JAKARTA - Ratusan
orang yang merupakan karyawan PT Polo Ralph Lauren Indonesia dan PT Manggala
Putra Perkasa beserta keluarganya berduka. Ini terjadi setelah perjuangan
mereka mencari keadilan di Mahkamah Agung (MA), tak kunjung didapat. Sengketa
merek yang melibatkan perusahaan mereka dengan pihak MHB, yang peninjauan
kembali perkaranya ditangani MA, akhirnya telah diputus. Putusannya merugikan
pihak karyawan dan keluarga.
"Kemarin hari Selasa itu hari berkabung, tidak adanya
keadilan di Indonesia. Kita sedih atas maruah Mahkamah Agung," ujar
perwakilan karyawan, Janli Sembiring saat berunjuk rasa di depan Gedung MA,
Jakarta, Kamis (30/5/2024).
"Hakim yang mengadili menolak PK, artinya ini mengancam
hajat hidup orang banyak," imbuhnya.
Ia kembali merasa janggal dengan putusan hakim yang terkait
perkara PK PT Manggala Putra Perkasa Nomor 10 PK/Pdt.Sus-HKI/2024. Sebab,
terkesan dibuat tanpa melihat putusan sebelumnya, yang menjelaskan bahwa MHB
bukan pemilik merek Polo by Ralph Lauren, tapi hanya Ralph Lauren dan itu sudah
dihapus.
"Apakah hakim di dalam buta atau tuli karena tidak
melihat sama sekali putusan 140 yang menjadi dasar PK," kata Janli.
Janli mengaku ia, karyawan dan keluarga nyaris putus asa
dalam mencari keadilan di negara ini. Sebab hingga belasan kali ia
berdemonstrasi di depan kantor MA, tuntutan keadilan mereka tak juga didapat.
Yang mereka raih justru putusan yang merugikan mata pencaharian karyawan dan
keluarga.
"Apakah harus teman-teman kami karyawan mengumpulkan
gajinya untuk bertanya berapa harganya?" kata Janli.
"Berapa harga yang harus kita bayar supaya ada keadilan
di Indonesia ini? Apakah harus pakai uang?" imbuhnya.
Lebih lanjut, masih ada perkara PK yang diajukan Fahmi Babra
yaitu Nomor 15 PK/Pdt.Sus-HKI/2024, selain perkara yang sudah diputus. Mereka
berharap MA bisa mengembalikan marwah mereka dengan memutus seadil-adilnya perkara itu demi karyawan beserta
keluarga.
"Kita berharap adanya keadilan, walaupun hati kecil
kita, kita pesimis kalau Hakim Rahmi tidak diganti," kata Janli,
didampingi perwakilan kuasa hukum dari LQ Indonesia Law Firm dan Quotient TV,
Putra Hendra Giri.
"Masih ada harapan dari hakim-hakim yang mendengar
suara Tuhan bukan mendengar suara mafia atau suara uang," lanjut dia.
Jika putusan PK perkara berikutnya masih merugikan nasib
pegawai dan keluarga, mereka pun meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
menelusuri penanganan perkara tersebut. Sebab diduga terdapat praktik korupsi
dalam penanganannya.
"Ya kita berdoa semoga KPK menelusuri, memeriksa untuk
mengusut kasus ini, karena diduga ada apa-apanya," jelas Janli.
"Apakah sudah ada pesanan pihak tertentu? Apakah di
dalam ada transaksional? Kita minta KPK untuk mengusut," sambungnya.