Opini oleh Anthony Budiawan *)
Presiden Prabowo membuat gebrakan mengejutkan, dengan
memotong anggaran belanja 2025 di sejumlah kementerian dan lembaga, serta
transfer ke daerah. Alasan pemotongan anggaran untuk efisiensi atau
meningkatkan kualitas belanja negara.
Jumlah anggaran yang dipotong sangat fantastis, mencapai
Rp306,7 triliun. Anggaran kementerian dan lembaga dipotong Rp256,1 triliun.
Dana transfer ke daerah dipotong Rp50,6 triliun. Pos belanja perjalanan dinas
dan ATK juga dipangkas signifikan.
Masyarakat terkejut. Banyak pihak prihatin, pemangkasan
anggaran ini akan membuat ekonomi kontraksi. Seolah-olah, pemotongan anggaran
ini akan mengurangi total belanja negara secara keseluruhan.
Tetapi, keprihatinan tersebut tidak ada dasarnya. Pemotongan
pos anggaran belanja ini tidak akan mengurangi total anggaran belanja negara
yang sudah ditetapkan dalam APBN, yaitu sebesar Rp3.621,3 triliun.
Selama total belanja negara masih sama jumlahnya seperti
yang dianggarkan maka kebijakan pengalihan anggaran dari satu pos belanja ke
pos belanja lainnya tidak akan berpengaruh (besar) pada pertumbuhan ekonomi,
ceteris paribus. Artinya, kebijakan pengalihan pos anggaran ini bukan merupakan
kebijakan fiskal kontraksi.
Pengalihan atau realokasi anggaran pada hakekatnya adalah
kebijakan untuk melakukan redistribusi pendapatan dengan menunjukkan
keberpihakan anggaran kepada kelompok masyarakat tertentu, di atas kelompok
masyarakat lainnya. Ini adalah salah satu fungsi fiskal yang sangat penting.
Redistribusi pendapatan.
Dalam hal ini, ekonomi politik anggaran Presiden Prabowo Subianto nampaknya tidak berpihak pada
sektor infrastruktur, tetapi lebih fokus dan menitikberatkan pada kelompok
masyarakat miskin yang menjadi sasaran makan bergizi gratis.
*) - Managing
Director PEPS ( Political Economy and Policy Studies)