Revisi Undang-Undang Kepolisian menuai kritik. Pasalnya,
dalam draft saat ini, ada beberapa kewenangan Polri yang ditambah,
sehingga ditakutkan terjadi penyalahgunaan kewenangan berlebih. Salah satunya
adalah di bidang siber.
Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho mengatakan, revisi Undang-Undang
Polri masih dalam pembahasan bersama. Dirinya mengaku belum mendapat rincian
mengenai progres pembahasan undang-undang sampai sekarang
“Perlu ditegaskan saat ini masih dibahas, bahasannya seperti apa kita juga
belum dapat informasi lengkap,” kata Sandi kepada wartawan, Jumat (31/5).
Pengamat Geopolitik Hendrajit menanggapi hal tersebut ia mengatakan
seperti juga halnya RUU Penyiaran terkait pelarangan investigasi dan
bergulirnya isu Tapera, RUU perubahan ketiga atas UU No 3 tahun 2022, juga aneh
dan penuh tanda tanya.
“Hasil Pileg dan Pilpres 2024 sudah usai dan hasilnya sudah definitif
seturut pengesahan KPU. Dengan begitu produk-produk hukum dan
perundang-undangan seharusnya menunggu konfigurasi baru DPR dan pemerintahan
eksekutif terpilih dilantik Oktober 2024,” kata Hendrajit dilansir jakartasatu.com, Minggu (2/6/2024).
Sebab lanjutnya, pertama, meski partai partai yang yang ada di DPR produk
politik 2019-2024 praktis
sama saja dengan partai partai yang akan duduk di DPR 2024-2029, namun pasti
akan ada konfigurasi baru yang akan mewarnai konstelasi DPR mendatang seturut
munculnya kekuatan baru yang berkesimpulan Prabowo-Gibran.
“Jika hal ini berlangsung terus dan tidak direm, maka para anggota DPR
produk 2019-2024 sedang
menyalakan bom waktu bagi konfigurasi kekuatan baru DPR maupun pemerintahan
eksekutif 2024-2029,” terang
wartawan senior ini.
Kedua, terbangun kesan ke publik bahwa konfigurasi baru legislatif dan
eksekutif produk pilres dan pileg 2024 seakan akan sudah memasuki Senayan dan
Istana. Padahal sama sekali belum. Lebih parahnya lagi, ketika publik dan
khalayak ramai sudah berasumsi bahwa DPR produk pileg 2019-2024 dan 2024-2029 sama saja
alias idem dito. Atau memang ada pelbagai pihak yang memang bermaksud membentuk
persepsi semacam itu?
Ketika terjadi tumpang tindih antara konfigurasi lama dan konfigurasi baru
DPR terkait RUU Penyiaran maupun RUU perubahan ketiga atas UU Nomor 3 tahun
2022 berlangsung terus, besar kemungkinan dualisme DPR lama dan DPR baru akan
menciptakan anarki konstitusional dan delegitimasi DPR sebagai pabrik pembuat
undang undang dan lembaga pengawas pemerintahan eksekutif.
“Hemat saya Jokowi sebagai presiden secara otoritatif mesti menyatakan
sikap secara komprehensif atas mencuatnya isu larangan investigasi, Tapera dan
kewenangan Polri memblokir internet secara sepihak,” tandas Hendrajit.
“Atau jangan jangan, Presiden Jokowi lagi galau dan gamang. Atau sedang
memperkuat posisi tawar kepada Prabowo?,” tukasnya.
Sebagaimana diketahui, dalam draf revisi Undang-undang Polri Nomor 02
Tahun 2002, Polri mendapat tambahan kewenangan. Salah satunya yakni pengawasan
ruang siber yang tercantum dalam Pasal 14 Ayat (1) nomor b.
Pengawasan di ruang siber ini juga diatur dalam Pasal 16 Ayat (1) nomor q.
Di sana disebutkan jika Polri memiliki kewenangan untuk melakukan penindakan,
pemblokiran atau pemutusan, dan upaya perlambatan akses ruang siber untuk
tujuan keamanan dalam negeri.
Poin ini yang banyak menuai kritik dari publik. Karena dikhawatirkan
terjadi abuse of power dari Polri kepada masyarakat.