Catatan Dr. Suriyanto Pd, SH, MH, M.Kn
Belakangan ini di media sosial muncul dakwah dari oknum Habaib yang berusaha untuk membelokkan sejarah Nusantara.
Bagi suku bangsa Nusantara, toleransi bukanlah barang baru. Toleransi, bagi masyarakat Indonesia sudah dipraktikkan dalam kehidupan sehari-harinya sejak masa nenek moyang. Sudah ratusan bangsa kita hidup dalam persaudaraan sejati, yaitu bekerja sama meskipun berbeda keyakinan karena hidup dalam kultur yang disebut gotong royong. Sehingga ketika ada perayaan hari besar keagamaan, di daerah-daerah pedesaan itu sudah biasa mereka saling membantu, ikut menghiasi atau saling menjaga. Itulah tradisi kita yang sebenarnya dan sudah terjadi.
Kearifan budaya yang sudah lekat dan tertanam di masyarakat, jangan dirusak dan dijungkir balikkan atas nama agama.
Tradisi dan budaya tidak sekedar hasil kreatifitas manusia tetapi sekaligus juga merupakan pembeda antara manusia dengan makhuk lain. Manusia akan tetap menjadi manusia ketika masih berbudaya dan memiliki tradisi. Ketika manusia sudah tidak berbudaya maka sebenarnya dia sudah tidak menjadi manusia lagi. Sebagai makhluk, derajatnya akan turun atau tergadrasi menjadi seperti hewan. Atas dasar ini maka setiap upaya penghancuran tradisi dan kebudayaan sebenarnya merupakan upaya pendegradasian derajat kemanusiaan, sekalipun itu dilakukan atas nama agama.
Tidak ada urusannya Juriah Nabi atau bukan di Nusantara Indonesia ini, bagi oknum-oknum baik haba'ib atau siapapun yang ingin merusak sejarah, budaya dan persatuan Bangsa Indonesia yang lintas Suku, lintas Agama dan budaya silahkan angkat kaki dari NKRI ini.
Jangan cari makan dari jualan agama dan ayat - ayat di NKRI para oknum yang ngaku-ngaku Juriah Nabi dengan kelakuan ngibul dan cabul malah ingin merusak sejarah dan budaya serta agama Islam di Nusantara ini.
Seharusnya para pendatang oknum dari Yaman yang telah menjadi bangsa Indonesia ini sadar sebagai bangsa pendatang dapat menghormati bangsa pribumi bukan malah mau merubah sejarah, budaya bahkan hingga makam para leluhur Bangsa Nusantara juga dirubah.
Semakin mengerikan saja ada dakwah yang beredar di medsos dari seorang pendakwah yang bergelar Doktor agama, mengatakan jika ada Umat Islam yang mengatakan baalawi bukan Juriah Nabi itu adalah komunis, miris banget seorang ustad yang memiliki nama kondang bergelar akademik luar negri bicara mulutnya seperti comberan.
Jangan merusak budaya toleransi yang sudah bertumbuh sejak jaman nenek moyang kita. Budaya toleransi harus ditumbuhkan melalui simpul keragaman budaya dan agama. Bangsa ini menjadi besar dan kelak akan menjadi laboratorium toleransi karena nusantara memiliki kekuatan (modal sosial) bagi terciptanya kehidupan yang rukun, damai, dan harmonis. Aktifitas keagamaan di pusat-pusat peribadatan akan menjadi spirit bagi tumbuhnya rasa saling menghormati, menghargai, dan memuliakan antar umat .
Dalam konstruksi masyarakat Nusantara kita bisa melihat hubungan yang harmonis, dinamis dan kreatif antara kebudayaan dan tradisi dengan agama (Islam). Pola hubungan yang seperti inilah yang menyebabkan berbagai ragam corak tradisi dan budaya Nusantara tetap tetap terjaga dan terpelihara sehingga bisa eksis hingga saat ini, meski kadang terjadi perubahan format dan bentuk. Melalui tradisi inilah para wali dan ulama Nusantara memasukkan nilai-nilai dan ajaran Islam.
Kepada masyarakata Nusantara, mari kita jaga NKRI ini dari upaya-upaya okum-oknum yang ingin merusak Nusantara. Untuk mengawal dan menjaga kerukunan bangsa guna menghindari perpecahan di tengah keberagaman kelompok etnis dan suku bangsa di Tanah Air.
*) Ketua Umum DPP Persatuan Wartawan Republik Indonesia