Surabaya, KASTV -Ratusan massa dari Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya se-Jawa Timur bersama dengan Lembaga Swadya Masyarakat (LSM) Masyarakat Anti Korupsi Indonesi (Maki) Jawa Timur gagalkan proses eksekusi oleh Pengadilan Negeri Surabaya, Objek tersebut merupakan milik Tri Komala Dewi yang berlokasi di Jalan Dr Soetomo nomor 55 Surabaya. Kamis, 27/2/2025.
Terpantau dari pagi ratusan massa berjaga -jaga di depan kediaman rumah milik Tri Komala Dewi yang merupakan ahli waris, Tri Kumala Dewi adalah ahli waris dari Laksamana Soebroto Joedono, yang pernah menjabat sebagai Panglima Armada Nusantara dan memiliki hubungan dengan Pahlawan Nasional Yos Sudarso Mengingat agenda hari ini akan diliakukan eksekusi oleh Pengadilan Negeri Surabaya, sebagai ormas yang tupoksinya merupakan bagian dari monitoring, pengawasan serta pengaduan masyarakat. Jelas sekali terkait mekanisme dan fakta -fakta yang ada sudah menyalahi prosedur dan cacat hukum, indikasi dugaan melibatkan mafia peradilan dan mafia tanah.
Sesuai dengan apa yang disampaikan oleh HM Rosadin,.S.H.,M.H selaku panglima GRIB Jaya Jatim, bahwa ini tidak bisa dibiarkan dan pastinya harus dilawan, karena ada indikasi melibatkan oknum mafia peradilan dan Mafia tanah, karena setiap warga negara Indonesia berhak untuk mendapatkan keadilan, disaat diperlakukan tidak adil dan hak -haknya dirampas, pastinya Grib Jaya hadir ditengah mereka dan mengawal hingga tuntas.
"Bagaimana mungkin objek tanah serta rumah mau diserobot begitu saja, hanya berdasarkan jual surat yang tidak bisa dipertanggung jawabkan, apa lagi jelas sekali bahwa rumah ini sudah ditempati selama 63 tahun dan bahkan Tri Komala Dewi ini lahir disini hingga besar, ini kan sudah empat kali digugat dengan orang yang berbeda, bahkan dua pihak penggugat ditolak, bahkan penggugat ketiga atas nama Rudianto ini dilaporkan ke Polda Jatim dan dijadikan tersangka serta menjadi daftar pencarian orang (DPO), jelas sekali ini bagian dari rekayasa atau skenario Mafia Peradilan dan mafia tanah," urainya.
Masih HM Rosadin menegaskan bahwa Grib Jaya akan mengawal kasus ini, bagaimana agar bisa mendapatkan solusi yang terbaik terkait dengan haknya Ahli waris dalam hal ini Tri Komala Sari.
"Grib DPD Jatim kita akan berkordinasi dengan pihak -pihak terkait agar bisa menemukan solusi, sehingga objek ini kembali ke pemilik yang sah, Grib Jaya kami hadir untuk membela orang kecil," tandasnya.Di lokasi obyek yang akan disita, para petinggi DPD dan DPC GRIB Jaya SE Jatin ini, juga menggelar orasi pembelaan terhadap ahli waris di atas Mobil Komando GRIB Jaya. Tampak hadir Anis Roga mantan atlet Petinju nasional, sebagai Ketua Harian DPD GRIB Jaya Jatim, drg. David Andreasmito, Ahmad Miftakhul Ulum Ketua DPD GRIB Jaya Jatim, Rosadin dan Panglima Satgas DPD Jatim, dan H. Slamet Ketua DPC GRIB Jaya Sidoarjo turut berorasi di mobil komando.
“Saya berharap sekali, janganlah ditunda, batalkan !. Kalau kamu punya bukti transfer beli tanah itu ke orang yang kamu beli tanahnya, hanya beli kertasnya senilai enam miliar. Bohong besar Kamu. Kamu itu orang bodoh apa sok jadi jagoan!,” tandas dr. David dalam konferensi pers.
“Saya ingatkan bapak Handoko, Segera untuk bermaafan dengan bapak ibu ini (Tri Kusuma Dewi dan suaminya). Saya akan senang kalau terjadi kerukunan,” tandasnya lagi.
Upaya penggagalan ekseskusi ini merupakan kali keduanya, setelah hari sebelumnya dihadang bersama LSM MAKI, Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT), dan Forum Komunikasi Putra-putri Angkatan Laut (FKPPAL).
Kericuhan nyaris terjadi ketika kedatangan Empat orang Juru Sita PN didampingi kuasa hukum Handoko Wibisono pemenang putusan inkrah. Kericuhan perlahan mereda, ketika juru sita PN hanya untuk menyampaikan penundaan eksekusi lagi. Namun penundaan eksekusi itu ditentang oleh ratusan massa aksi GRIB Jaya, dan jika PN Surabaya tidak menghentikan atau membatalkan eksekusinya, GRIB Jaya akan terus menggagalkan dengan menghadirkan jumlah massa yang lebih besar lagi. Usai menyampaikan penundaan ekseskusi , saat beranjak pergi diwawancarai awak media peliput juru sita PN Surabaya menolak memberikan keterangan alasan terkait penundaan eksekusinya ini. Aksi massa ini menolak keras dugaan praktik mafia tanah dan mafia peradilan yang ada di Surabaya, yang kerap kali menguntungkan segelintir orang dan pastinya berdampak bisa merugikan masyarakat.
Untuk diketahui terkait kronologis yang disampaikan oleh Tri Kumala Dewi, anak ke tiga dari enam bersaudara dari pasangan Laksamana purn. TNI AL Soebroto Hoedono berpasangan dengan Sri Kumala Dewi. Ia didapuk oleh saudara – saudaranya untuk mengurusi rumah, yang hendak dieksekusi PN Surabaya. Rumah dan tanah yang saat ini dipermasalahkan memiliki sejarah panjang, secara hukum ini menjadi perhatian publik atas kelakuan mafia tanah dan mafia peradilan.
Tri menceritakan asal usul rumahnya, bahwa saat ayahandanya menjabat sebagai Panglima Armada Nusantara TNI AL dan memiliki hubungan dengan Pahlawan Nasional Yos Sudarso, semasa Sudomo menjabat KSAL di era Orde Baru (Orba).
Atas prestasi Laksdya Soebroto, KSAL Sudomo menghadiahi rumah yang sampai saat ini dihuni ahli warisnya. Pada 1 Desember 1963, tanah dan rumah tersebut ditempati oleh Laksamana Soebroto berdasarkan surat izin dari TNI AL Cq. Kodamar IV Surabaya.Kemudian, pada 28 November 1972, rumah tersebut dibeli secara resmi dengan pembayaran lunas.Agar tidak ada permasalahan di kemudian hari dan sah kepemilikannya, selanjutnya Soebroto membelinya dan terjadi proses pelepasan resmi yang sah dari TNI AL, yang semula status lahannya berupa eigendom verponding.
Ketika hendak dilakukan pengurusan perubahan peningkatan status lahan untuk menjadi Sertipikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di BPN, lanjut cerita Tri, ayahnya terkejut kalau rumahnya sudah ada yang memiki hak berupa SHGB secara tercatat di BPN atas nama dr. Hamzah Tedjakusumah.
Sebagai pemilik sah, Tri Kumala Dewi telah membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar Rp 484 juta. Namun sepeninggal ayahandanya, tiba-tiba Tri digugat oleh dr. Hamzah Tedjakusuma, yang mengklaim memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) No. 651/Kelurahan Soetomo.
“Rumah ini dari dulu tidak pernah direnovasi, dan rumah ini punya ciri khas dari dulu. Rumah Panglima selalu ada tiang bendera sebagai ciri khasnya, Bapak saya mencari dr. Hamzah yang mengaku pembeli dan pemilik rumah kami, tapi tidak pernah letemu. Saya dan keluarga tidak pernah tahu rumah kami, tiba – tiba sudah dijualbelikan sebanyak empat kali transaksi dan ada gugatan – gugatan pada kami selaku pemilik yang sah," Tutupnya.