KUNINGAN- Kekerasan fisik dan bullying di lingkungan sekolah mengakibatkan seorang siswa, RH, mengalami trauma dan memutuskan untuk berhenti bersekolah.
Dugaan kekerasan fisik oleh seorang oknum guru dan bullying dari teman sekelas sangat memengaruhi kondisi mental dan emosional siswa tersebut.
Orang tua RH, Ikah Akikah, telah berupaya mendapatkan penjelasan dari pihak sekolah, namun respons yang diterima kurang memadai, dengan pihak sekolah menyangkal tuduhan kekerasan yang dilaporkan.
Kasus ini juga menunjukkan pentingnya perlindungan anak di lingkungan pendidikan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Undang-undang ini menjamin bahwa anak-anak harus dilindungi dari segala bentuk kekerasan, baik fisik maupun psikis, termasuk tindakan bullying. Tanggung jawab ini tidak hanya ada pada orang tua, tetapi juga pada pemerintah, sekolah, dan masyarakat.
Permintaan Ikah agar Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan mengambil tindakan serius mencerminkan keprihatinan mendalam terhadap kondisi anak-anak di sekolah.
"Jika insiden semacam ini tidak ditangani dengan tepat, potensi dampak jangka panjang terhadap kesejahteraan mental dan emosional anak-anak dapat sangat besar," katanya, Minggu (29/9/2024).
Penting bagi pihak-pihak terkait, terutama dinas pendidikan, untuk segera turun tangan, memberikan perhatian serius.
"Pastikan tidak ada lagi korban yang mengalami hal serupa di masa mendatang," katanya.
Dugaan kekerasan oleh seorang oknum guru di SMP Al Ihya Ciawigebang, Kuningan, telah menimbulkan keprihatinan, terutama setelah seorang siswa kelas 8B, RH, mengaku ditendang di bagian perut saat mengikuti kegiatan Pramuka pada 20 September 2024.
RH juga mengalami sesak napas akibat tindakan tersebut. Selain kekerasan dari oknum guru, RH juga melaporkan bahwa ia menjadi korban bullying oleh teman-temannya, yang semakin memperburuk kondisinya dan menyebabkan trauma hingga mogok sekolah.
Ibunda RH, Ikah Akikah, telah menyampaikan keluhan ini kepada pihak sekolah dan bertemu dengan kepala sekolah pada 23 September 2024. Namun, pihak sekolah membantah adanya kekerasan, dengan menyatakan bahwa RH hanya "terdorong" secara tidak sengaja. Setelah empat hari RH tidak masuk sekolah, wali kelas akhirnya mengunjungi rumah RH untuk menanyakan apakah ia masih ingin melanjutkan sekolah di SMP Al Ihya atau akan pindah. Pihak sekolah bahkan menawarkan opsi untuk memindahkan RH ke sekolah lain jika itu menjadi keinginannya.
Tindakan yang diambil oleh pihak sekolah, khususnya dalam menawarkan pindah sekolah, mengundang kritik dari orang tua RH, yang merasa bahwa sekolah tidak cukup memperhatikan kondisi anak mereka dan hanya memberikan solusi yang terkesan lepas tanggung jawab.
Pihak keluarga RH berharap agar masalah ini mendapatkan perhatian dari dinas pendidikan setempat dan pihak-pihak terkait, sehingga tidak ada lagi kasus serupa yang menimpa siswa lain di masa mendatang.