Shamsi Ali Al-Kajangi
Saya ingin memulai dengan doa dan harapan semoga pemerintahan Presiden Prabowo dimudahkan dan diberikan selalu petunjuk terbaik dari Allah untuk mengantarkan negara dan bangsa Indonesia menuju cita-cita bersama; baldatun thoyyibatun wa Rabbun Ghafur. Negara yang makmur dan berkeadilan, menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan (agama).
Selanjutnya saya ingin merespon singkat pertanyaan sebagian orang, apa kepentingan saya (dan banyak warga Indonesia di luar negeri) sehingga masih memiliki perhatian dan kepedulian dengan Indonesia? Tidakkah sebaiknya fokus saja di luar negeri dan tidak perlu terusik dengan keadaan Indonesia?
Ada banyak alasan sebenarnya. Namun pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan dua saja alasan utama:
Satu, adalah tabiat manusia untuk tetap memilki rasa kepemilikan dan keterikatan, bahkan kecintaan, kepada negara di mana dia terlahirkan. Tempat kelahiran yang juga disebut sebagai tumpah darah memilki akar dalam jiwa setiap orang. Rasulullah SAW bahkan bersedih ketika harus meninggalkan tanah kelahirannya, Makkah Al-Mukarramah, menuju tanah kediamannya, Madinah Al-Munawwarah.
Dua, kecintaan yang bersifat alami itu secara alami pula menjadikan setiap orang ingin melihat tanah tumpah darahnya menjadi lebih baik, kuat dan besar, sejajar dengan bangsa-bangsa besar lainnya. Apalagi disadari bahwa Indonesia memang memiliki semua potensi untuk menjadi negara besar dan kuat dan disegani oleh dunia global.
Namun di balik dari keinginan untuk melihat Indonesia menjadi lebih baik, kuat dan besar itu, bagi saya pribadi tersembunyi alasan yang sangat relevan dengan peranan yang sedang saya emban saat ini sebagai aktifis Dakwah di bumi Amerika. Ada harapan besar saya untuk melihat Indonesia menjadi percontohan negara mayoritas Muslim yang bisa saya jadikan “pembenaran” (justifikasi) bahwa Islam itu memang kekuatan, kemajuan, modernitas dan peradaban. Bukan agama kelemahan, kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan.
Suatu saat ketika orang-orang Amerika bertanya kepada saya dengan pertanyaan ini: “jika kelak Islam menjadi agama mayoritas di Amerika, kira-kira ketika itu Amerika akan menjadi seperti negara Muslim yang mana?” Saya sangat ingin menjawab pertanyaan itu dengan kepala tegap ke atas dengan mengatakan: “lihat negara asalku, Indonesia”.
Harapan-harapan Diaspora
Karenanya sebagai bagian dari diaspora Indonesia saya tentu memiliki harapan yang besar kepada pemerintahan Presiden Prabowo Subiyanto yang baru saja dilantik agar kiranya mampu melakukan yang terbaik dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan bagi kemajuan negara dan bangsa Indonesia.
Ada sebelas harapan utama yang ingin saya sampaikan kali ini.
Satu, Saya mengharapkan kiranya dalam mengelolah negara pemerintah mengembalikan normalitas dan kejujuran. Dalam tahun-tahun terakhir terasa kejujuran itu sangat minim dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan seringkali produk perundang-undangan yang dilahirkan tanpa transparansi kepada masyarakat. Masyarakat seringkali menjadi obyek ketidak jujuran dalam menjalankan roda pemerintanan.
Dua, Saya juga mengharapkan kiranya upaya-upaya pembangunan negara kembali berorientasi kemasyarakatan. Pembangunan hendaknya sungguh-sungguh ditujukan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat banyak. Bukan kepentingan segelintir elit yang mengatas namakan rakyat. Pembangunan harus menjadi wujud terjemahan dari sila kelima Pancasila; keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tiga, kiranya hukum dan aturan kembali memiliki otoritas tertinggi dan independensi. Tidak terkendalikan dan menjadi obyek kekuasaan dan/atau segelintir elit untuk kepentingan segelintir. Apalagi jika hukum itu dikadali untuk menekan mereka yang tidak sependapat, termasuk yang tidak sekelompok secara politik.
Empat, mengingatkan bahwa bangsa Indonesia telah sepakat untuk mengambil demokrasi sebagai sistim kehidupan berbangsa dan bernegara. Karenanya diharapkan agar rakyat kembali menjadi pemegang kekuasaan tertinggi. Dan jangan alergi kritikan karena kritikan itu adalah bagian dari esensi demokrasi. Terlebih lagi jangan smapai menjadikan kritikan sebagai musuh dan cenderung dimusnahkan, baik secara terang-terangan maupun tersembunyi. Ingat, kritikan dalam alam demokrasi adalah “shield” (benteng) dari ragam tendensi penyelewengan.
Lima, penyakit terkronis bangsa Indonesia saat ini adalah mental dan prilaku korup. Karena itu diharapkan agar ada kesungguhan dalam upaya penyembuhan. Satu di antaranya adalah memastikan penegakan hukum dengan tegas dan berkeadilan. Jangan tajam ke bawah dan ke lawan. Tapi tumpuh ke atas dan ke kawan. Jika perlu hukuman mati dan pemiskinan segera diperlakukan kepada pelaku korupsi.
Enam, diharapkan kiranya spirit Pancasila tetap menjadi landasan filosofis pembangunan bangsa. Salah satu yang paling mendasar adalah pentingnya keseimbangan antara nilai-nilai material fisikal dan nilai-nilai spiritual. Untuk itu, jangan lagi ada kecenderungan untuk memarjinalkan kehidupan beragama dalam tatanan pembangunan bangsa.
Tujuh, diharapkan agar konsep kehidupan beragama tidak dirusak oleh kecenderungan politis yang seringkali meresahkan. Penggunaan konsep-konsep keagamaan seperti moderasi dan/atau extremisme, toleransi dan/atau intoleransi, maupun yang lain tidak lagi digandengi oleh kepentingan-kepentingan politik. Biarkan kehidupan beragama mengalir secara alami. Biarkan hubungan antar pemeluk agama juga terjadi secara alami. Tidak perlu direkayasa dengan kecenderungan-kecenderungan politis.
Delapan, berharap agar Indonesia kembali memainkan peranan signifikannya dalam upaya mewujudkan perdamaian dunia. Selain memang sebagai amanah Konstitusi, juga karena Indonesia memiliki kapasitas untuk itu. Indonesia negara yang besar baik secara geografis, dan juga karena jumlah penduduknya. Kekayaan dan keindahan serta keragaman alam dan budaya bangsa menjadi modal besar untuk hadir ke seluruh penjuru dunia.
Sembilan, secara khusus ada harapan besar agar Indonesia memainkan peranan yang signifikan dan nyata dalam upaya memerdekakan bangsa Palestina. Selain hal ini adalah amanah Konstitusi, juga karena Indonesia adalah negara besar yang memiliki kapasitas untuk membantu negara terjajah mendapatkan kemerdekaannya.
Sepuluh, salah satu cara terefektif untuk membantu Palestina adalah perlunya membangun kembali kekuatan dunia Islam, salah satunya dengan kembali memperkuat OKI (organisasi Kerjasama neagra-nagara Islam) agar memilki suara dan kuku di kancah internasional. Indonesia diharapkan mampu merajut kembali persatuan dan kebersamaan dunia Islam dalam menghadapi ragam tantangan keumatan masa kini.
Sebelas, mengharapkan (memohon) pemerintahan Prabowo untuk mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh revisi undang-undangan yang memungkinkan “dual citizenship” (Warga negara ganda) bagi Diaspora Indonesia. Satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa rasa cinta dan nasionalisme warga Indonesia di luar negeri, termasuk yang telah ganti warga negara, tidak kurang dari mereka yang hidup di dalam negeri. Seringkali pergantian kewarga negaraan (citizenship) terjadi karena lebih bersifat teknis semata.
Demikian beberapa harapan seorang Diaspora Indonesia di luar negeri. Saya yakin apa yang saya sampaikan di tulisan ini juga menjadi harapan banyak warga Indonesia (Diaspora) di berbagai belahan dunia. Semoga menjadi masukan yang baik dan konstruktif serta bisa membawa manfaat bagi semua masyarakat Indonesia, baik di dalam maupun di luar negeri. InsyaAllah!
NYC, 1 November 2024
Diaspora Indonesia di Kota New York, USA.