Pengamat Muhammad Said Didu menyatakan bahwa program ‘Lapor Mas Wapres’ langkah mundur 36 tahun. Didu menyebut itu karena program tersebut sudah dimulai pada tahun 1988, di mana wakil Presiden Soedharmono sudaj membuat hal yang sama dengan Kotak Pos 5.000.
“Dan Presiden SBY melakukan hal yg sama dg Kotak Pos dan SMS 9949. Keduanya dilakukan lewat alat komunikasi – bukan datang secara langsung – Wapres Fufufa buat program yg sdh ditinggalkan 36 tahun lalu,” beber Didu lewat akun X-nya, Kamis (14/11/2024).
Program tersebut kata Didu juga memboroskan anggaran, tidak efesien, dan tidak efektif. Pasalnya, Negara sudah menyiapkan perangkat dan aparat untuk menampung laporan masyarakat di skeitat 10.000 Kantor dan dilayani oleh sekitat 250.000 pegawai yang tersebar di 7.288 Kecamatan, 514 Kabupaten/Kota, dan 38 Provinsi.
“kenapa harus disatukan dan dilaksanakan langsung oleh Wapres. Beginilah kalau Wapres hanya bisa kerja – dan tidak bisa memimpin,” kritik Didu.
Program ‘Lapor Mas Wapres’ Didu sebut gimmick dan pencitraan diri. Pencitraan diri karena kondisi rakyat hasil kerja mantan Presiden Jokowi.
“sbb (1) IQ rata-rata pddk 78 – sedikit di atas orang utan dan setara dg Timur Leste, (2) sktr 60 % pendidikan rakyat hanya sampai SD, (3) penduduk miskin dan hampir miskin sktr 25 juta, (4) kecanduan bansos dan sogokan politik, (5) pecandu pinjol judol, dan narkoba, (6) penikmat tik-tok, istagram dan medsos lain.
Masyarakat seperti ini akan menyukai Gimmick dan Pencitraan,” ungkapnya.
Didu menyebut program tersebut juga sebagai progra oligarki—untuk melanggengkan kekuasaan Dinasti Jokowi.
“Program ini ditujukan utk meredup sinar Presiden Prabowo di depan rakyat mayoritas kelas bawah shg seakan sebagian besar rakyat seakan butuh keberlanjutan dinasti JOKO WIDODO. Oligarki sangat berkeinginan melanjutkan pemerintahan BONEKA mereka lewat keberlanjutan DINASTI JOKO WIDODO,” pungkasnya.