Opini oleh: Muslim Arbi - Direktur Gerakan Perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu
Detik-detik penutupan Ramadhan sudah di depan mata. Malam ini adalah malam ke-30 Ramadhan Kareem, bulan yang mulia.
Bagi mereka yang sungguh-sungguh menjalani Ramadhan, selama sebulan penuh tentu telah merasakan tempaan dan didikan Ilahi. Sore tadi, air mata tak tertahan membasahi pipi, merasakan kerinduan Ilahiah. Akankah aku masih berjumpa dengan Ramadhan di tahun depan? Semua adalah rahasia Allah.
Ramadhan bukan hanya melatih fisik menghadapi berbagai ujian jasmani dan ruhani, tetapi juga membimbing manusia agar mampu menahan diri dari nafsu syaitani. Lebih dari itu, Ramadhan menempa manusia menjadi pribadi yang jujur. Kejujuran kini menjadi barang langka di negeri ini.
Betapa sulit menemukan pemimpin yang bersedia menjadi teladan dalam kejujuran. Dalam polemik yang berlarut tentang ijazah, Dr. Rismon Sianipar masih menanti kejujuran dari Joko Widodo, yang kini sudah menjadi rakyat biasa, bukan lagi presiden.
Rismon Sianipar menanti kejelasan atas dugaan ijazah yang selama ini digunakan Jokowi, baik saat menjadi walikota, gubernur, maupun presiden.
Sebagai pihak yang pernah menjadi prinsipal dalam gugatan dugaan ijazah palsu Joko Widodo di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, bersama sejumlah tokoh dari berbagai kampus terkemuka — seperti Taufik Bahauddin (UI Watch), Rizal Fafilah (alumni Unpad), Hatta Taliwang (kandidat doktor), dan Bambang Tri (wartawan yang menulis Jokowi Undercover 1 dan 2) — menegaskan bahwa sangat mudah bagi Jokowi untuk membuktikan jika ia memang jujur. Cukup hadir di pengadilan dan tunjukkan keaslian ijazah yang dipersoalkan. Namun hingga kini, bahkan setelah tidak lagi menjabat sebagai presiden, itu tidak pernah dilakukannya.
Jokowi justru tidak menunjukkan sikap sebagai sosok yang menjunjung kejujuran, padahal ia pernah memegang amanah sebagai kepala negara. Apakah ketidakjujuran ini bagian dari “Revolusi Mental” yang sering ia gaungkan selama menjabat? Atau jangan-jangan, kebohongan dan pengkhianatan kepada bangsa ini memang sudah menjadi agenda besar yang ia jalankan selama ini? Sikapnya yang enggan berkata jujur terkait kasus ijazah ini menjadi musibah besar bagi bangsa ini.
Padahal, setiap Ramadhan, umat Islam selalu diajarkan untuk membangun kejujuran. Kejujuran adalah salah satu buah dari pelatihan Ramadhan yang sejati.
Jika Jokowi tidak mampu menunjukkan kejujuran dalam kasus dugaan ijazah palsu ini, wajar saja jika pernah ada mahasiswa yang menjulukinya sebagai Big Liar. Sebab, bagaimana mungkin Ramadhan meninggalkan bekas pada diri orang yang tidak jujur?
Meskipun begitu, bagi siapa pun yang tetap teguh memegang nilai kebenaran dan kejujuran, wajib terus bersuara. Maka, Jokowi tidak layak menjadi panutan, meskipun pernah menjadi orang nomor satu di negeri ini.
Lebih parah lagi, ia bahkan masuk dalam daftar finalis pelanggar HAM dan pelaku kejahatan korupsi tingkat dunia.
Sebagai anak bangsa yang hendak menutup Ramadhan tahun ini, saya mengajak kita semua agar terus menjunjung nilai kebenaran dan kejujuran setelah sebulan penuh ditempa Ramadhan. Semoga Allah menghukum para pendusta dan menolong orang-orang yang memperjuangkan kebenaran, keadilan, dan kejujuran di negeri ini.
Barakallahu li wa lakum.
Ramadhan Kareem 29
29 Maret 2025
Tags
OPINI