Opini oleh Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political
Economy and Policy Studies)
Undang-Undang (UU) No 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara
(UU IKN), yang telah diubah dengan UU No 21 Tahun 2023, melanggar konstitusi.
Pertama, Pasal 1 angka 8, angka 9 dan angka 10 UU IKN
mengatur dan mendefinisikan, bahwa Ibu Kota Nusantara adalah sebuah daerah,
yang mempunyai pemerintahan daerah berbentuk Otorita, dengan kepala pemerintah
daerah dinamakan Kepala Otorita:
Angka 8. Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara
adalah pemerintahan daerah yang bersifat khusus yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di Ibu Kota Nusantara.
Angka 9. Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang
selanjutnya disebut sebagai Otorita Ibu Kota Nusantara adalah pelaksana
kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta
penyelenggara Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Angka 10. Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara adalah kepala
Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Konsep Otorita sebagai Pemerintah Daerah dalam UU IKN ini
melanggar konstitusi. Karena, menurut Pasal 18 ayat (1) dan ayat (4) UUD,
Daerah di Indonesia hanya bisa berbentuk Provinsi, Kabupaten atau Kota, dengan
Kepala Pemerintah Daerah masing-masing dinamakan Gubernur, Bupati dan Walikota:
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan Kota,
yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah,
yang diatur dengan undang-undang.
(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai
kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara
demokratis.
Artinya, menurut konstitusi, Daerah (di Indonesia) tidak
bisa berbentuk Otorita, dan Kepala Pemerintah Daerah tidak bisa berbentuk
Kepala Otorita.
Kedua, sebagai konsekuensi, Pasal 5 ayat (6) yang mengatur
Otorita berhak menetapkan peraturan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota
Nusantara ….., juga bertentangan dengan konstitusi. Karena, Otorita bukan
Pemerintah Daerah, dan tidak bisa membuat Peraturan Daerah.
Pasal 5 ayat (6) UU IKN:
Otorita Ibu Kota
Nusantara berhak menetapkan peraturan untuk menyelenggarakan Pemerintahan
Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara dan/atau melaksanakan kegiatan persiapan,
pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Nusantara.
Ketiga, Pasal 9 dan Pasal 10 yang mengatur, Kepala Otorita
sebagai Kepala Pemerintah Daerah Ibu Kota Nusantara ditunjuk, diangkat, dan
diberhentikan oleh Presiden melanggar konstitusi Pasal 18 ayat (4) yang
mewajibkan Kepala Daerah dipilih secara demokratis.
Pasal 9 ayat (1) UU IKN:
Otorita Ibu Kota Nusantara dipimpin oleh Kepala Otorita Ibu
Kota Nusantara dan dibantu oleh seorang Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara
yang ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan langsung oleh Presiden setelah
berkonsultasi dengan DPR.
Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) UU IKN:
(1) Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan Wakil Kepala
Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 memegang jabatan
selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat
ditunjuk dan diangkat kembali dalam masa jabatan yang sama.
(2) Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan/atau Wakil Kepala
Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat
diberhentikan sewaktu-waktu oleh Presiden sebelum masa jabatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berakhir.
Pasal ini melanggar Pasal 18 ayat (4) UUD bahwa:
Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala
pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota *dipilih secara demokratis.*
Keempat, Pasal 13 ayat (1) UU IKN, dengan kalimat
berputar-putar untuk membuat orang bingung, pada intinya mengatakan, bahwa Ibu
Kota Nusantara tidak perlu ada DPRD.
Pasal 13 ayat (1): Dikecualikan dari ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur daerah pemilihan dalam rangka pemilihan umum,
Ibu Kota Nusantara hanya melaksanakan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden, pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, dan pemilihan umum untuk
memilih anggota DPD.
Hal ini bertentangan dengan Pasal 18 ayat (3) UUD yang
mengatur, setiap Pemerintah Daerah di Indonesia wajib mempunyai Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Pasal 18 ayat (3) UUD: Pemerintahan daerah provinsi, daerah
kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
Karena bentuk Otorita sebagai Pemerintah Daerah dan Kepala
Otorita sebagai Kepala Pemerintah Daerah inkonstitusional, maka semua
pasal-pasal di dalam UU IKN yang berkaitan dengan Otorita dan Kepala Otorita
juga melanggar konstitusi.
Sebagai konsekuensi, UU IKN wajib batal. Dan karena itu,
semua pengeluaran dan pembiayaan yang menggunakan APBN untuk pembangunan IKN
yang inkonstitusional dapat menjadi kerugian keuangan negara.