GROBOGAN – Setelah memenangkan putusan inkrah di Pengadilan Negeri Grobogan, PT ALIB memulai proyek pembangunan talut di lokasi sengketa tanah dengan PT AZAM ANUGERAH ABADI. Direktur PT ALIB, Didik Prawoto, dan kuasa hukumnya, Gesang Arif Wicaksono, mengungkapkan keyakinannya bahwa sengketa hukum telah selesai.
Dalam wawancara dengan media di lokasi proyek, Didik Prawoto
menegaskan bahwa pihaknya memiliki dasar hukum kuat atas lahan tersebut.
“Sertifikat dan risalah lelang kami ada. Direktur PT AZAM ANUGERAH ABADI telah
dihukum 2,6 tahun penjara dan dinyatakan sebagai mafia tanah. Kompensasi kepada
316 petani penggarap juga telah selesai,” ujarnya.
Didik menambahkan bahwa pembangunan talut ini sesuai dengan
Perda No. 12 Tahun 2021, yang menjadikan tanah di Sugihmanik sebagai kawasan
industri. Meski demikian, ia mengakui masih ada beberapa perizinan yang belum
selesai, termasuk izin Pertek SPPN dan pengolahan lahan.
Kuasa hukum PT ALIB, Gesang Arif Wicaksono, menjelaskan
bahwa laporan terhadap Direktur PT AZAM ANUGERAH ABADI, Dwi Bagus Yosianto,
terkait penggunaan akta palsu telah diproses hukum. “Pengadilan Negeri
Purwodadi telah memvonisnya 2 tahun 6 bulan penjara, dan ia dinyatakan sebagai
mafia tanah oleh Kapolda Jateng dan Menteri ATR/BPN,” ujarnya.
Dalam upaya menyajikan pemberitaan yang berimbang, tim media
mengunjungi Lapas Kedungpane untuk menemui Dwi Bagus Yosianto, tersangka dalam
kasus sengketa tanah yang melibatkan PT AZAM ANUGERAH ABADI dan PT ALIB.
Dalam keterangannya, Dwi Bagus Yosianto menjelaskan bahwa PT
AZAM ANUGERAH ABADI telah mengelola tanah yang menjadi objek sengketa sejak
tahun 2008. Sementara itu, PT ALIB baru muncul pada tahun 2004 setelah
memenangkan lelang, namun hingga saat ini belum pernah benar-benar menguasai
tanah tersebut.
“Justru PT ALIB yang melakukan penyerobotan dan tindakan
melawan hukum pada tahun 2024 hingga sekarang,” tegasnya.
Dwi juga menyoroti adanya ketidakadilan dan dugaan
kriminalisasi hukum yang tidak berimbang dalam penyelesaian sengketa tanah ini.
Ia menuntut agar dilakukan audit administratif untuk membuktikan legalitas dan
kesehatan finansial PT ALIB.
“Saya berharap ada audit administrasi yang menyeluruh untuk
memastikan apakah PT ALIB benar-benar perusahaan yang sehat dan memiliki aset
tanah tersebut,” ungkap Dwi.
“Vonis
saya tdk ada hubungan dengan soal kepemilikan tanah dan pasalnya adalah 266 bukan
yg lain. Dokumen RUPS bukan Dokumen soal
kepemilikan tanah. Yg mafia itu adalah PT.Alib. Putusan yg menyatakan Mafia tanah juga
tdk ada putusannya tdk ada sangkut
pautnya dengan masalah tanah. Dan
PT. DK juga tdk di rugikan karna sampai sekarang juga masih memanfaatkan lahan
tersebut bahkan membangun Gudang tanpa IMB,” jelasnya.
Pembangunan talut ini menuai kritik dari Ketua LSM PEKAT
Jawa Tengah, Budi Santoso. Ia menyoroti dampak lingkungan yang ditimbulkan,
terutama pengalihan Sungai Ngrenggong di Desa Sugihmanik, yang mencakup Dusun
Rejosari, Tegal Rejo, dan Ringin Sari.
“Kegiatan ini membuat masyarakat cemas, terutama pada musim
hujan. Selain itu, proyek ini dianggap ilegal karena tidak melibatkan
pembicaraan dengan masyarakat setempat,” ujar Budi.
Ia juga mengingatkan pentingnya kepatuhan terhadap
perizinan, terutama RTRWP sesuai Pasal 20 UU Penataan Ruang, mengingat kawasan
tersebut merupakan tanah persawahan yang dilintasi jalur kereta api. “Proyek
ini seharusnya dihentikan sementara hingga semua izin dikeluarkan. Jangan
sampai hukum hanya tajam ke bawah,” tambahnya.
Forum Komunikasi Ormas dan LSM Republik Indonesia (FORKOMMAS
RI), yang dipimpin oleh Ketua Umum Immanuel Adhi, menyampaikan desakan agar PT
ALIB menghentikan sementara kegiatannya di lokasi proyek yang menuai protes
dari warga sekitar.
Menurut Immanuel Adhi, keberadaan proyek tersebut berada di
tengah pemukiman warga dan dikhawatirkan belum mengantongi izin yang sah.
“Seharusnya, setiap kegiatan di wilayah padat penduduk harus mengutamakan
perizinan dan menghormati keberadaan warga sekitar. Jika PT ALIB benar-benar
memiliki dokumen yang sah, seperti bukti kepemilikan tanah dan izin proyek,
sebaiknya mereka menunjukkan bukti tersebut kepada warga yang keberatan,”
ujarnya.
Immanuel juga menekankan pentingnya sikap transparan dari
pihak perusahaan untuk menghindari kesan arogan. “Protes warga tidak boleh
diabaikan begitu saja. Satpol PP sebagai penegak peraturan daerah harus
bersikap tegas dan tidak tebang pilih dalam menyikapi permasalahan ini,”
tambahnya.
FORKOMMAS RI juga meminta agar kegiatan proyek tersebut
dihentikan sementara waktu sampai permasalahan terkait perizinan selesai. Jika
ditemukan pelanggaran hukum, Immanuel mengusulkan agar tindakan hukum
dilakukan.
“Harapan kami, Satpol PP bersama pihak terkait melakukan
penindakan tegas, bahkan jika perlu menghentikan operasional proyek secara
total hingga semua izin lengkap,” tegasnya.
Protes dari warga juga semakin menguat, dengan ratusan tanda
tangan yang menolak pembangunan talut ini telah dikumpulkan. Warga berharap
pemerintah dan penegak hukum dapat segera mengambil tindakan tegas untuk
menyelesaikan permasalahan ini secara adil.