JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS, Mulyanto, melontarkan kritik tajam terhadap Menteri Investasi, Bahlil Lahaladia, terkait rencana pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan. Mulyanto menilai bahwa usulan ini tidak logis dan berpotensi melanggar aturan yang ada, serta dapat memicu konflik kepentingan dan korupsi.
Menurut Mulyanto, pernyataan Bahlil yang mengatakan bahwa
ormas keagamaan tidak memerlukan spesialisasi dalam mengelola tambang hanya
dengan menggandeng kontraktor, menunjukkan kerancuan dalam pengelolaan negara.
Mulyanto menegaskan bahwa pemerintah seharusnya memperbaiki
masalah di sektor pertambangan, bukan menjadikannya justifikasi untuk
memperluas pemberian izin yang bisa menyebabkan kerusakan yang lebih luas.
Mulyanto juga menekankan pentingnya penerapan kaidah good
and clean governance (GCG) yang mengatur tugas dan fungsi masing-masing sektor
dalam pengelolaan negara. Ia khawatir jika sektor-sektor publik, ekonomi, dan
kemasyarakatan terjadi tumpang tindih, tata kelola negara akan menjadi semakin
kacau. Sebagai contoh, ia mengingatkan potensi kerusakan jika lembaga seperti
TNI atau Polisi ikut terlibat secara kelembagaan dalam bisnis tambang.
Lebih lanjut, Mulyanto meragukan efektivitas pengawasan
terhadap tambang ilegal yang didukung oleh aparat, apalagi jika masalah baru
seperti pemberian IUP kepada ormas keagamaan ditambahkan.
“Pprogram
ini akan berdampak buruk pada ormas itu sendiri, mempengaruhi obyektivitas,
soliditas, dan tata kelola organisasi, yang pada akhirnya merusak ormas dalam
menjalankan fungsi pengawalan moral di masyarakat,” katanya.
Sebelumnya, Bahlil Lahadilia menyatakan akan memberikan IUP
batu bara kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sebagai bentuk
pengoptimalan peran organisasi keagamaan.
“Keputusan ini telah disetujui oleh beberapa menteri dan Presiden Jokowi, serta proses pemberian izin ini sudah hampir selesai,” ujarnya, Senin (3/6/2024).
Bahlil menyebut bahwa pemberian IUP ini sebagai bentuk
apresiasi terhadap kontribusi PBNU dalam pembangunan negara, meskipun Mulyanto
dan pihak lain meragukan efektivitas serta dampak dari kebijakan ini terhadap
tata kelola negara dan ormas keagamaan.