Pesawaran (KASTV)- Sebuah tragedi memilukan mengguncang Pulau Legundi, Kabupaten Pesawaran, Lampung. Seorang warga bernama Aliyan, dikenal masyarakat sebagai "Mang Iyan", diduga menjadi korban pengeroyokan keji hingga nyawanya direnggut dan jasadnya dibuang ke laut oleh sejumlah warga kampungnya sendiri. Peristiwa tersebut terjadi pada Sabtu malam, 15 Maret 2025, sekira pukul 21.00 WIB.
Kisah pilu ini terungkap dari kesaksian Arina, anak pertama korban, yang menyampaikan bahwa sebelum peristiwa berdarah itu, terjadi cekcok antara korban dengan keponakannya, Safarudin, yang berbuntut panjang. Konflik keluarga yang dilatari persoalan tanah dan kandang kambing rupanya berubah menjadi tragedi kemanusiaan.
Arina menyebut melihat langsung sekelompok warga membawa karung besar dan tali putih ke rumah ayahnya, lalu lima menit kemudian, menyaksikan mereka memikul karung yang diduga berisi jasad Aliyan ke arah dermaga, dan membawanya ke kapal.
Hingga berita ini ditulis, jasad korban belum ditemukan dan belum ada satu pun pelaku yang ditahan, meskipun laporan resmi telah dibuat di Polsek Padang Cermin sejak 17 Maret 2025. Keluarga korban bahkan mengaku mendapat intimidasi setelah melaporkan kejadian tersebut.
Destria Jaya: “Ini Pembunuhan Keji dan Terencana!”
Menanggapi kasus ini, advokat senior Destria Jaya, yang juga dikenal sebagai pendiri NGO JPK Nasional dan mantan anggota Dewan Riset Daerah (DRD) Kabupaten Lampung Timur periode 2019–2022, angkat suara tegas.
“Jika menyimak secara singkat kronologis pemberitaan di KBNI News, ini bukan sekadar konflik keluarga. Ini adalah peristiwa pidana merampas nyawa orang lain secara berencana, bahkan dengan cara-cara keji—dari pembunuhan hingga upaya menghilangkan jejak dengan menenggelamkan jasad ke laut. Diduga diberi pemberat agar tidak ditemukan. Ini masuk dalam ranah vide Pasal 338 jo 340 KUHP tentang pembunuhan berencana,” tegas Destria.
Ia mempertanyakan lambannya respons aparat penegak hukum atas kasus ini.
“Apakah karena kejadian ini berlangsung di Pulau Legundi, seolah hukum dan negara absen? Apakah wilayah terluar tidak lagi mendapat jaminan keadilan dan perlindungan hukum? Gubernur, Bupati, Kapolda hingga Kapolres wajib segera bertindak,” tambahnya.
Destria juga mendorong pembentukan Tim Khusus oleh Polda Lampung, berkoordinasi dengan Polres Pesawaran, Polairud, hingga Bakamla, untuk mengungkap kasus ini secara tuntas.
“Jika negara membiarkan ini terjadi, maka preseden buruk akan lahir, bahwa main hakim sendiri dianggap sah. Ini akan merusak fondasi kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum. Ini bukan hanya tentang satu nyawa yang hilang, tapi tentang krisis kepercayaan pada keadilan itu sendiri.” jelasnya.
Ia pun mengingatkan keluarga korban agar segera mengajukan permintaan pendampingan ke KOMNAS HAM dan KONTRAS. “Kita tidak bisa membiarkan kejahatan ini tenggelam bersama jasad korban. Hukum tidak boleh kalah oleh ketakutan dan tekanan sosial,” tutup Destria. (Azir)