Jakarta – Presiden Prabowo mengejutkan publik dengan kebijakan pemangkasan
anggaran belanja negara tahun 2025 di berbagai kementerian, lembaga, serta
transfer ke daerah. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan
kualitas pengeluaran negara.
Total anggaran yang mengalami pemangkasan mencapai Rp306,7 triliun, dengan
rincian pemotongan anggaran kementerian dan lembaga sebesar Rp256,1 triliun
serta pengurangan dana transfer ke daerah senilai Rp50,6 triliun. Selain itu,
belanja perjalanan dinas dan alat tulis kantor (ATK) juga mengalami pengurangan
yang cukup signifikan.
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony
Budiawan, mengungkapkan bahwa banyak masyarakat yang terkejut dan merasa
khawatir kebijakan ini dapat menyebabkan kontraksi ekonomi. "Seolah-olah
pemangkasan ini akan mengurangi total belanja negara secara keseluruhan,"
ujarnya Senin
(10/2/2025) lalu.
Namun, menurutnya, kekhawatiran tersebut tidak beralasan karena total
anggaran belanja negara dalam APBN tetap sebesar Rp3.621,3 triliun.
"Selama jumlah total belanja negara tetap sama seperti yang telah
dianggarkan, pengalihan anggaran dari satu pos ke pos lainnya tidak akan
berdampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi, dengan asumsi faktor lainnya
tetap konstan (ceteris paribus). Artinya, kebijakan ini bukan merupakan bentuk
fiskal kontraktif," jelasnya.
Lebih lanjut, Anthony menegaskan bahwa kebijakan ini sebenarnya merupakan
strategi redistribusi pendapatan. Pengalihan anggaran mencerminkan keberpihakan
terhadap kelompok masyarakat tertentu dibanding kelompok lainnya, yang
merupakan salah satu fungsi penting dalam kebijakan fiskal.
"Dalam konteks ini, kebijakan ekonomi politik anggaran Presiden Prabowo
tampaknya tidak terlalu berfokus pada pembangunan infrastruktur, tetapi lebih
diarahkan untuk membantu masyarakat miskin, terutama melalui program makan
bergizi gratis," pungkasnya.