan personal sebagai layanan first mile last mile.

Survei yang dilakukan terhadap pengguna KRL Jabodetabel oleh LM FEUI (2016), menyebutkan penumpang yang memiliki penghasilan Rp 3 juta – Rp 7 juta per bulan sebanyak 63,78 persen. Kemudian hasil survei yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) – Badan Kebijakan Transportasi (BKT) Kementerian Perhubungan tahun 2021, menyatakan penumpang yang memiliki penghasilan kurang dari Rp 4 juta sebulan sebanyak 56,06 persen dan lebih dari Rp 4 juta sebanyak 43,94 persen. Pengguna KRL Jabodetabek mayoritas bekerja sebagai karyawan swasta dengan penghasilan paling tinggi Rp 4 juta.

Rata-rata upah minimum regional (UMR) Jabodetabek mengalami penyesuaian atau kenaikan setiap tahunnya. Saat ini UMR Prov. DKI Jakarta Rp 5.067.381, Kota Bogor Rp 4.813.988, Kota Depok Rp 4.878.612, Kota Tangerang Rp 4.760.289, Kota Tangerang Selatan Rp 4.670.791, dan Kota Bekasi Rp 5.343.430.

Mengutip penelitian yang dilakukan oleh Dwi Ardianta, Hengki Purwoto dan Agunan Samosir dalam Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik Trisakti (Juli 2022), menyimpulkan pemberian public service obligation (PSO) KRL Jabodetabek tidak tepat sasaran karena sekitar 60 persen pengguna adalah kelompok mampu. 

Volume penumpang KRL Jabodetabek tidak terpengaruh terhadap penyesuaian/kenaikan tarif terutama pada kelompok masyarakat mampu. Karakteristik penumpang didominasi oleh kelompok berpenghasilan tinggi dan jenis perjalanan komuter yang bersifat inelastis. Nilai elastisitas terhadap tarif KRL Jabodetabek tergantung pada karakter perjalanan, karakter penumpang, karakter dan layanan kota, dan besaran dan arah perubahan tarif.

Menurut Kemenko Maritim dan Investasi (Februari, 2024), sebanyak 6,704 juta penduduk di Jabodetabek membutuhkan penyediaan layanan angkutan umum setiap hari. 

Jumlah penumpang angkutan umum commuting (penumpang per hari) untuk Transjakarta sebanyak 1,17 juta penumpang (tahun 2023), KRL Jabodetabek 952 .000 penumpang, MRT Jakarta 278.955 penumpang (tahun 2023), LRT Jabodebek 54.117 penumpang (tahun 2023), LRT Jakarta 2.800 penumpang (tahun 2023), Trans Jabodetabek 55.442 penumpang (tahun 2022), JR Connection 6.948 penumpang (tahun 2022) dan Trans Pakuan di Bogor 11.317 penumpang (2023). Potensi penduduk dilayani angkutan umum dalam radius 500 meter dari simpul sebesar 7,97 juta orang. Total dalam sehari 2,532 juta penumpang per hari.

Tahun 2023, Pemerintah melalui DIPA Kemenkeu menganggarkan PSO untuk Perkeretaapain sebesar Rp 3,5 triliun. Sebanyak Rp 1,6 triliun (0,48 persen) diberikan untuk PSO KRL Jabodetabek. Sementara di tahun yang sama anggaran untuk bus perintis di 36 provinsi hanya diberikan Rp 177 miliar, 11 persen dari PSO KRL Jabodetabek, sungguh tidak berimbang. Kepentingan layanan transportasi umum daerah 3 T (Terdepan, Tertinggal dan Terluar) se Indonesia kalah jauh ketimbang warga Jabodetabek. 

Jika ada penyesuaian tarif KRL Jabodetabek, maka anggaran PSO Perkeretaapian dapat dialihkan untuk menambah anggaran bus perintis yang dioperasikan di seantero Nusantara supaya tidak ada ketimpangan anggaran.

Solusi agar masyarakat lemah tidak terbebani dengan kenaikan tarif Transjakarta dan KRL Jaabodetabek, Pemprov DKI dan PT KCI bisa menerapkan cara yang diberlakukan Pemprov Jawa Tengah (Trans Jateng) dan Pemkot. Semarang (Trans Semarang) dalam memberikan subsidi penumpang bus.

Tarif Trans Semarang yang dikelola Pemerintah Kota Semarang Rp 4.000, ada tarif khusus Rp 1.000 yang diberikan pelajar/mahasiswa, pemegang kartu identitas anak (KIA), anak usia di bawah lima tahun (balita), disabilitas, isian (usia 60 tahun ke atas) dan veteran. Sementara Trans Jateng yang dikelola Pemprov. Jawa Tengah bertarif Rp 4 ribu, diberikan tarif separo (Rp 2 ribu) untuk pelajar, mahasiswa dan buruh.

Pihak Pengelola Transjakarta dan PT KCI bisa membuka? pendaftaran bagi warga yang mau mendapatkan tarif khusus itu. Jika buruh, selain menunjukkan KTP, mereka juga bisa menunjukkan surat keterangan dari tempat bekerja atau RT setempat

Jika ketahuan berbohong (mungkin ada yang melapor atau ada petugas yang bisa memverifikasi), bisa dicabut dan bisa juga untuk sementara waktu tidak boleh menggunakan bus Transjakarta.


*)- Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال