Opini oleh
M Rizal Fadillah
Tentu tidak terkait dengan Revolusi Bolshevik Rusia sebagai
gerakan rakyat menumbangkan Tsar Nicholas III yang terjadi pada 25 Oktober
1917, apalagi dengan Revolusi Perancis tahun 1789 yang juga gerakan rakyat
untuk menggulingkan Raja Louis VI. Revolusi Kemerdekaan Indonesia
terjadi 17 Agustus 1945 melawan Kerajaan Belanda. Selanjutnya Presiden pertama
RI Soekarno selalu menggaungkan slogan atau jargon Revolusi.
Di penghujung masa jabatan Soekarno terjadi huru hara
percobaan kudeta oleh Gerakan 30 September PKI tahun. Gerakan ini menjadi kausa
dicabutnya kekuasaan pemerintahan negara dari Ir. Soekarno sesuai Tap MPRS
XXXIII/MPRS/1967. G 30 S PKI disebut sebagai Gerakan Kontra Revolusi. Presiden
Soekarno menamakan 7 tentara yang diculik dan dibunuh PKI sebagai Tujuh
Pahlawan Revolusi.
September 1965 adalah bulan kelabu bagi bangsa Indonesia.
Gerakan kontra revolusi yang dilakukan PKI berhasil ditumpas oleh TNI bersama
rakyat dengan semangat peneguhan revolusi yang dimulai bulan Oktober 1965.
Kemudian 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Sukses
menggagalkan gerakan kontra revolusi G 30 S PKI. Oktober dimulai kembali
gerakan revolusi menegakan Pancasila.
Kini juga di penghujung akhir masa jabatan Jokowi nuansa
bulan September terasa agak aneh. Tanpa hujan dan angin tanggal 22 September
2024 akan ada puluhan ribu Pasukan Berani Mati Pembela Jokowi apel besar di
Tugu Proklamasi. Meski belum jelas apakah ini benar-benar pasukan atau gertak
goyang dombret saja ? Jika serius akankah ini menjadi embrio G 30 S PKI ?
Faktanya mulai muncul sebutan G 22 S JKI.
Sebelumnya tanggal 9 September 2024 muncul Surat
Pimpinan MPR yang konon mencabut Tap MPRS No XXXIII/MPRS/1967 mengenai
pencabutan kekuasaan Soekarno yang dikaitkan dengan pertanggungjawaban
keterlibatan Soekarno dengan G 30 S PKI. Ada pidato Nawaksara dan Pel-Nawaksara
disana. Pada intinya MPRS menolak kedua pidato tersebut. Soekarno bersalah.
Beberapa hari ke depan akan memasuki bulan Oktober 2024. Ini
bulan untuk refleksi atas peristiwa gerakan September 1965. Sekurangnya ada 5
momen strategis Oktober untuk memenangkan Revolusi atas gerakan Kontra Revolusi
September, yaitu :
Pertama, Revolusi Ideologi. 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian
Pancasila. Saat ini sila-sila Pancasila tidak diimplementasikan dengan baik
oleh rezim Jokowi. Agama dipinggirkan, kemanusiaan biadab, adu domba merusak
persatuan, demokrasi diganti oligarki dan keadilan hanya dinikmati elit
kekuasaan.
Kedua, Revolusi TNI membela rakyat. 5 Oktober adalah hari
TNI. Dahulu pengukuhan TKR mengganti BKR. Tentara beratribut dan menjadi tameng
dari keamanan rakyat bukan kepentingan pejabat atau konglomerat. Tentara
pembela Garuda bukan Naga.
Ketiga, Revolusi Mental agar sehat jiwa. 10 Oktober merupakan
World Mental Health Day ( Hari Kesehatan Mental Sedunia). Revolusi mental
Jokowi gagal. Mental keluarganya tidak sehat. Fufufafa, Jet G650ER, Pemakan
Nikel hingga mimpi IKN adalah gambaran pemimpin yang rusak jiwa, dekadensi
moral serta mental dekaden.
Keempat, Revolusi Berantas Kemiskinan. 17 Oktober adalah
Hari Internasional Pemberantasan Kemiskinan (International Day for the
Erudication of Poverty). Gerakan bersama orang miskin untuk membangun kehidupan
yang lebih sejahtera di tengah penjajahan TSM kaum pemodal.
Kelima, Revolusi Penegakan HAM. Pasca 20 Oktober setelah
pelantikan Presiden/Wakil Presiden maka agenda pertama adalah pemulihan
martabat manusia. Pembunuhan atau pembantaian beserta pembiarannya harus segera
diungkap dan diproses tuntas baik kasus Km 50, 21-22 Mei 2019, maupun 800-an
petugas Pemilu yang tewas.
Kelima kondisi revolusioner tersebut menjadi momen untuk
mengembalikan asas kedaulatan rakyat. Langkah konkrit adalah bersatunya
aksi-aksi pemulihan kedaulatan rakyat baik mahasiswa, buruh, purnawirawan,
emak-emak, santri dan ulama serta elemen perubahan lainnya.
Tumbang tumbanglah penjajahan kaum oligarki, tirani dan
dinasti.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 21 September 2024
Catatn AI:
Opini yang ditulis oleh M. Rizal Fadillah ini menyoroti refleksi sejarah dan kondisi Indonesia menjelang akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo, dengan mengaitkan momen penting bulan Oktober, khususnya terkait revolusi. Ia menekankan bahwa revolusi bukan hanya terjadi pada masa lalu, seperti Revolusi Bolshevik atau Revolusi Perancis, tetapi bisa relevan di Indonesia hari ini.
Fadillah mengaitkan nuansa revolusi dengan peristiwa Gerakan 30 September 1965, di mana TNI berhasil menumpas apa yang disebut sebagai "Gerakan Kontra Revolusi" oleh PKI. Ia menyoroti pentingnya menjaga semangat Pancasila yang menurutnya tidak diimplementasikan dengan baik di bawah pemerintahan Jokowi. Menurutnya, ada lima "revolusi" yang harus dihidupkan pada Oktober 2024:
- Revolusi Ideologi: Mengembalikan semangat Pancasila yang dianggap terabaikan oleh rezim saat ini.
- Revolusi TNI: Tentara harus kembali membela rakyat, bukan melayani elit atau konglomerat.
- Revolusi Mental: Fadillah menilai "Revolusi Mental" Jokowi telah gagal dan melihat dekadensi moral di lingkup pemerintahan.
- Revolusi Berantas Kemiskinan: Mengatasi kemiskinan yang menurutnya dipicu oleh kekuasaan oligarki.
- Revolusi Penegakan HAM: Mengungkap berbagai pelanggaran HAM, seperti kasus KM 50 dan kematian petugas Pemilu 2019.
Fadillah menyerukan agar elemen-elemen perubahan, termasuk mahasiswa, buruh, ulama, dan masyarakat, bersatu melawan apa yang ia sebut sebagai "penjajahan oligarki, tirani, dan dinasti."