Opini oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
(Disampaikan pada acara Silaturahim Antar Tokoh dan Elemen Perubahan, di Jakarta, 1 Oktober 2024)
Sepuluh tahun pemerintahan Jokowi, Indonesia semakin mundur. Dalam bidang
hukum dan politik, Indonesia sangat mundur, dan menjadi yang terburuk sepanjang Indonesia berdiri sejak 1945.
Bahkan jauh lebih buruk dari era penjajahan, mendirikan dinasti politik dan praktek nepotisme yang
sangat kotor dengan mempermainkan konstitusi. Jokowi adalah representasi dari pemimpin yang
buruk, licik, manipulatif dan penuh dengan kebohongan, yang hanya mementingkan kekuasaan untuk dirinya
sendiri, dan keluarganya.
Kebijakan pemerintahan Jokowi selama 10 tahun sangat jahat dan brutal terhadap masyarakat kecil, masyarakat menengah bawah. Sejak awal menjabat,
kebijakan ekonomi Jokowi menyakiti
masyarakat luas. Kebijakan ekonomi Jokowi tidak
ada keberpihakan sama sekali kepada masyarakat kelas menengah bawah.
Ketika pertama kali menjabat 2014, Jokowi langsung menaikkan harga BBM pada pertengahan November 2014. Jokowi menaikkan harga BBM jenis premium dari Rp6.500 per liter menjadi
Rp8.500 per liter, atau naik lebih dari 30 persen, di tengah penurunan tajam harga minyak mentah dunia lebih dari 50 persen. Harga BBM solar juga naik lebih gila lagi, naik lebih dari 36 persen, dari
Rp5.500 per liter
menjadi Rp7.500 per liter.
Jokowi bukan saja menghapus subsidi BBM, tetapi Jokowi mengambil untung dari rakyat kecil. Harga BBM di Indonesia ketika itu lebih mahal dari harga BBM sejenis di Malaysia, dan
Amerika Serikat. Bahkan harga BBM jenis premium (RON 88) di Indonesia lebih mahal dari harga BBM sejenis Pertamax
Plus (RON 95) di Malaysia.
·
https://anthonybudiawan.blogspot.com/2014/12/harga-bbm-premium-indonesia-lebih- mahal.html
·
https://anthonybudiawan.blogspot.com/2014/12/harga-bbm-indonesia-lebih-mahal-dari.html
·
https://anthonybudiawan.blogspot.com/2014/12/harga-premium-turun-menjadi-rp-7600- per.html
·
https://anthonybudiawan.blogspot.com/2015/01/harga-pertamax-indonesia-20-lebih- mahal.html
·
https://anthonybudiawan.blogspot.com/2015/01/breaking-news-harga-bbm-dunia-masih.html
·
https://anthonybudiawan.blogspot.com/2015/02/1-februari-2015-pertamax-plus- indonesia.html
·
https://anthonybudiawan.blogspot.com/2015/12/harga-bbm-indonesia-sangat-mahal.html
·
https://anthonybudiawan.blogspot.com/2016/01/kebijakan-harga-bbm-distorsi-logika.html
Di
lain sisi, Jokowi memberi subsidi minyak sawit untuk campuran program biosolar yang dinamakan B15, B20, B30. Tidak tanggung-tanggung, subsidi untuk program biosolar tersebut bisa mencapai Rp4.000
per liter.
Jokowi kemudian menghapus subsidi untuk 20 kereta ekonomi jarak jauh dan sedang per 1 Januari
2015. Dampaknya luar biasa. Harga tiket kereta naik menjadi 2 kali bahkan 3 kali lipat.
·
https://www.liputan6.com/bisnis/read/2150618/kai-cabut-subsidi-kereta-ekonomi-jarak-jauh- per-1-januari-2015
Setelah itu, Jokowi memberlakukan kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak yang sangat kontroversial,
yang sangat menguntungkan orang kaya alias oligarki. Kebijakan tax amnesty ini sangat tidak adil bagi masyarakat khususnya para pekerja yang selalu
taat membayar pajak. Kebijakan tax amnesty identik dengan
legalisasi uang ilegal, atau legalisasi pencucian uang, yang difasilitasi
oleh negara. Alasan pembenaran untuk program tax amnesty hanya untuk membohongi dan menipu masyarakat. Karena, alasan tax amnesty akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan rasio pajak
menjadi lebih tinggi bukan saja tidak tercapi,
tetapi malah turun. Gembar-gembor tax amnesty akan
menaikkan rasio pajak dari 11,4 persen pada 2015 menjadi
14,6 persen pada 2019 ternyata malah turun menjadi
hanya 9,8 persen,
telah mempertontonkan sebuah
pembohongan publik secara transparan.
Menjelang periode kedua, Jokowi mengacak-acak KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), melakukan revisi UU tentang KPK pada 2019, menjadikan KPK sebuah lembaga di bawah cabang eksekutif, di bawah
presiden, dan tidak lagi sebagai lembaga independen yang
bebas dari pengaruh kekuasaan eksekutif. Bahkan Jokowi menempatkan orang-orangnya di dewan pengawas, agar dapat mengendalikan
komisioner KPK.
Semua manuver
Jokowi itu membuat
pemberantasan tindak pidana
korupsi menjadi tumpul,
dan bahkan digunakan sebagai alat
politik, dan alat sandera untuk mempertahankan kekuasaan, dengan
mengintimidasi dan menangkap
lawan politik, tetapi aktif melindungi kawan dan kerabat politiknya
yang korup. Indeks
persepsi korupsi anjlok
dari skor 40 pada 2019 menjadi skor 34 pada 2022.
Terlihat jelas Jokowi membiarkan korupsi merajalela, merasuki sebagian besar, atau mungkin hampir
seluruh kementerian dan lembaga. Belum tertangkap bukan berarti tidak ada korupsi di sana.
Beberapa kementerian dan lembaga yang terlibat kasus korupsi antara lain Kementerian Pertanian, Kementerian
Kelautan dan Perikanan,
Kementerian Sosial, Kementerian Komunikasi dan Informatika,
Kementerian Perdagangan, Kementerian ESDM, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan, Kementerian Agama,
Kementerian Hukum dan HAM,
Kementerian Perindustrian, Kemenko Perekonomian,
Kejaksaan, Kepolisian, Kehakiman. Bahkan Mahkamah
Konstitusi diduga terima “gratifikasi” berupa perpanjangan masa
jabatan.
Politik pembiaran mengakibatkan praktek bisnis
ilegal merajalela, menjadi yang terburuk selama Indonesia berdiri. Impor dan ekspor ilegal tumbuh
subur dengan nilai yang tidak masuk akal,
seperti ekspor biji nikel yang mencapai 5 juta ton lebih, atau impor emas batangan yang mencapai Rp189
triliun. Tambang ilegal berjamuran, seperti tambang nikel, tambang emas, atau tambang timah ilegal. Perkebunan ilegal juga dibiarkan, mencapai lebih dari 3 juta hektar, dan konon katanya mau
diputihkan. Semua pembiaran ini merusak tatanan hukum yang ada, merugikan masyarakat dan
keuangan negara, dengan menguntungkan segelintir oligarki dan para elit penguasa serta elit politik di lingkaran
penguasa.
Periode kedua Jokowi, kebijakan Jokowi, dalam bidang hukum, politik dan ekonomi, semakin sewenang-wenang. Pandemi Covid-19 digunakan sebagai kesempatan untuk mengukuhkan
kekuasaannya, dengan menetapkan peraturan perundang-undangan yang koruptif, yang melanggar banyak
peraturan perundang-undangan lainnya
serta konstitusi.
Jokowi menetapkan
peraturan presiden (Perpres)
dan undang-undang (UU) dengan melanggar undang-undang dan konstitusi, secara sadar dan terencana, yang merugikan keuangan negara sampai ratusan triliun rupiah.
Perpres No 3 tahun 2016 tentang proyek strategis nasional (PSN) ditetapkan tanpa rujukan atau
perintah undang-undang, melanggar
UU No 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, melanggar konstitusi terkait
wewenang DPR sebagai pembuat UU, dan melanggar konstitusi terkait HAM karena terjadi pengusiran
dan perampasan harta penduduk
setempat daerah PSN secara paksa dan sewenang-wenang. Nilai proyek PSN yang memakai dana APBN mencapai Rp1.500 triliun lebih per akhir
2023. Menurut laporan PPATK, sekitar 36 persen
dari dana tersebut bocor, digunakan untuk kepentingan pribadi para pejabat (ASN) dan politikus.
Prepres No 36 tahun 2020 tentang
Kartu Prakerja, juga ditetapkan tanpa dasar hukum
yang sah, selain melanggar UU No 12 tahun 2011 dan
konstitusi terkait wewenang DPR, juga bersifat
koruptif. Dalam hal ini, Perpres tersebut digunakan sebagai alat untuk melakukan penyimpangan APBN,
merugikan keuangan
negara dan menguntungkan segelintir pihak lain, yaitu penyelenggara platform
digital sebagai pelaksana
pelatihan program Kartu Prakerja.
PERPPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) tentang Pandemi Covid-19 melanggar sejumlah
UU dan konstitusi. Antara lain melanggar independensi Bank Indonesia, dan peraturan tentang
keuangan negara di mana APBN wajib ditetapkan dengan UU. Bukan oleh Perpres.
Oleh karena itu, Perpres tentang APBN melanggar konstitusi dan menjadi tidak sah.
Dan Jokowi wajib bertanggung
jawab, baik sebagai presiden maupun dalam kapasitas pribadi, karena telah
melakukan penyimpangan APBN terkait pengeluaran
uang negara yang cacat hukum tersebut.
Pandemi Covid-19 membuat APBN yang ditetapkan berdasarkan
Perpres yang cacat hukum
tersebut mengalami defisit dalam jumlah gigantis. Hanya dalam
3 tahun anggaran (selama pandemi), 2020- 2022, defisit APBN mencapai Rp2.204 triliun. Hampir menyamai seluruh utang pemerintah sejak
Indonesia berdiri hingga akhir 2014 yang hanya mencapai Rp.2.608 triliun. Ironisnya, defisit APBN yang sangat besar ini tidak memberi manfaat kepada kelompok masyarakat menengah bawah.
Tingkat kemiskinan malah naik dari 9,22 persen pada 2019 menjadi 9,57 persen pada 2022.
Di tengah kenaikan
penerimaan negara yang sangat besar pada tahun anggaran 2022 akibat kenaikan harga komoditas, mencapai lebih dari Rp600 triliun dibandingkan tahun sebelumnya (2021), Jokowi malah menaikkan Pajak
PPN dari 10 persen menjadi
11 persen pada 1 April
2022, dan menaikkan harga BBM (bersubsidi) pada 3 September 2022. Harga Pertalite naik dari Rp7.650 per liter menjadi
Rp10.000 per liter dan harga solar naik dari Rp5.150 per liter menjadi Rp6.800 per liter, dengan
alasan subsidi
BBM akan membengkak mencapai Rp502 triliun, bahkan Rp700 triliun. Semua ini
ternyata hanya bohong besar. Berdasarkan laporan keuangan pemerintah yang sudah diaudit oleh
BPK, realisasi subsidi
solar pada 2022 hanya Rp10,1 triliun, lebih rendah dari realisasi subsidi solar pada 2021 yang mencapai
Rp13,5 triliun.
Kenaikan penerimaan negara yang tidak menetes ke masyarakat bawah di satu sisi, dan kenaikan PPN pada 1 April 2022 dan harga BBM pada 3 September 2022 di lain sisi, mengakibatkan tingkat
kemiskinan naik.
Defisit APBN yang begitu besar selama pemerintahan Jokowi membuat utang pemerintah melonjak
224 persen, selama periode 2014 sampai akhir Agustus 2024, atau naik dari Rp2.608,8 triliun menjadi Rp8.461,9 triliun. Kenaikan utang pemerintah sebesar itu praktis
hanya dinikmati oleh elit penguasa, termasuk elit partai politik, dan kroni oligarkinya. Rakyat hanya mendapat ampasnya saja, seperti bantuan tunai
atau bantuan beras.
PERPPU (dan UU) tentang
Cipta Kerja sangat
manipulatif, dan termasuk
kategori pembohongan atau penipuan terhadap publik. PERPPU ditetapkan
karena ada faktor kegentingan memaksa. Dalam hal ini PERPPU Cipta Kerja yang sebelumnya
sudah dinyatakan inkonstitusional, Jokowi berdalih
akan ada “krisis ekonomi global” sebagai faktor kegentingan memaksa. Hal ini merupakan
pemaksaan kehendak dengan cara menipu publik. Karena, faktor kegentingan memaksa dalam
menetapkan PERPPU harus berdasarkan fakta, artinya sedang terjadi. Bukan
berdasarkan proyeksi atau prakiraan seperti alasan yang dijadikan dasar ditetapkannya PERPPU Cipta Kerja. Faktanya, tidak ada “krisis ekonomi
global” sampai saat ini.
Selain itu, pemaksaan penetapan PERPPU Cipta Kerja yang manipulatif ini nampaknya juga didasari niat jahat
terhadap rakyat Indonesia. Karena di dalam PERPPU tersebut
diselundupkan ketentuan terkait
penetapan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang pada hakekatnya digunakan
untuk mengusir dan merampas
hak milik pribadi penduduk setempat di daerah PSN, yang mana jelas-jelas melanggar
Hak Asasi Manusia terkait hak masyarakat untuk memiliki hak milik pribadi, di mana hak milik
pribadi tersebut
tidak boleh direbut atau diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.
Kemudian, penetapan UU No 3 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) juga sangat bermasalah
dan manipulatif, juga melanggar sejumlah
UU dan konstitusi. UU IKN melanggar UU tentang
Pemerintahan Daerah, dan melanggar konstitusi yang mengatur daerah dan pemerintahan daerah,
Pasal 18 UUD 1945, dengan implikasi harta (properti atau lahan) milik pemerintah daerah direbut
atau tepatnya dianeksasi oleh pemerintah pusat.
***
Selain itu, pemerintahan
Jokowi juga menjalankan berbagai
aktivitas atau program yang jelas-jelas melanggar undang-undang dan konstitusi. Antara lain, melakukan penyimpangan APBN, di mana mengubah mata anggaran yang sudah ditetapkan di dalam UU APBN secara
sepihak, tanpa
persetujuan DPR. Misalnya, memberi bantuan sosial atau bantuan beras, padahal tidak ada mata anggarannya di dalam UU APBN yang telah disetujui bersama DPR. Hal ini terlihat sangat jelas ketika memperpanjang bantuan sosial beras
untuk periode November 2023 hingga Juni 2024.
Kemudian, berdasarkan hasil persidangan beberapa kasus korupsi, banyak perubahan pengeluaran APBN yang tidak sah secara hukum dilakukan atas inisiatif Jokowi. Antara lain, kenaikan anggaran di Kemenkominfo
pada 2020 dan 2021. Menurut
kesaksian Johnny Plate,
mantan menteri Kominfo, kenaikan anggaran
tersebut atas permintaan atau arahan Jokowi. Artinya, menjadi tanggung jawab
Jokowi.
Pelaksanaan proyek juga banyak yang bermasalah dan melanggar peraturan perundang-undangan. Yang sangat transparan misalnya proyek kereta cepat. Keputusan memenangkan proyek kereta cepat China terindikasi mengandung manipulasi terhadap evaluasi
penawaran proyek. Pertama, komponen beban bunga pinjaman nampaknya tidak dimasukkan ke dalam perhitungan biaya proyek. Kalau komponen beban bunga ini dihitung sebagai biaya proyek, maka biaya proyek kereta cepat Jepang
akan lebih murah dari China, karena suku bunga pinjaman dari China 20 kali lipat lebih tinggi dari Jepang: 2 persen per tahun versus
0,1 persen per tahun. Sedangkan 75 persen dari biaya proyek diperoleh dari pinjaman.
Kedua, kemudian terjadi pembengkakan biaya proyek
sebesar 1,2 miliar dolar AS, yang seharusnya merupakan beban
kontraktor tetapi diakui
sebagai beban proyek.
Hal ini membuat
kereta cepat China jauh lebih mahal
dari kereta cepat
yang ditawarkan Jepang.
Mengingat begitu banyak pelanggaran yang dilakukan Jokowi selama 10 tahun pemerintahannya, dengan mengakibatkan kerugian keuangan negara dalam jumlah sangat besar, serta membuat rakyat sengsara dan bertambah miskin, maka rakyat menuntut agar Jokowi mempertanggungjawabkan semua tindakannya di depan hukum.
Semoga konsep Indonesia adalah negara hukum tidak menjadi slogan belaka. Tetapi, harus
diwujudkan dan ditegakkan.