Kuningan - Kepala Desa
Datar, Wartono, berencana melaporkan dugaan pemalsuan tanda tangannya ke Polres
Kuningan, Jawa Barat. Pemalsuan ini berkaitan dengan dokumen Rekap Permohonan
Pencairan Pembebasan Lahan seluas 166.448 m² senilai Rp7.490.160.000, yang
diajukan oleh PT Intan Mina Abadi yang beralamat di Jalan Pemuda, Kauman,
Batang, Cirebon.
Saat ditemui
di Kantor Desa Datar pada Jumat, 25 April 2025, Wartono menyampaikan bahwa
dalam dokumen tersebut tercantum tanda tangan dan stempel resmi desa atas
namanya, padahal ia tidak pernah menandatangani surat tersebut. Dokumen itu
mencakup tiga bidang tanah dengan luas masing-masing 14.096 m², 96.235 m², dan
56.117 m², yang diklaim milik R. Januka dan H. Acep Purnama.
Wartono
menegaskan bahwa ia tidak mengetahui proses pencairan dana pembebasan lahan
itu, maupun siapa pemilik lahan yang disebutkan dalam surat. “Kalau memang ada
pencairan, seharusnya dananya masuk ke kantor desa,” ujarnya.
Merasa
terganggu dan dirugikan, Wartono menyatakan akan menempuh jalur hukum agar permasalahan
ini bisa diselidiki secara transparan. Ia berencana melaporkan kasus ini ke
Polres Kuningan pada Selasa, 29 April 2025.
“Saya
berharap pelakunya bisa diungkap dan bertanggung jawab sesuai hukum,” tegasnya.
Kasus ini
semakin mencuat seiring adanya konflik lahan antara PT Bhakti Arta Mulia
(pengembang perumahan) dan warga di Desa Datar dan Desa Bunder, Kecamatan
Cidahu. Warga menduga telah terjadi penjualan tanah bengkok milik Desa Bunder
seluas 2 hektar. Dugaan pemalsuan tanda tangan kepala desa pada dokumen
permohonan pencairan lahan tersebut pun menjadi perhatian serius.
Mengacu pada
Pasal 263 KUHP, pemalsuan dokumen yang bisa menimbulkan hak atau kerugian
diancam dengan hukuman maksimal 6 tahun penjara. Ancaman serupa juga diatur
dalam Pasal 391 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023, yang menyebutkan pemalsuan
surat dapat dipidana penjara hingga 6 tahun atau dikenakan denda hingga Rp2
miliar.