Opini oleh Sutoyo Abadi
Tidak ada yang statis, pergantian perubahan dalam kehidupan pasti tiba. Semua terbaca dengan jelas dalam peradaban dan sejarah kekuasaan manusia di muka bumi ini.
Sesuai kehendak dan kuasa-Nya semua sudah di tampakkan oleh Tuhan YME., rotasinya kehidupan sejak nabi Adam sampai saat ini
Semua sebagai pelajaran dan Ibrah merupakan kondisi yang memungkinkan orang sampai dari pengetahuan yang konkrit kepada pengetahuan abstrak, dalam bentuk pengamatan dan tafakur, menghantarkan manusia mengetahui intisari suatu perkara dengan cara disaksikan, diperhatikan, diinduksi, ditimbang- timbang, diukur dan diputuskan oleh manusia
Semua keangkuhan, kesombongan, kejahatan, kebiadaban, kekejaman, kebengisan, penipuan, kelicikan bagi manusia pasti akan berakhir menjadi bencana pelakunya.
Bencana kecil ketika putusannya oleh sesama manusia atas segala pelanggaran etika, norma, hukum yang mengakibatkan hukuman bagi pelakunya.
Bencana besar adalah pengadilan Tuhan yang manusia sedikitpun tidak bisa menghindar dari akibat perbuatan buruk yang dilakukannya. Tentu juga balasan kebaikan bagi yang berbuat kebaikan.
Seorang penguasa tidak lebih hanya menjalankan amanah untuk kebaikan bersama rakyatnya. Apapun definisi politik, hukum atau apapun namanya hanya sarana menjalankan tugas yang diamanahkan.
Iblis super licik kalau hanya seret manusia dengan waktu terbatas sebagai Presiden, suka melampaui batas. Apalagi manusia ini tidak memiliki standar kehidupan, nilai dan kesadaran norma ilahi sebagai manusia.
Sampai berbuat, menyusahkan, menyengsarakan, mempersulit, menyakiti bahkan sampai menyiksa rakyatnya. Kehilangan ingatan dan gangguan yang mempengaruhi kemampuan sebagai penguasa kejam, sadis dan bengis tidak mampu berpikir, merasakan, dan berperilaku dengan baik”.
Itulah yang sering disebut oleh iblis penguasa atau Presiden yang terkena penyakit Lupa Diri. Adalah gangguan mental yang terjadi dalam jangka waktu panjang, gangguan tersebut menyebabkan penderita mengalami halusinasi, delusi atau waham, kekacauan berpikir, dan perubahan perilaku.
Di akhir masa jabatannya Jokowi mengalami pada posisi panik, ketakutan stadium parah, dengan nasib akhir kekuasaannya yang tidak menentu.
Jokowi tidak sadar mengendalikan bagaimana persisnya sasaran bereaksi adalah akan melahirkan berbagai kemungkinan. Salah sasaran akan membuat penurunan pada frustasi, kelelahan dan putus asa.
Mengelola dan menentukan terlalu banyak cara mengamankan dirinya paska lengser dari jabatannya akan menjadikan dirinya kelelahan, melakukan banyak kesalahan dan akhirnya akan kehilangan kendali atas situasinya.
Kondisi terburuk Jokowi adalah kondisi kebuntuan, menjadikan kemandegan mental, kehilangan untuk berfikir. Pada titik seperti ini segalanya hilang
Tidak ada jaminan Jokowi pulang kampung akan aman, dari kejaran masyarakat yang akan makin membesar menuntut diadili.
Segalanya kalang kabut. Kejatuhan mental selalu akan mengawali kejatuhan fisik tidak lama lagi Jokowi akhirnya akan menyerah.