Opini oleh Anthony Budiawan*)
Morgan Stanley menurunkan peringkat saham (Bursa Efek)
Indonesia menjadi “underweight”. Artinya, kinerja atau potensi keuntungan saham
Indonesia diperkirakan memburuk, di bawah saham-saham negara lainnya.
Alasannya sangat valid. Morgan Stanley menyoroti kondisi
moneter dan fisakal Indonesia yang terus melemah, dan sudah masuk tahap bahaya
bagi perekonomian Indonesia ke depan.
Pernyataan Morgan Stanley sejalan dengan analisis saya
minggu lalu berjudul “Moneter dan Fiskal ‘Babak Belur’: Krisis Ekonomi Semakin
Dekat”.
https://harianumum.com/baca/moneter-dan-fiskal-babak-belur-krisis-ekonomi-semakin-dekat
Data ekonomi sejauh ini juga menunjukkan ekonomi Indonesia
memang sedang memburuk. Berdasarkan hasil Survei Konsumen terbaru Bank
Indonesia (10/6/2024), tingkat keyakinan masyarakat terhadap kondisi ekonomi ke
depan anjlok. Pendapatan masyarakat kelas menengah bawah tergerus.
Dari sisi fiskal, penerimaan perpajakan (pajak, bea, dan
cukai) selama 4 bulan pertama turun signifikan, sekitar 8 persen, dibandingkan
tahun lalu. Karena itu, defisit APBN 2024 dan utang pemerintah dipastikan akan
meningkat.
Di tengah situasi yang sedang memburuk, terdengar kabar
pemerintahan Prabowo akan meningkatkan rasio utang pemerintah terhadap PDB
(dari 39 persen saat ini) menjadi 50 persen dalam 5 tahun ke depan. Artinya,
ketentuan atau UU yang membatasi defisit APBN sebesar maksimal 3 persen dari
PDB akan dinaikkan.
Berita ini seperti menyiram bensin ke dalam bara api yang
langsung berkobar menjadi api ganas. Kurs spot rupiah langsung anjlok,
mendekati Rp16.500 per dolar AS menjelang penutupan transaksi sore ini
(13/06/2024). Kurs spot rupiah menyentuh Rp16.477 per dolar AS pada pukul
16:19. Padahal, kurs rupiah masih bertahan di sekitar Rp16.280 per dolar AS
pada pagi ini.
Bank Indonesia tidak berdaya sama sekali menghadapi kondisi
moneter dan fiskal yang sangat sangat lemah ini. Bank Indonesia tidak dapat
menahan laju penurunan kurs rupiah yang sangat cepat.
Rencana menaikkan rasio utang menjadi 50 persen menunjukkan
tim Prabowo sedang bingung atau bahkan panik untuk bisa memenuhi janji
kampanyenya terkait makan siang gratis dan susu gratis. Tetapi, mengatasi
permasalahan tersebut dengan meningkatkan defisit APBN dan menaikkan rasio
utang menjadi 50 persen malah menjadi bumerang. Kurs rupiah akan anjlok.
Etape kurs rupiah selanjutnya menuju Rp17.000 per dolar AS.
Aroma krisis ekonomi semakin terasa.
*) –
Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)