Demo Hari Kamis: Rule of Law Vs Dinasti Jokowi

Demo Hari Kamis: Rule of Law Vs Dinasti Jokowi



Opini oleh Achmad Nur Hidayat - Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta


Hari Kamis, 22 Agustus 2024, mencatat sebuah momen penting dalam sejarah demokrasi Indonesia. 


Ribuan warga negara dari berbagai latar belakang, termasuk mahasiswa, aktivis, alumni perguruan tinggi, guru besar, akademisi, dan rakyat biasa, berkumpul di depan berbagai tempat ada di Gedung DPR RI, ada Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), ada di titik nol Yogjakarta, Semarang, Padang, Surabaya, Makasar dan tempat lainnya di kota-kota besar di Indonesia untuk menyuarakan keprihatinan dan perlawanan demo hari ini terhadap arah politik yang dianggap mengancam prinsip-prinsip dasar negara. 


Demo ini bukan sekadar aksi protes biasa; ia membawa tiga makna mendalam yang mencerminkan perjuangan rakyat dalam mempertahankan demokrasi dan supremasi hukum di Indonesia. Tiga makna tersebut adalah: Rule of Law versus Dinasti Jokowi, Kritik terhadap Elite Politik dan Partai-Partai, serta Peringatan terhadap Penyalahgunaan Kekuasaan.


Makna Pertama: Rule of Law Versus Dinasti Jokowi


Demo hari ini dengan jelas menyoroti pertarungan antara prinsip Rule of Law (supremasi hukum) dan upaya mempertahankan atau memperluas kekuasaan oleh Dinasti Jokowi. Supremasi hukum adalah landasan utama bagi setiap negara demokrasi yang sehat. 


Ia memastikan bahwa hukum berlaku bagi semua orang, tanpa kecuali, dan bahwa hukum ditegakkan oleh lembaga-lembaga yang independen dan tidak bisa diintervensi oleh kekuasaan politik.


Namun, dalam beberapa tahun terakhir, ada kekhawatiran yang berkembang bahwa kekuasaan politik di Indonesia, khususnya yang terkait dengan keluarga Presiden Joko Widodo, sedang berusaha untuk mengonsolidasikan kekuasaan melalui cara-cara yang dianggap melanggar prinsip-prinsip hukum dan demokrasi. 


Ini terlihat dari berbagai upaya legislasi yang dianggap menguntungkan pihak tertentu, termasuk revisi Undang-Undang Pilkada yang menimbulkan polemik besar di masyarakat.


Dalam konteks ini, Mahkamah Konstitusi menjadi benteng terakhir yang melindungi prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi hukum. 


Demo hari ini adalah bentuk dukungan rakyat terhadap MK yang dianggap telah berdiri di garis depan untuk melawan upaya-upaya yang mencoba melemahkan hukum dan mengabaikan hak-hak rakyat dalam proses politik. Ini adalah perlawanan simbolis terhadap apa yang dipandang sebagai ancaman dari dinasti politik yang berusaha memperkuat cengkeramannya di ranah kekuasaan.


Makna Kedua: Kritik terhadap Elite Politik dan Partai-Partai


Makna kedua dari demo hari ini adalah kritik keras terhadap elite politik dan partai-partai yang dianggap telah merusak demokrasi dengan mengubah politik menjadi arena perdagangan kekuasaan. 


Salah satu orasi di depan MK yang kami dengar adalah mengatakan Politik bukan lagi tentang perjuangan untuk kesejahteraan rakyat, melainkan telah menjadi medan transaksi kekuasaan di mana integritas dan kejujuran sering kali diabaikan.


Partai-partai politik, baik besar maupun kecil, dikritik karena telah menjadi "bunglon" yang berubah-ubah demi keuntungan pribadi atau kelompok. 


Demo hari ini terlibat dalam praktik jual beli suara, dukungan, dan bahkan integritas, yang merusak kepercayaan publik terhadap sistem politik. 


Ini adalah pengkhianatan terhadap cita-cita demokrasi yang seharusnya memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan kepentingan segelintir elite politik.


Demo hari ini menjadi penegasan bahwa rakyat Indonesia tidak ingin politik hanya menjadi permainan para juragan partai yang memperdagangkan suara rakyat untuk kekuasaan. 


Demo hari ini ingin politik yang bersih, jujur, dan benar-benar berpihak pada kepentingan umum, bukan pada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.


Makna ketiga Peringatan terhadap Penyalahgunaan Kekuasaan


Makna ketiga dari demo ini adalah sebagai peringatan tegas terhadap penyalahgunaan kekuasaan oleh elite politik. 


Bahwa pandangan para pendiri bangsa seperti Bung Karno dan Bung Hatta, yang menekankan bahwa kekuasaan, bahkan kekuasaan seorang presiden sekalipun, harus ada batasnya. 


Demo hari ini mengingatkan bahwa kejujuran adalah nilai yang sangat penting dalam kehidupan politik, dan ketika elite politik kehilangan kejujuran, sangat sulit untuk memperbaikinya.


Dalam beberapa tahun terakhir, ada kekhawatiran yang semakin besar bahwa kekuasaan di Indonesia telah semakin terpusat dan digunakan untuk kepentingan yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan sosial. 


Demo ini adalah bentuk perlawanan rakyat terhadap kekuasaan yang dianggap telah disalahgunakan, dan sebuah seruan agar kekuasaan dikembalikan ke tangan rakyat.


Para demonstran tidak hanya menuntut agar MK tetap teguh dalam menjaga supremasi hukum, tetapi juga agar seluruh elemen pemerintah dan partai politik kembali ke jalan yang benar — jalan yang didasarkan pada kejujuran, integritas, dan pengabdian kepada kepentingan rakyat banyak.


Demo pada 22 Agustus 2024 bukan hanya tentang revisi Undang-Undang Pilkada atau keputusan Mahkamah Konstitusi. 


Ini adalah ekspresi mendalam dari rakyat Indonesia yang merasa bahwa demokrasi demo hari ini sedang terancam oleh kekuatan politik yang ingin menguasai segalanya. 


Tiga makna utama dari demo ini — Rule of Law versus Dinasti Jokowi, Kritik terhadap Elite Politik dan Partai-Partai, serta Peringatan terhadap Penyalahgunaan Kekuasaan — menggambarkan keinginan kuat dari rakyat untuk mempertahankan demokrasi dan memastikan bahwa hukum tetap menjadi landasan yang kuat bagi kehidupan politik di Indonesia. 


Semoga pesan dari demo ini didengar oleh elit politik yang berada di puncak kekuasaan, dan semoga demokrasi Indonesia tidak lagi ditipu atau dilanggar oleh kepentingan segelintir orang. Merdeka!


Salam Bela Negara!

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال