JAKARTA - Jalih Pitoeng, seorang aktivis Betawi yang pernah menjadi tahanan politik di era Presiden Jokowi, mengecam rencana Apel Akbar Bela Jokowi yang direncanakan akan digelar pada 22 September 2024 di Tugu Proklamasi, Jakarta.
"Aksi tersebut merupakan bentuk upaya adu domba rakyat, terutama di tengah kritik terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak pro-rakyat," ujarnya.
Dalam pernyataan kerasnya, Jalih menuduh bahwa Jokowi telah membiarkan rencana apel ini terjadi, yang menurutnya hanya memperkeruh situasi politik nasional menjelang akhir masa jabatan Jokowi. Dia juga menyebutkan bahwa Jokowi harus bertanggung jawab atas berbagai peristiwa tragis, termasuk kematian ratusan petugas TPS pada Pemilu 2019 dan peristiwa berdarah 21-22 Mei 2019 di Bawaslu.
Jalih menegaskan bahwa rakyat jauh lebih siap untuk melakukan aksi tandingan yang lebih besar jika Apel Akbar tersebut tetap dilaksanakan. Selain itu, ia juga mengkritik Jokowi atas kasus-kasus besar lainnya, seperti peristiwa KM 50 yang menewaskan enam Laskar FPI, serta penerbitan undang-undang yang dianggap menyengsarakan rakyat.
Jalih berpendapat bahwa Jokowi harus diadili atas segala kebijakan dan tragedi yang terjadi selama masa pemerintahannya. Dia juga menegaskan bahwa hukum harus ditegakkan, dan tidak boleh ada impunitas bagi kesalahan pemimpin. Menyikapi kedekatan Jokowi dengan Prabowo Subianto, Jalih yakin bahwa Prabowo sebagai presiden terpilih akan menghormati proses hukum dan tidak akan menutup mata terhadap kesalahan pemerintahan sebelumnya.
Jalih mengingatkan bahwa rakyat bisa melakukan aksi serupa seperti di Bangladesh, di mana pemimpin yang dianggap tidak adil digulingkan oleh rakyatnya sendiri.