Opini oleh: Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes*)
Sirkus ? Ya, Sirkus. Menurut referensi, sirkus adalah sekelompok orang yang berkelana untuk menghibur penonton dengan atraksi akrobat, badut, binatang terlatih, aksi trapeze, berjalan di atas tali, juggling, sepeda roda satu, dan hiburan-hiburan lainnya. Kata ini juga mendeskripsikan kegiatan yang mereka lakukan, yang biasanya merupakan atraksi atau aksi-aksi yang dipadukan dengan musik atau efek suara lainnya. Di Indonesia dulu sempat populer Oriental Sirkus dan Holiday Sirkus yang pentas di Alun-alun beberapa kota, termasuk Solo, namun kini sudah tidak ada lagi.
Beberapa ahli berpendapat bahwa sirkus dimulai di Pulau Kreta di Laut Mediterania, sekitar empat ribu tahun yang lalu. Sirkus modern berasal dari zaman Romawi Kuno. Kata sirkus berasal dari kata circus maximus. Circus berarti lingkaran dan maximus berarti hebat atau besar. Orang Romawi membangun sebuah lingkaran tempat duduk yang besar, yang dapat ditempati oleh ribuan orang penonton pertunjukan. Atraksi sirkus dimulai dengan parade megah. Lalu masuklah kereta-kereta perang berkuda. Para pemain akrobat beratraksi melempar-lemparkan barang ke udara.
Selain manusia, hewan juga dulu dilibatkan dalam Sirkus, mulai dari Singa, Harimau, Gajah, Kuda, Lumba-lumba, Beruang hingga Kera atau Simpanse. Primata terakhir inilah yang acapkali menampilkan pertunjukan memukau, karena selain piawai berakrobat berbahaya, juga pandai menghibur melakukan gerakan lucu dan sensasional sebagaimana tuannya, mulai dari akrobat, naik kuda, hingga menaiki sepeda dan motor berkeliling arena sirkus sambil memamerkan kebolehannya. Namun kini aturan sudah melarang pelibatan hewan dalam pertunjukkan semacam sirkus ini, karena dikhawatirkan terjadi tindakan kekerasan terhadap mereka.
Secara mini atau bahkan mikro, setelah tak lagi tampil di Sirkus, beberapa pertunjukan Ledhek Munyuk (= Topeng Monyet) masih ada sensasi yang memanfaatkan hewan yang disebut-sebut paling mirip manusia dalam pertunjukkan kelilingnya ini. Mereka dilatih berdandan, belanja, menembak, lompat tali hingga naik motor, menghibur anak-anak hingga orang dewasa yang menanggapnya. Tak jarang mereka juga diberi nama-nama panggilan lucu seperti Sarimin, Mukidi, dsb. Namun sebagaimana dengan Sirkus secara makro, pertunjukan Mini Sirkus Topeng Monyet ini juga banyak mendapat kritikan dari para pecinta Primata, karena meski sudah ada semenjak akhir abad ke-19 di Hindia Belanda saat itu, namun bahaya interaksi langsung hewan dengan manusia ini seringkali berakibat kekerasan di kedua pihak.
Saat menjadi Gubernur DKI, JokoWi pada bulan Oktober 2013 pernah menargetkan Jakarta bebas topeng monyet pada 2014. Dia menyatakan bahwa Pemprov DKI akan membeli monyet-monyet tersebut dan akan memindahkannya ke Taman Margasatwa Ragunan (TMR). Di TMR akan disediakan lahan seluas satu hektare khusus untuk menampung bintang liar. Kebijakan ini medapatkan kritikan dari berbagai pihak lain yang menyatakan JokoWi lebih memperhatikan sensasi topeng monyet daripada anak jalanan, melupakan tugasnya menghadapi banjir dan macet topeng monyet adalah salah satu seni budaya Indonesia yang harus tetap dilestarikan.
Meski tidak persis menggunakan analogi atau perbandingan Sirkus diatas, diskusi antara Wartawan Senior Hersubeno Arif (HA) dan Pengamat Politik Rocky Gerung (RG) melalui YouTube youtu.be/wrwyeFv1wfs kemarin juga memperbincangkan soal "sensasi" ini. Mereka menyoal JokoWi yang masih saja mencari Sensasi (dan bukan Substansi) dengan malah memilih ikut Touring salahsatu Komunitas "Motor pembuat Polusi Gas CO2 di Solo" kata RG, dibanding mencari solusi buat negara sebagaimana seharusnya negarawan yang bertanggungjawab terhadap kondisi yang sedang terjadi di Indonesia. HA dan RG juga sempat membandingkan ulah JokoWi yang hanya memikirkan dinasti pribadinya ini dengan Presiden Prabowo yang sedang berjuang di mata internasional disaat yang sama kemarin.
Memang ironis, justru disisi lain saat sebagian besar Ummat beragama Islam menghormati peringatan Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW kemarin 27/01/25, yang seharusnya diisi dengan refleksi bagaimana perjalanannya bersama Malaikat Jibril dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsha di Baitul Maqdis (kemudian dilanjutkan naik menuju langit ketujuh), malah cuman touring naik motor besar (memperparah kondisi udara dengan emisi gas buangnya) di Solo. Konyolnya lagi, even tak berkelas tersebut dilabeli dengan alasan "menyambut Imlek" yang sebenarnya masih baru akan berlangsung lusa (Rabu, 29/01/25), sungguh sebuah kelakuan yang tidak pantas diteladani apalagi oleh seseorang yang barusaja lengser selaku orang nomor satu.
Belum lagi kalau melihat Flyer pengumuman kegiatannya yang sempat viral beberapa hari lalu, dimana masyarakat -terutama Netizen- sangat mempertanyakan dituliskannya kalimat "tiba di kediaman Presiden (?)" dan "Presiden (?) mengibarkan bendera Start" tanpa menuliskan sebutan "Presiden ke-7". Padahal secara de jure jelas Presiden RI saat ini adalah Bp. Prabowo Subianto dan sedang tugas kenegaraan di LN dan beliau bertempat tinggal di Kertanegara Jakarta atau Hambalang Bogor, bukannya di Solo tempat lokasi Touring motor besar tersebut kemarin. Flyer Touring yang (sengaja ?) penulisannya bisa disebut "makar" tersebut juga tidak ada upaya dikoreksi sampai acara selesai, Terwelu.
Nemun memang JokoWi tampak sangat menikmati "pertunjukkan"-nya kemarin, bak pemain Sirkus yang mendapatkan tepukan tangan (para ternak-nya) dengan mengendarai Motor Kawasaki W-175 bergaya " Tracker" berNoPol B-3450-INA (08-28) modifikasi Katros tahun 2018 tersebut. Motor warna hijau bermesin SOHC 4-tak, 1 Cyl, 177cc, 12.8 Hp pada 7500rpm dengan tulisan cat emas nama "JokoWi" pada tangki bensinnya ini juga yang sama dipakainya touring menjajal Tol di IKN beberapa waktu lalu. Jadi benar memang kata masyarakat yang masih waras sebagaimana komentar mostly di SocMed, kalau mantan-mantan Presiden itu biasanya instrospeksi dan lebih berpikir negawaran demi tanah airnya, yang ini kok malah sibuk pencitraan diri pribadi tak henti-henti (bahkan pasca diberi predikat Finalis terkorup dunia versi OCCRP).
Kesimpulannya, Peringatan Isra Mikraj 27 Rajab 1446 Hijriyah yang bertepatan tanggal 27/01/25 kemarin merupakan salah satu peristiwa sangat penting bagi umat Islam, karena pada peristiwa inilah Nabi Muhammad SAW mendapat perintah untuk menunaikan salat lima waktu sehari semalam. Beberapa penggambaran tentang kejadian ini dapat dilihat di surah ke-17 di Al-Qur'an, yaitu Surah Al-Isra. Seharusnya saat itulah diisi dengan berbagai kegiatan yang semakin membuat masyarakat lebih mengerti tentang makna peristiwa besar tersebut, bukan malah hanya dengan touring motor besar menghambur-hamburkan BBM dan menambah polusi udara, apalagi mirip dengan pertunjukan Sirkus atau bahkan Mini Sirkus saja. Sudah separah itukah Indonesia ...?
*)- *Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes - Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen
Tags
OPINI