Opini oleh Dr. KRMT Roy Suryo (Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen
Disclaimer: Judul tulisan diatas samasekali bukan Typo alias
Salah Ketik, tetapi memang (sengaja) diketik begitu agar tidak langsung bisa
dituntut “Pencemaran Nama Baik” oleh Kaum Tukang Lapor yang merajalela di
Konoha.
Memang
sepanjang yang diketahui umum, tidak ada orang terkenal bernama “Judi Arie” dan
meski ada kasus Pidana dan-juga bisnis “Budi Online”, tetapi itu hanyalah
kebetulan semata sebagaimana keterangan yang banyak disebut di berbagai film
atau sinetron saja alias jangan cepat Baperan melihat kata.
Namun
memang di Indonesia kenyataannya yang terjadi adalah tiga hari lalu, tepatnya
Kamis 19/12/24, Kortas Tipikor Bareskrim Polri -bersinergi dengan penyidikan di
Ditreskrimsus Polda Metro Jaya- telah melakukan pemeriksaan terhadap Menteri
Koperasi di Kabinet Merah Putih Prabowo ini selama lebih dari lima jam. Budi
Arie Setiadi (BAS) memang tidak diperiksa di Kementerian yang baru dijabatnya
selama dua bulan terakhir, namun selaku Mantan Menkominfo di Kabinet Kerja era
JokoWi selama lebih kurang 15 bulan semenjak Juli 2023.
BAS sempat menjabat posisi orang pertama di Kementerian yang
kini sudah berganti nama jadi KomDigi (Komunikasi dan Digital) semenjak Senin
17/07/23 menggantikan Johnny Gerald Plate (JGP) yang dicopot karena ditetapkan
oleh Kejaksaan Agung sebagai Tersangka kasus korupsi BTS-4G (Base Transmitter
Station Fourth Generation) Kominfo yang kini malah tampak “terhenti” kasusnya.
Padahal korupsi yang disebut-sebut dalam kasus BTS itu mencapai nilai Delapan
Triliyun lebih, sudah menersangkakan hingga 16 orang dan memvonis JGP selama 15
tahun setelah Kasasinya ditolak MA.
Memang
BAS masuk Kemkominfo setelah kasus BTS-4G, jadi dia bisa disebut luput (atau
selamat) dari kasus yang sebenarnya Netizen masih curiga ada beberapa nama
penting yang belum tersentuh samasekali tersebut.
Namun
penting diingat bahwa justru ketika BAS mulai menjabat Menkominfo itu,
sebenarnya ada Kasus besar lain yang lagi menjadi tanggungjawab Kementerian
berlogo tiga huruf C yang merupakan singkatan dari “Communication, Content and
Computer” tersebut yakni Kasus maraknya Judi Online atau JudOl.
Kasus
JudOl sangat meresahkan, karena korbannya praktis semua golongan masyarakat,
mulai dari Laki-laki Dewasa, Ibu-ibu Rumahtangga hingga Anak-anak. Dilihat dari
perputaran uang yang beredar di kasus judOl ini juga sangat fantastis, tercatat
mulai sekitar 54 Triliyun di tahun 2021, meningkat menjadi 137 Triliyun di
tahun 2022, bertambah signifikan ke angkat 463 Trilyun di tahun 2023 hingga
melonjak ke angka sekitar 900 Trilyun di tahun 2024 ini.
Ini
berarti uang rakyat yang akhirnya hilang keluar dari Indonesia (karena
rata-rata Pemilik dan server JudOl ini dari luarnegeri dan hanya memanfaatkan
Operator lokal) bisa digunakan untuk membangun 2 Ibukota Negara (IKN) tanpa
harus merongrong APBN.
Meski
juga Aturan yang sangat penting sebenarnya terkait dengan kasus JudOl ini
terjadi sebelum BAS jadi Kominfo-1 (dulu ada PP No. 82 Th 2012 jaman SBY yang
mewajibkan Server harus di Indonesia dan di jaman JokoWi diubah jadi PP No. 71
Th 2019 yang membolehkan Server Data di luarnegeri), tetapi seharusnya kalau
BAS memang faham tupoksinya dia bisa mengusulkan perubahan PP yang sangat
krusial tersebut kembali.
Karena
inilah point yang paling penting di kasus JudOl itu, bukan hanga sekedar bisa
melaporkan “menutup ratusan hingga ribuan situs judOl” saja, karena ibarat air
selama sumbernya tidak ditutup akan “bocor” mencari jalan kemana-mana.
Perubahan
lokasi server (dari sebelumnya jaman SBY Indonesia memiliki kedaulatan didalam
negeri) dan kini Indonesia seperti (sengaja?) dijajah luarnegeri jaman JokoWi,
ini masih ditambah dengan S.O.P saat Covid-19 yang memberi izin mesin AIS di
Lantai 8 Gedung Kemkominfo bisa di-“remote” dari luar.
Inilah
yang membuat ada Lokasi “Kantor Satelit” di Bekasi yang dioperasikan oleh
sekitar 10 Oknum Pegawai Kominfo yang kini sudah ditetapkan sebagai Tersangka.
Sekalilagi seharusnya BAS sebagai Menkominfo saat itu tahu S.O.P tersebut dan
langsung mencabutnya, karena Covid-19 sudah selesai, bukan sekedar koar-koar
statemen bahwa dia “tahu ada 5 Bandar besar” namun tak melakukan apa-apa
sebagaimana di beberapa PodCast yang ada.
Kalau
dilihat lagi dalam posisinya di Satgas Pemberantasan JudOl yang diketuai
Menkopolhukam Hadi Tjahyanto (saat itu), BAS adalah selaku Ketua Pencegahan,
sehingga seharusnya dia berupaya semaksimal mungkin mencegah apapun yang bisa
dilakukannya, bukan sekedar omon-omon dan ironisnya sempat dapat “award” dari
salahsatu media akan “prestasi”-nya (yang samasekali tidak jelas) tersebut.
Belum lagi
kalau melihat kasus bobolnya PDNs (Pusar Data Nasional sementara) dan Situs KPU
yang terbukti menggunakan Server Aliyun Computing di Alibaba, sudah sangat
parah kinerja dia selama ini. Lucunya BAS malah dapat Bintang Jasa di Rezim
JokoWi yang mengeluarkan PP No. 71 Th 2019 yang menjadi Prima Causa bisa
terjadinya kasus-kasus diatas (Pemilu, PDNs, hingga JudOl), Terwelu.
Semua ini
masih ditambah dengan tidak memahaminya BAS soal adanya putusan Pengadilan
Negeri (PN) Jakarta Utara pada 2019, yang meloloskan PT Gateway Guna Selaras
sebagai pengelola permainan taruhan, padahal BAS mengaku tahu ada lima bandar
besar yang mengendalikan judi online di Tanah Air dan diduga terkait perusahaan
yang diloloskan melalui putusan PN Jakarta Utara tersebut. Kelima perusahaan
yang mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha
Indonesia (KBLI) adalah: PT Gateway Guna Selaras, PT Patron Aptika
Utama, PT Value Cipta Gemilang, PT Proteksi Dunia Emas dan PT Protokol
Sasana Janawi
Kesimpulannya,
kembali kepada Judul - yang seperti “Typo” diatas- bahwa “Mengapa Judi Arie bisa
terseret Kasus Pidana dalam Budi Online ?”, karena pengertian terkena Kasus
Pidana bukan hanya terbukti menerima secara langsung atau tidak langsung dan
Gratifikasi (sebagaimana yang sedang ditangani oleh Polda Metro Jaya dan
Bareskrim Polri), tetapi ” abai” atau membiarkan terjadinya hal-hal yang salah
dan pelanggaran hukum, apalagi sebenarnya dia tahu tetapi tidak berbuat apa-apa
padahal punya Otoritas untuk melakukannya, adalah juga sebuah Tindak Pidana.
Namun itu
semua idealnya memang bisa ditindak jika di Konoha, bagaimana di Indonesia? Apa
kita harus menunggu juga agar “No Viral No Justice” terjadi lagi …? Seharusnya
tidak.
)* Dr.
KRMT Roy Suryo, M.Kes – Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen –
Jakarta, 22 Desember 2024