Pesawaran (KASTV- Penggunaan dana desa di Desa Pekondoh, Kecamatan Way Lima, Kabupaten Pesawaran, Lampung, kembali menjadi sorotan. Pada tahun 2020, dana desa sebesar Rp. 162 juta lebih digunakan untuk membangun fasilitas hidroponik desa di atas tanah pribadi Kepala Desa Pekondoh, Firlizani. Minggu (29/12/2024).
Proyek tersebut diduga kuat sebagai bentuk korupsi dana desa, yang melanggar aturan hukum dan dapat dijerat dengan Pasal 55 ayat (1) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain lokasinya yang berada di atas tanah pribadi kepala desa, proyek hidroponik ini diketahui tidak melalui proses perencanaan, musyawarah, atau konsultasi dengan masyarakat. Hingga saat ini, fasilitas tersebut tidak menghasilkan manfaat, tidak memiliki pengelola, dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
*Pemalsuan Ijazah Perangkat Desa*
Kasus lain yang turut menyeret nama Kepala Desa Firlizani adalah dugaan pemalsuan dokumen berupa ijazah perangkat desa. Dalam upaya memenuhi aturan pemerintah tentang pendidikan minimal perangkat desa, kepala desa diduga membantu perangkat desa yang hanya berpendidikan sekolah dasar untuk mendaftar ke program paket C (setara SMA) menggunakan ijazah SMP hasil daur ulang milik orang lain.
Dokumen berupa fotokopi ijazah palsu tersebut telah dilaporkan ke Polda Lampung, namun hingga saat ini belum ada kejelasan hukum. Perangkat desa yang menggunakan ijazah palsu tersebut tetap menerima gaji dari pemerintah. Masyarakat mendesak agar gaji yang diterima dikembalikan ke kas negara, karena diduga bukan hak yang sah.
*Desakan kepada Penegak Hukum*
Masyarakat Desa Pekondoh mengaku kecewa atas lambannya penanganan hukum terhadap kedua kasus ini. Meski laporan terkait proyek hidroponik telah diajukan ke Inspektorat Pesawaran dan laporan pemalsuan ijazah dikirimkan ke Polda Lampung, hingga kini belum ada tindakan tegas atau perkembangan berarti.
Warga mendesak Presiden Republik Indonesia bapak Prabowo Subianto dan Kapolri di Jakarta untuk memberikan perhatian khusus terhadap kasus ini. Mereka berharap penegakan hukum di Lampung, khususnya di Pesawaran, berjalan tanpa pandang bulu.
Masyarakat juga meminta agar pihak yang terlibat, baik yang merekomendasikan maupun meloloskan verifikasi perangkat desa yang menggunakan dokumen palsu, segera diperiksa. Kepala Desa Firlizani, yang diduga menjadi otak utama dalam kasus ini, diharapkan segera dimintai pertanggungjawaban hukum.
Kasus ini menjadi ujian bagi pemerintah dan aparat penegak hukum untuk menunjukkan komitmen dalam memberantas korupsi dan pemalsuan dokumen, demi menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. (Tim)