BOGOR - Kasus pengembalian uang ganti rugi oleh warga dusun Cicadas, Babakan Medang, terkait dengan pengembang Sentul City menjadi sorotan publik, terutama setelah mantan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo, menyampaikan pernyataannya melalui akun YouTube-nya pada 13 September 2024.
Pada 10 September 2024, warga dusun Cicadas sudah berniat
mengembalikan uang ganti rugi pindah senilai Rp. 20 juta per orang kepada pihak
pengembang Sentul City, namun mereka menemui kendala. Pada hari berikutnya,
tiga warga, dengan pengawalan Danramil Citeureup, Mayor Kavaleri Mujianto,
mendatangi kantor dusun Cicadas.
Akhirnya, pada 12 September, tiga warga tersebut berhasil
mengembalikan uang ganti rugi pindah total sebesar Rp. 60 juta kepada
pengembang Sentul City melalui kepala dusun. Pengembalian ini dilengkapi dengan
surat pernyataan pengembalian dana dan kuitansi bermaterai.
Gatot Nurmantyo memuji tindakan Danramil Citeureup yang
menurutnya telah menjalankan tugasnya sesuai dengan prinsip Sapta Marga dan 8
Wajib TNI.
“Pentingnya
peran prajurit TNI dalam membantu mengatasi kesulitan rakyat di sekelilingnya,” ujar Gatot.
Gatot juga menyatakan bahwa dengan pengembalian dana ini,
tidak ada lagi transaksi jual beli tanah antara Sentul City dan masyarakat
dusun Cicadas, Babakan Medang. Ia menyerukan agar seluruh rakyat bangsa
Indonesia mengikuti perkembangan kasus ini untuk menilai apakah Sentul City
bertindak sebagai penjajah di negeri ini dengan bantuan antek-anteknya.
Seruan Gatot Nurmantyo untuk bangkit melawan apa yang ia
sebut sebagai tindakan penjajahan oleh pengembang seperti Sentul City menjadi
panggilan bagi rakyat untuk mempertahankan hak-haknya.
“Rakyat
harus memilih antara bangkit atau terus dijajah,” tegasnya.
Kasus penggusuran yang kembali marak di periode kedua
presiden Joko Widodo memicu berbagai reaksi, mengingat sebelumnya juga terjadi
penggusuran di Rempang, Wadas, dan beberapa daerah lainnya.
Persoalan proyek swasta yang dijadikan Proyek Strategis
Nasional (PSN) yang mendorong praktik penggusuran paksa warga, seperti di PIK2,
menambah kompleksitas situasi.
Perkembangan ini menegaskan pentingnya dialog terbuka antara
pemerintah, pengembang, dan warga untuk mencari solusi yang adil dan
menghormati hak-hak masyarakat setempat.