Opini oleh Agusto Sulistio - Pegiat Sosmed, Pendiri The Activist
Cyber
Isu mengenai perpanjangan masa jabatan presiden hingga tiga
periode menjadi topik hangat yang mengiringi dinamika politik menjelang Pilpres
2024. Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa kali memberikan pernyataan yang
memicu spekulasi bahwa dirinya bisa saja menjabat untuk periode ketiga.
Meskipun Jokowi secara tegas menyatakan bahwa ia tidak memiliki
niat untuk menjabat lebih dari dua periode, rangkaian peristiwa dan dukungan
dari berbagai kelompok politik mengindikasikan adanya upaya untuk membuka
peluang tersebut.
Awal Mula Isu Tiga Periode
Pada Desember 2019, tidak lama setelah Jokowi memulai masa
jabatannya untuk periode kedua, isu mengenai perpanjangan masa jabatan presiden
hingga tiga periode mulai mencuat. Ketua MPR saat itu, Bambang Soesatyo,
mengungkapkan bahwa lembaganya tengah mempertimbangkan amandemen terbatas UUD
1945 yang mungkin mencakup perpanjangan masa jabatan presiden. Isu ini kemudian
menjadi perbincangan publik, dengan sebagian mendukung dan sebagian lainnya
menentang keras gagasan tersebut.
Menanggapi hal ini, Jokowi menyatakan bahwa ia tidak
tertarik untuk menjabat selama tiga periode. Pernyataan Jokowi pada Desember
2019 menyebutkan bahwa pihak yang mengusulkan wacana ini ingin “menampar
wajahnya,” sebuah ungkapan yang menunjukkan ketidaksetujuan keras terhadap ide
tersebut. Namun, meski Jokowi berusaha menepis isu ini, spekulasi mengenai
kemungkinan perpanjangan masa jabatan terus berkembang di tengah masyarakat dan
kalangan politisi.
Dukungan dari Kelompok Politik dan Relawan
Isu tiga periode kembali mengemuka pada Maret 2021, ketika
beberapa kelompok relawan dan tokoh politik mulai secara terbuka mendukung
gagasan tersebut. Kelompok relawan Pro Jokowi (Projo) menjadi salah satu
pendukung utama, menyatakan bahwa jika rakyat menginginkan, perpanjangan masa
jabatan presiden hingga tiga periode bukanlah hal yang mustahil.
Tokoh reformasi seperti Amien Rais memperingatkan bahwa ada
upaya sistematis untuk memperpanjang masa jabatan presiden. Menurutnya, langkah
ini berpotensi mengancam demokrasi dan bertentangan dengan semangat reformasi
yang telah membatasi masa jabatan presiden demi mencegah otoritarianisme.
Pernyataan Jokowi di Depan Kepala Daerah
Isu tiga periode kembali mencuat pada 13 Agustus 2024,
ketika Jokowi memberikan arahan kepada para kepala daerah di Ibu Kota Nusantara
(IKN). Dalam arahannya, Jokowi menyatakan bahwa pemindahan ibu kota dari
Jakarta ke IKN adalah upaya untuk meninggalkan jejak kolonialisme, pernyataan
yang menimbulkan berbagai interpretasi publik. Beberapa pihak menilai bahwa ini
bisa dianggap sebagai upaya Jokowi untuk melegitimasi tindakannya selama masa
jabatan, yang mungkin bisa berlanjut jika ada dukungan untuk perpanjangan masa
jabatan.
Meskipun Jokowi tidak secara eksplisit mengindikasikan
keinginan untuk menjabat tiga periode dalam pernyataan ini, wacana tersebut
kembali menjadi diskusi hangat di media dan ruang publik. Pengamat politik
menilai pernyataan ini sebagai sinyal bahwa Jokowi tidak sepenuhnya menutup
pintu terhadap kemungkinan perpanjangan masa jabatan, meskipun ia terus
membantah secara resmi.
Upaya Kekuasaan Melalui Keluarga
Tidak hanya melalui isu tiga periode, spekulasi mengenai
upaya Jokowi untuk mempertahankan pengaruhnya juga muncul dari langkah-langkah
politik yang dilakukan oleh anggota keluarganya. Anak bungsu Jokowi, Kaesang
Pangarep, dan menantunya, Bobby Nasution, terlibat aktif dalam kancah politik.
Kaesang dikabarkan tengah berupaya untuk menjadi pemimpin di DKI Jakarta,
sementara Bobby mencalonkan diri sebagai Gubernur Sumatera Utara.
Langkah politik ini memunculkan dugaan bahwa Jokowi tengah
membangun dinasti politik untuk memperkuat kekuasaannya setelah ia purna tugas.
Jika Kaesang dan Bobby berhasil memenangkan posisi strategis ini, keluarga
Jokowi bisa terus memegang kendali dalam pemerintahan, yang secara tidak langsung
memberikan pengaruh kuat terhadap keputusan politik nasional.
Penulis menilai bahwa dengan posisi strategis yang dimiliki
oleh anak dan menantunya, Jokowi dapat menjaga kekebalan hukumnya setelah masa
jabatannya berakhir. Namun, sejarah Indonesia menunjukkan bahwa belum pernah
ada preseden di mana seorang mantan presiden mendapatkan kekebalan hukum secara
penuh. Setidaknya, rakyat akan menuntut pertanggungjawaban atas setiap
kebijakan yang dibuatnya selama menjabat. Dinamika ini menambah kompleksitas dan
tantangan bagi demokrasi Indonesia, khususnya dalam menjamin transisi kekuasaan
yang adil dan terbuka.
Dampak Isu Tiga Periode dan Dinasti Politik Terhadap Pilpres
2024
Isu tentang kemungkinan Jokowi mencalonkan diri untuk
periode ketiga, serta langkah-langkah politik yang diambil oleh keluarganya,
memiliki dampak signifikan terhadap dinamika politik menjelang Pilpres 2024.
Beberapa pengamat politik melihat ini sebagai strategi untuk menjaga
kesinambungan kekuasaan dan pengaruh Jokowi setelah masa jabatannya berakhir.
Spekulasi mengenai ambisi Jokowi dan dukungan dari kelompok-kelompok tertentu
untuk perpanjangan masa jabatan, serta langkah-langkah politik keluarganya,
turut memengaruhi peta koalisi dan strategi politik partai-partai besar.
Kesimpulan
Joko Widodo secara konsisten menolak ide perpanjangan masa
jabatan menjadi tiga periode, namun wacana ini terus muncul dan menjadi bagian
dari dinamika politik Indonesia sejak 2019 hingga menjelang Pilpres 2024.
Dukungan dari beberapa kelompok politik dan relawan, serta
interpretasi terhadap berbagai pernyataan Jokowi, ditambah dengan
langkah-langkah politik yang diambil oleh anggota keluarganya, mengindikasikan
adanya upaya untuk mempertahankan pengaruh dan kekuasaan pasca-purnanya Jokowi.
Meskipun hingga kini belum ada preseden untuk memberikan
kekebalan hukum kepada mantan presiden, penting bagi masyarakat untuk tetap
waspada dan memahami latar belakang serta dinamika politik yang melingkupi isu
ini, agar demokrasi Indonesia tetap terjaga sesuai dengan prinsip-prinsip
reformasi yang telah diperjuangkan.
Jakarta Selatan, 16 Agustus 2024.
*) - Pegiat Sosmed, Pendiri The Activist Cyber