JAKARTA - Seorang kakek berusia 72 tahun dijebloskan ke tahanan oleh polisi. Ini terkait kasus dugaan penggelapan mesin genset. Kasus ini ditangani oleh Polres Lampung Tengah. Polisi yang telah diminta menangguhkan penahanan tersangka MS, menolak. Karenanya, istri MS yang juga sudah sepuh, mengadu ke Komnas HAM meminta perlindungan.
"Bapak itu sakit sudah berat, karena itu saya minta pertolongan ke Komnas HAM," ujar istri MS, Lely, kepada wartawan di kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (21/8/2024).
Menurut Lely, suaminya sudah mengalami komplikasi penyakit. Karena itu, kata dokter MS seharusnya beristirahat dan mendapatkan perawatan yang lebih baik, bukan malah dipenjara.
"Kata dokter harus istirahat, tapi sampai sekarang nggak boleh istirahat. Kemarin dia sakit, pusing, batuk terus, sampai matanya merah-merah," kata dia.
Sementara, pengacara Lely, Nathaniel Hutagaol dari LQ Indonesia Law Firm menduga penyidik yang menangani kasus tersebut melanggar nilai-nilai yang terdapat ideologi bangsa yakni Pancasila. Atas itu pihaknya mengadu ke Komnas HAM.
"Kami datang ke Komnas HAM ini karena menduga ada oknum di Polres Lampung Tengah melanggar nilai-nilai kemanusiaan yang tertuang dalam sila kedua Pancasila," ujarnya.
Nathaniel mengaku, pihaknya telah mengajukan penangguhan penahanan MS. Upaya itu disertai penjelasan secara medis, bahwa kliennya telah berusia lanjut dan telah sakit-sakitan.
"Telah kami lampirkan surat rekomendasi dokter yang berisi vonis penyakit dari klien kami ini. Ditolak demi kepentingan penyidikan," tuturnya.
"Sejak kapan di negara ini demi kepentingan penyidikan, kepentingan suatu institusi mengesampingkan nilai-nilai kemanusiaan?," imbuh Nathaniel.
Ia lantas membeberkan berbagai penyakit yang menjangkiti MS. Antara lain dimensia, urat kejepit, serta darah tinggi. Seluruh penyakit itu ditambah usia yang tak lagi muda, membuat kondisi kesehatan MS rentan terjadi hal-hal yang tak diinginkan.
"Dan infonya sudah beberapa hari tidak buang air besar. Siapa yang bertanggung jawab apabila terjadi apa-apa dengan klien kami nantinya?," tuturnya.
Kasus ini sendiri terkait penggelapan genset perusahaan senilai ratusan juta rupiah. MS sempat dijanjikan bakal tak diproses hukum lebih lanjut, apabila membayar uang belasan miliar rupiah ke pihak pelapor.
"Ini padahal perusahaan MS sendiri," ucap Nathaniel.
Selain ke Komnas HAM, pihaknya juga mengadu ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Hal itu terjadi setelah istri MS, Lely merasa terintimdasi akibat dari penanganan kasus tersebut.
"Rumah klien kami pernah didatangi polisi, seakan-akan klien kami teroris. Listriknya dimatikan, tujuannya apa? Seakan-akan klien kami teroris. Didatangi rumah, dipanjati, dimatikan listriknya," tandas Nathaniel.